My Adsense

31 Des 2010

Keefektifan Pengurangan Subsidi BBM

Seperti berita yang sudah kita dengar dari beberapa media massa akhir-akhir ini, ada sebuah wacana baru tentang peraturan pemerintah, kemungkinan nanti setiap pemilik atau pengendara mobil pribadi yang berpelat hitam wajib menggunakan BBM tidak bersubsidi (nonpremium) bagi kendaraanya. Sehubungan dengan hal itu, sebagian besar dari kita sudah tahu bahwa jenis bahan bakar yang tidak mendapat subsidi adalah pertamax atau pertamax plus. Sedangkan untuk jenis premium dan solar yang masih mendapatkan subsidi, rencananya hanya khusus diperbolehkan bagi sepeda motor dan angkutan umum saja.

Wacana ini mungkin bukan hanya sebatas rencana, akan diterapkan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi subsidi BBM dari pemerintah, ini dibuktikan dengan persetujuan oleh Komisi VII DPR RI. Sasaran utamanya tertuju pada pemilik mobil pribadi, yang pada umumnya tergolong orang kaya, mereka dinilai sudah tidak perlu memperoleh subsidi BBM lagi. Tapi disebalik hal itu, dengan mengganti bahan bakar dengan pertamax, berarti mereka juga harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli bahan bakar. Dan tentu saja akan ada pihak yang merasa kurang senang.

Tetapi, inilah konsekuensi yang harus diterima dari kebijakan pemerintah, khususnya demi rasionalisasi penggunaan BBM dalam negeri yang turut mempengaruhi jalanya pemerintahan. Sebuah peraturan memang harus mengandung nilai keadilan tanpa boleh memihak, meskipun rasa keadilan terkadang dirasa tidak seimbang untuk pihak tertentu, namun tetap itu harus terlaksana jika menyangkut kepentingan umum.

Suka tidak suka, nantinya pemilik mobil pribadi harus rasional dalam melakukan mobilitas mereka. Mereka diajak untuk dapat mengurangi penggunaan mobil pribadi, kemudian lebih sering menggunakan transportasi umum, atau memakai sepeda motor. Tetapi, kita juga dapat belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, sebelumnya pernah terjadi kebijakan penghapusan subsidi untuk mobil pribadi yang hanya bersifat sementara. Waktu itu, kemacetan jalan di berbagai kota besar sedikit berkurang, tapi terjadi dalam kurun waktu yang hanya sebentar saja, beberapa bulan kemudian masalah hiruk pikuk kemacetan kembali terulang.

Jika demikian, bisa saja langkah yang akan diterapkan pemerintah ini tetap dianggap kurang efektif, khususnya oleh para pemilik mobil pibadi. Mereka nantinya harus membayar BBM lebih mahal, tapi apa gunanaya jika dalam kenyataan tetap saja ada kemacetan, meski patut disadari itu lebih disebabkan mobilitas dari masing-masing mereka sendiri yang tidak mengindahkan maksud dari peraturan ini.

Dan perlu kita pikirkan juga bahwa dampak dari penghapusan subsidi BBM ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada kenaikan harga barang-barang lain. Mereka, para pemilik kendaraan pribadi, umumnya adalah para pemilik perusahaan atau pengusaha yang bergerak dalam bidang jasa atau penjualan barang-barang yang konsumenya adalah masyarakat. Dengan penambahan pengeluaran biaya terhadap BBM, bisa saja mereka akhirnya mencari cara untuk menutupinya dengan membebankan kepada konsumen. Maka setelah itu, kenaikan harga BBM yang merupakan titik utama yang menjamin efektifnya peraturan ini, tidak lagi menjadi satu hal yang dipikirkan oleh mereka.

Selain itu, dalam wacana ini transportasi umum ditempatkan sebagai sarana yang menjadi jawaban atas masalah kemacetan yang terjadi, maka ada hal penting yang harus dipikirkan oleh pihak-pihak terkait sehubungan dengan pengadaan sarana transportasi umum. Mereka yang memiliki mobil pribadi adalah orang yang sudah terbiasa nyamanan dengan fasilitas mobil pribadi, termasuk keefektifan dan efisiensi yang mereka dapatkan.

Sedangkan kita semua tahu bahwa alternatif transportasi umum yang ada di negeri ini masih jauh dari standar kenyamanan bagi penumpangnya. Maka para pemilik mobil pribadi pastinya belum terbiasa dengan citra transportasi umum yang tak nyaman, tidak aman, berdesak-desakan, tidak fleksibel untuk mobilitas, tidak mudah memprediksi waktu, yang kesemuanya itu sampai sekarang belum bisa mencapai tingkat persentase pembenahan yang berarti. Maka akhirnya sebuah kewajaran jika sarana transportasi umum tetap menjadi pilihan golongan pas-pasan, mereka adalah konsumen dari premium atau BBM bersubsidi.

