My Adsense

1 Jul 2012

Samakah Iman Kita



            Pagi ini, indah seperti biasanya. Di dalam ruang tamu sebuah rumah kontrakan kecil, sambil menyeruput secangkir kopi hangat, kupangku putri semata wayangku Dila, yang sedang asyik bermain dengan bonekanya. Boneka itu, hadiah ulang tahun pemberian dariku yang nanti dalam cerita ini mempunyai kisah  tersendiri.
            Wanita yang paling kucintai juga duduk disampingku, merekah senyum kami berdua ketika melihat tingkah lucu putri kami. Aku memang tidak dapat menyembunyikan raut keceriaan yang terpancar dari wajahku akhir-akhir ini, kecintaan pada wanita yang sedang berada disampingku ini semakin bertambah setelah kutahu bahwa dia sedang mengandung. Mengartikan bahwa kini kami sedang menanti kelahiran satu lagi benih cinta dalam keluarga.
            Setidaknya memang begitu keharmonisan yang terlihat dikala pagi sebelum aku berangkat kerja. Aku berusaha menyempatkan diri bercengkrama bersama keluarga kecilku, bercerita sejenak tentang apa saja yang telah atau mungkin akan dilewati hari ini. Mereka berdualah adalah cinta sekaligus asaku, selayaknya aku yang juga tulus mereka cintai dan tempat menumpukan harapan. Meskipun dari segi penghasilan, aku hanyalah seorang karyawan restoran.
            Pagi ini akupun tidak memiliki firasat apapun tentang kejadian yang akan kulalui. Karena seperti biasa, aku berusaha membiarkan hidup mengalir sesuai kehendaknya, karena bagi orang biasa sepertiku, hanya doa dan kerja keras yang menjadi modal untuk dapat bertahan hidup.   
            Setelah berkeluarga dan menjadi seorang ayah, aku semakin giat berusaha melakukan pekerjaanku dengan ihklas dan sungguh-sungguh, semua itu demi menafkahi keluarga yang kucintai. Menjadi tulang punggung keluarga adalah kewajiban dan kebahagianku, selain tersirat pula keinginan besar yang lain untuk dapat membahagiakan kedua orang tua di usia senja mereka.

            Ayah dan Ibuku berjarak jauh ribuan kilo dari lokasi kota aku berada sekarang ini, bahkan harus melanggar beberapa pulau jika aku ingin berjumpa dengan mereka. Usia mereka juga sudah semakin tua beriringan dengan tubuh yang sudah tidak kuat lagi. Disana mereka mencari nafkah dengan berjualan barang kebutuhan sehari-hari di sebuah kios kontarakan kecil, tinggal dirumah bersama adik-adikku yang masih sekolah dan keluargaku yang lain.
            Hanya aku anak mereka yang merupakan satu-satunya keluarga yang berani untuk pergi jauh merantau hingga sampai ke Ibu kota. Selepas SMA niat awalku adalah melanjutkan kuliah, tapi kedua orang tuaku hanya sanggup membiayai kuliahku sampai semester 4 saja, drop out adalah pilihan yang terpaksa harus kuterima meskipun orang tuaku bersikeras akan berusaha mencarikan biaya tambahan. Aku hanya tidak tega jika mereka harus meminjam uang sedangkan masih ada adik-adikku yang lain harus dibiayai sekolahnya.
            Kejadian itu sempat membuat aku putus asa, tapi aku bersyukur karena Allah Maha Penyayang dan Dia tidak menjadikan keputusasaanku itu berlangsung lama. Akhirnya aku mendapatkan pekerjaan di sebuah restoran meski hanya dengan bermodalkan Ijazah dan kuliahku yang tak selesai. Untuk menjadi seorang pelayan restoran syarat yang paling penting adalah keramahan dan mungkin hal itu juga yang dilihat oleh atasan untuk menerimaku sebagai karyawan.
            Orang tuakupun mau tidak mau menerimanya meski harapan mereka untuk bisa melihat aku menjadi seorang sarjana telah sirna, setidaknya aku tidak luntang lantung di Ibu kota setelah putus kuliah. Untuk pulang dan bekerja disanapun rasanya kecil kemungkinan karena lapangan pekerjaan yang ada tidak begitu banyak dan bervariasi. Dari hal itu aku membulatkan tekad, harus dapat berhasil di Ibu kota ini meski bukan dengan gelar sarjana, aku harus bisa membahagiakan orang tua dan keluargaku suatu saat nanti.
            Setelah setahun bekerja, aku bertemu dengan wanita yang sekarang telah menjadi istriku. Pertama kali aku melihat dia adalah pertemuan yang tidak disengaja tanpa mengingkari takdir yang mungkin saja bermain disitu, waktu itu ada traning penerimaan karyawan baru di restoran tempat aku bekerja dan aku ditugaskan untuk membantu mengenalkan cara-cara melayani pengunjung kepada beberapa calon karyawan baru, salah satu diantara mereka adalah gadis bernama Yanti yang kini telah menjadi istriku.
            Tidak lama jangka waktu kami berteman dan saling mengenal, hanya dalam waktu 6 bulan akhirnya aku berani mengutarakan niat tulusku yang menginginkan dia untuk jadi pacarku. Ternyata perasaankupun tak salah karena diapun punya perasaan yang sama, dan di hari itu resmilah kami berdua menjadi sepasang kekasih.
            Dalam hal pekerjaan Alhamdulillah aku juga beruntung karena dianggap baik oleh atasan hingga mendapat kenaikan gaji. Entah mungkin hal itu juga yang mempengaruh hubungan berpacaran kami yang rentang waktunyapun tidak terlalu beda dengan masa berkenalan kami, hanya dalam waktu 7 bulan aku telah yakin untuk mengajak Yanti agar bersedia menjadi istriku.
            Segalanyapun dimudahkan untukku, setelah mendapat restu dari kedua orang tua, dalam masa cuti selama 2 minggu aku pulang bersama Yanti dan kedua orang tuanya untuk mengadakan acara pernikahan, bukan acara pernikahan besar karena hanya mengundang keluarga kedua belah pihak dan mengingat penghasilanku yang tentunya terkuras habis untuk acara pernikahan.
                 