Kesimpulanya, rencana peraturan baru yang akan diterapkan pemerintah ini rasanya tidak akan membawa perubahan berarti jika hanya ditekankan pada masalah biaya saja, sedangkan dalam kenyataanya sikap mental dan prilaku masyarakatlah yang paling berperan dalam permasalahan ini. Jika ini masih tidak diperhatikan, tentunya kota-kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya, tetap saja diwarnai kemacetan meskipun sudah diterapkan penghapusan subsidi BBM bagi kendaraan pribadi berplat hitam.

Wacana peraturan baru pemerintah ini rasanya belum menyentuh apa yang menjadi tujuan utamanya bagi mayarakat umum, tapi masih mengambang pada kepentingan masing-masing pihak. Khususnya bagi pengendara mobil pribadi, pengendara sepeda motor, penyelenggara angkutan umum, atau pemerintah yang bisa menerapkan rasionalitas sendiri-sendiri dalam menyikapi subsidi BBM ini. Dan yang paling diuntungkan adalah pemerintah, setidaknya upaya penghematan anggaran subsidi BBM dapat digunakan untuk keperluan lain. Jadi alangkah baiknya jika peraturan yang baik ini terlebih dahulu diawali dengan pembenahan unsur-unsur terkait di dalamnya, demi mencapai tujuan yang diinginkan oleh kita semua.

Tahun Baru Bukan Hanya Momentum Semata


Tinggal menghitung hari sebentar lagi masyarakat di negeri ini akan sampai pada tahun baru masehi. Lantas bagaimana kita memaknai apa saja yang telah terjadi di dalam negeri selama tahun 2010. Di sepanjang tahun ini, tentunya masih terkenang dalam benak kita berbagai peristiwa yang terjadi, baik itu mengembirakan maupun menyedihkan. Kita pernah tersenyum dengan datangnya suka cita, namun banyak juga kesedihan yang mengiringi tahun ini, banjir, gempa, tanah longsor serta bencana alam lain yang terjadi di beberapa daerah dan banyak memakan korban.


Dengan berakhirnya tahun 2010 dan berganti dengan tahun 2011, pastinya banyak diantara kita yang memberikan berbagai macam makna. Salah satunya adalah mensimbolisasikan datangnya tahun baru dengan adanya harapan baru, tahun baru dijadikan sebuah momentum untuk menjemput perubahan. Tentu yang dimaksudkan adalah perubahan yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Apalagi sebagai masyarakat negeri ini kita sudah lama mengharapkan adanya perubahan yang sampai sekarang masih jauh dari harapan.


Namun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat kita yang memaknai tahun baru dengan tradisi berupa perayaan yang dipenuhi kemeriahan dan keunikan, itu tidak hanya terjadi di daerah-daerah tertentu seperti kota-kota besar, melainkan juga di pedesaan. Meski sebenarnya kita menyadari bahwa perayaan-perayaan tersebut sama sekali tidak merubah lajunya sang waktu yang tidak mengenal baru ataupun lama. ”Upaya dan langkah nyata kita untuk mewujudkan harapan baru yang sebenarnya paling penting”.


Dari hal itu disadari atau tidak, istilah tahun baru hanyalah sebuah momentum yang sengaja di ciptakan oleh manusia. Berbagai acara yang diselenggarakan secara meriah untuk menyambut tahun baru sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita tiap tahunya, tanpa dikoreksi atau di kritisi lagi. Sebenarnya hal itu tidak terlalu menjadi persoalan, tetapi yang menjadi masalah ketika kita justru lebih mementingkan perayaan dibandingkan pemaknaanya.


Sekedar bercermin terhadap diri kita sendiri, tahun baru tidak harus berarak-arakan, meniup terompet, terjaga sampai pagi atau tertawa riang. Tetapi mari kita maknai dengan refleksi diri, apa yang telah kita lakukan sepanjang tahun lalu dan bagaimana mengupayakan perubahan secara positif ditahun berikutnya untuk diri kita, keluarga, lingkungan, masyarakat dan negeri ini, sesuai dengan peran kita dan meski dimulai dari hal yang paling kecil.


Tentunya dengan cara koreksi diri kita bisa belajar dari kesalahan-kesalahan tahun lalu. Kita harus optimis untuk berusaha mewujudkan harapan-harapan baru tersebut, sehingga tahun baru ini tidak seperti tahun-tahun yang lalu dimana kita sekedar memperingatinya sebagai momentum semata, karena jika itu masih menjadi cara sama kita mewarnai tahun baru, lantas dimanakah sisi perubahan itu.


Untuk mewujudkan harapan baru ini memang perlu kerja keras, kesungguhan dan berdoa. Banyak peristiwa ataupun kejadian yang terjadi dalam pemerintahan negeri ini, semua peristiwa seakan merepresentasi perilaku pengambil kebijakan, pemangku keputusan kepada kita sebagai rakyat kecil yang harus diayomi. Pemerintah rasanya sampai saat ini belum berhasil mendapatkan simpati dan dukungan rakyat yang telah mempercayai mereka lewat proses Pemilu yang demokrasi..


Sebagai masyarakat awam kita mungkin tidak dapat melihat keadaan yang sudah terjadi sebagai peristiwa hukum, politik maupun ekonomi. Tapi secara jujur semua itu dapat terbaca dan membuat kita tahu bahwa bangsa ini memang harus berbenah disetiap sektor yang ada. Sudah cukup banyak rezim memimpin negeri ini, namun masih saja negara kita dirundung berbagai masalah.


Dari hal itu, tentunya kita berharap agar di tahun yang baru para pengambil kebijakan negeri ini serius dan sensitif dalam menjalankan amanah yang telah diberikan kepada mereka. Kita berharap pengharapan dan ini jangan hanya menjadi doa ataupun slogan semata, tapi harus menjadi niat yang dapat diwujudkan. Semoga tahun 2011 adalah tahun kebaikan untuk kita dan negeri ini.

19 Des 2010

Buat Cendikiawan negeri ini.

Disaat tunas, awalnya berusaha sekuat tenaga mengajari 'tabiat' untuk dapat jalan dan berbicara sesuai kata hati, namun selanjutnya justru menghabiskan waktu untuk menyuruh 'tabiat' tersebut duduk dan diam. Hingga menjadi kebimbangan kapan harus bangkit atau diam saja. Sepertinya karena nurani sudah terlalu peka terhadap ketimpangan, hingga selalu jadikan keraguan dan prasangka sebagai tolak ukur terhadap apa yang terjadi. Mereka benci dihujat tapi juga tidak suka dipuji, tapi terkadang kita harus memilih salah satu agar kemunafikan tidak bersarang dalam diri".

"Berbicara jujur dan lantang tentang segala krisis yang terjadi, lebih banyak berbekal prasangka dan hujatan. Memang tidak mengapa asal itu masih dari nalar pikiran yang satu dalam tujuan, tapi bagaimana jika malah memprofokasi diri untuk menjadi manusia yang selalu membangkang tanpa pernah mensyukuri. Meneriakkan perubahan demi harapan dapat tercapai sedini mungkin, tapi kerap tanpa melihat situasi dan kondisi . Terlalu memaksa keinginan sendiri sebagai harga mati, meski diri belum tentu dapat membuktikanya sendiri ".

"Tidak semua mereka harus dihujat, karena ada juga yang sama atau bahkan mengharuskan kita menaruh hormat. Mental bejat bukan hanya milik yang terlihat penjahat, maka awasi juga mereka yang penampilanya menipu. Lihat-hayati dan resapi fakta dari keadaan, dari hal itu kita bisa lebih tepat untuk bertindak".

"Mari berpikir rasional sebagai bukti bahwa kita memang melakukanya dengan moral. Tujuan baik dicapai dengan cara baik, bukan membakar, rusuh, dan mencari-cari biang keladi yang hanya membuat kita saling benci. Itu semua tidak akan menemui titik temu. Kita melihat yang sudah hancur, namuan jangan malah semakin meluluh lantakkan".


13 Des 2010

Kata Bapak Tebe

Mereka juga manusia, tak perlu ditakuti....
gunakan tradisi premanisme bangsa kita "hajar pake duit", dijamin beres urusan!!!
terkecuali mereka termasuk dalam segelintir orang kolot negeri ini yg masih percaya dgn kata "kejujuran",.
Tapi ...rasanya tidak mungkin....bahkan penduduk dunia di zaman sekarang sudah menganggap kata-kata seperti itu hanyalah mitos, layaknya sama dengan kata "ihklas, ibadah, dan lain sebgainya".
Itu sudah dianggap hanya sebagai dongeng tentang orang-orang dahulu kala yg konon pernah takut secara penuh pada Dia.
Dari pada bingung, enggan menjadi orang munafik yang pura-pura kolot, atau takut terkontaminasi kekinian zaman , maka mending coba terapkan cara berpikir yg merupakan perpaduan antara apa yang sudah dianggap kolot dengan kemodernan cara pikir kita sekarang ini.
Artinya bukan hanya percaya secara penuh dgn kata kejujuran, ihklas, ibadah atau hal-hal lain yang lebih mengedepankan sisi nurani saja, tapi gunakan juga logika yang membuat kita tahu kenapa harus percaya dengan hal-hal tersebut...
Semoga dengan begitu akan menjadi paham, karena itulah yg paling penting.
Selama ini kita sendiri tidak pernah paham untuk apa hadir disini....
Jika sudah begitu, maka tidak akan pernah ada ketakutan akan kegagalan dalam hidup ini, dan menyadari bahwa satu masalah yang ada hanya setetes dari luatan samudra masalah kehidupan yang akan kita lewati sepanjang hidup ini....

10 Des 2010

Ikrarku

Tubuh ini gemetar hebat siang tadi, ketika saya bersumpah di atas sajadah.... "Demi Allah saya akan berhasil…!” Hanya kalimat itu yang saya ucapkan hingga ratusan kali, meski tidak menangis, atau histeris…! Wahai kawan, kalian tahu kenapa saya sampai seperti itu? Karena saya menyadari, saya sudah kehilangan semuanya! Ya, semuanya! Kawan semakin menjauh karena kesibukan dan cara pikir kami yang takan pernah sama, semua saudara dan keluarga jauh dari tempat saya berada, selama ini saya juga tidak menabung apa-apa dari hasil jerih payah pekerjaan, dan kini rasanya semua mencampakkan saya. Mereka semua sudah tidak mau menyapa saya dan membiarkan saya sendiri!.

Tidak ada jalan lain bagi saya untuk mendapatkan semuanya kembali, kecuali saya harus berhasil. Saya berpikir, tidak apalah kini mereka mencampakkan saya sendirian, tidak ada tempat mengadu, tidak ada teman, berusaha dengan daya pikir saya sendiri, dari dulu saya memang berdiri di kaki sendiri!

Tapi yang paling berat bagi saya kini, adalah harus kehilangan ‘cinta’ kalian semua. Cinta dari teman, cinta dari saudara, cinta dari orang tua, cinta dari dunia tempat saya hidup. Tapi masih ada cintaNya yang kuyakini dapat membuat saya berhasil, dan suatu saat nanti akan kurengkuh semuanya kembali. Tunggulah aku kawan, saudara dan orang tua yang kucinta.

Aku juga sama sekali tidak pernah melupakan seorang hawa disana. Ini juga untuk kau yang tetap setia menantiku, hanya kau selain Dia yang tetap mencintaiku. Tak perlu namamu disebutkan karena aku tahu kau tak perlu itu….

9 Des 2010

Gie Sang Demonstran Sejati

Suatu hari di puncak semeru yang diselimuti kabut dingin, seorang pemuda berdiri di sana. Dia lahir di Jakarta, di bulan ini, enam puluh enam tahun yang lalu, tepatnya 17 desember 1942. Perawakanya kecil, penampilanya tidak menarik, tindak tanduk dan percakapanya lain dari kebiasaan. Sikapnyapun aneh, di atas gunung yang cuacanya menggigit tubuh, ia malah bercelana kolor hingga ke perut.

Dan dibulan ini juga, empat puluh satu tahun yang lalu. Udara di gunung semeru buruk, tapi tak jadi masalah bagi pemuda berperawakan kecil itu untuk merayakan ulang tahunya yang ke -27. Tapi keinginan hanyalah keinginan. Pristiwa itupun terjadi, gelagatnya semakin aneh, bergaya meniru harimau, ia merangkak-rangkak lantas mengaum-ngaum, itulah sebenarnya yang menjadi tanda. Semua sudah digariskanNya, saat itu si pemuda dipanggil. Gas beracun di puncak gunung semeru yang menjebaknya.

Kalimat ini tercipta atau lebih pantasnya kujiplak, setelah buku catatanmu habis kubaca. Kemudian dengan hati yang patah dan sedih aku mengenangmu, seorang demostran yang telah lama meninggalkan kami. Kami yang menjadi pemuda sekarang, mengenal namamu seperti mitos. Tapi bagiku kau tetap seorang idealis murni, kau pemuda yang jujur, terbuka dan cerdas. Kau manusia berjiwa bebas, segala yang pernah kau teguk ditebus dengan keberanian luar biasa.

Pendirianmu keras dan utuh, kau ngotot dalam mempertahankan prinsip, selalu berteriak tentang ketidak becusan yang ingin kau luruskan. Kau berani tancapkan tonggak kebenaran dan keadilan. Keberanianmu bukan sekedar gagah-gagahan seperti apa yang dilakukan kami pemuda zaman sekarang. Kau reformis yang sering difitnah sebagai radikal. Kau selalu berusaha mencari kebenaran dan keadilan. Kau tak pernah kapok, jera ataupun takut pada kebatilan. Landasan itu yang kau pegang untuk terus kau cari sepanjang hidup, dan dapatkah aku berusaha mengikuti jejakmu. Sejarah mencatat kau dan perjuangamu, aku membaca dan tak kan pernah melupakanmu.

Kau bukan burung merak atau rajawali, tapi dapat bebas mengepakkan sayap untuk mengarungi kebebasan, tindakanmu tetap diusahakan selaras dalam kesederhanaan. Betapa bebas jiwamu, kau tidak merasa terikat pada tradisi dan ikatan-ikatan pibadi. Kau berpedoman pada hati nurani yang bersih, terus terang dalam kepolosan.

Sebagai pengantar penutup tulisan ini, aku berikrar “kilahmu akan tetap bergaung, tak cuma berhenti di halaman terakhir buku ini. Kau patriot yang pantas disebut sejati. Cintamu pada tanah air yang tak bisa lepas , adalah apa yang harus kami contoh”.

Kau dan aku sama memandang Nasionalisme, kita sama tidak mempercayai slogan, karena Nasionalisme tidak mungkin tumbuh hanya dengan itu. Seseorang dapat mencintai secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai negeri ini dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia dan masyarakatnya dari dekat. Artinya kita harus paham dan mengerti jati diri kita sendiri.

Aku berkali-kali mengeja namamu yang susah “ Soe Hok Gie”…

Kemudian terdiam dan kaku, entah apa lagi yang harus kukatakan dari banyaknya hal dan kisah tentang mu.

2 Des 2010

Berbudaya Tanpa Lupa Diri Sebagai Umat Beragama

Mereka yang dulu atau kita yang kini tetap memijak bumi yang sama,

meski kian kesini peradaban terus berkembang menjadi semakin beda,

kita dan mereka hanya bisa pasrah sebagai generasi yang terlempar disuatu masa,

hingga sampailah pada zaman yang mengusung kemajuan sebagai realita,

mempengaruhi seni dan budaya yang sangat dekat dengan pemuda.

Kita kepingan generasi kesekian yang turut ciptakan revolusi ini,

kita manusia muda yang kerap terjerat hasrat karena sarat imajinasi,

namun tetap kodrat lahiriyah kita sebagai insan Ilahi

berdayakan sisi religi untuk peran kita yang tidak berakhir sampai disini.

Ada pertanggung jawaban yang harus kita tebus di alam sana nanti.

Budaya dan seni sobat karib dalam peranjakkan usia kita,

dipahami dengan tindakan yang kerap memberi andil bagi keduanya.

Kita penghuni zaman maju yang cendrung tak mau kaku oleh norma,.

serba bebas memuja logika adalah realita umum tentang budaya kita,

makna seni bercabang jadi persepsi yang sekedar memaknai rasa.

Lantas inikah cermin jati diri kita sebagai insan Ilahi,

bila budaya dan seni di zaman kini terselip tindakan yang jauh dari sisi religi.

Kebudayaan telah menjadi cara pandang yang hanya berkisar tentang hidup dan dunia,

mengekspresikan seni juga sekedar cara memuaskan hasrat atas rasa keindahan semata.

Realita yang terbaca ini seakan cerminkan sikap kita yang hanya terbata dan meniru sesama kita.

Sedangkan kita punya pedoman agama yang mengatur semuanya secara benar dan hakiki,

di dalamnya tersirat cara kita berbudaya sebagai mahkluk sempurna yang berakal dan nurani, bukan kebebasan terlalu yang sebenarnya semakin menjauhkan kita dari sifat manusiawi.

Seni pun sebenarnya adalah cara kita berdayakan talenta yang merupakan anugerah Ilahi,

maka ciptakanlah keindahan yang tidak sekedar dinikmati tapi juga suci dimaknai relung hati.

Tunjukkan cara kita berbudaya dan berseni merunut pedoman benar agama kita.

Karena segalanya telah tertata secara hakiki atas kita yang tak sanggup mengelak aturanNya.

Sadari maksud kita diciptakan untuk meniti makna disebalik daya dan upaya,

karena seperti inilah zaman yang sesungguhnya diimpikan oleh kita sebagai pemuda,

berbudaya dan luapkan semangat muda melalui seni tanpa lupa diri sebagai manusia beragama.