            Waktupun terus berlalu, sebenarnya ingin sekali aku bisa sering pulang untuk menjenguk kedua orang tuaku, tapi semua harga kebutuhan sekarang ini sudah tidak seperti dulu lagi dan untuk ongkos saja aku masih terkendala dengan penghasilanku sebagai karyawan restoran yang kini sudah sangat pas-pasan.      
            Terlepas dari semua harapan dan rasa cintaku terhadap orang tua yang jauh disana, seperti yang telah kuceritakan tadi, ada yang sangat kunanti-nanti dalam waktu dekat ini. Atas izin Yang Maha Kuasalah akan tiba pula saat yang dinantikan. Ingin kupercepat waktu seandainya bisa, supaya segera hadir saat dimana aku dapat menyaksikan kehadiran satu lagi benih cintaku di muka bumi ini. Andai saja….

Dilokasi yang berbeda…

            Dipagi yang sama, sepertinya di sebuah ruangan kamar hotel, seorang lelaki tampak sedang sibuk berkonsentrasi mengerjakan sesuatu. Diatas kasur terlihat hamparan beberapa komponen keelektrikan yang berbeda ukuran dan jenis, berutas-utas kabel warna-warni bertebaran di lantai. Kalau tidak salah, sepertinya dia sedang merangkai komponen-komponen itu menjadi satu kesatuan peralatan, orang ini mungkin memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan listrik atau kelektrikan. Entahlah, hanya dia yang benar-benar paham apa yang sedang dikerjakan.
            Ruangan tempat lelaki itu berada adalah kamar di salah satu hotel termewah yang ada di negeri ini. Ternyata sudah sekitar 3 bulan dia menjadi penghuni hotel, dan menurut rencana hari ini adalah yang terakhir dia berada di sini. Setelah selesai menyelesaikan pekerjaannya tadi, dalam waktu yang tidak terlalu lama terlihat semua barang-barang itupun telah rapi dimasukkan ke dalam dua buah tas ransel.
            Dari penampilanya, lelaki ini cukup menarik untuk dipandang. Raut wajahnya yang tenang biasanya menandakan kesopanan budi pekerti dan halus tutur kata. Tapi mungkin saja itu hanya prasangka yang sudah menjadi kelumrahan masyarakat di negeri ini, seperti aku yang terbiasa menilai seseorang dari penampilan luarnya terlebih dahulu.

            Jika merunut kemasa yang telah lalu, ternyata juga ada sekelumit sejarah yang patut diketahui tentang lelaki ini. Dia cukup lama pergi meninggalkan keluarganya tanpa kabar berita, dengan sebuah alasan yang hingga sekarang hanya dia yang tahu. Namun karena begitu besar keyakinan keluarga padanya, membuat mereka rela dan mendukung niat lelaki itu untuk pergi menggapai apa yang diinginkan. Lelaki dewasa memang harus begitu, aku setuju jika maksud dia pergi meninggalkan keluarganya adalah untuk mencari masa depan yang lebih baik, bukankah itu semua dilakukan demi keluarga yang dia cintai juga.
            Ada juga hal menarik lain mengenai lelaki ini. Semenjak muda dia gemar menuntut ilmu apalagi ilmu agama, hingga dilingkunganya dia terkenal alim dan pandai, itu adalah sebuah kelumrahan bagi orang yang telah terpahamkan oleh ilmu yang selama ini dipelajarinya. Terpahamkan??. Pemahaman-pemahamanya juga yang mengantarkan dia menemukan banyak kawan, tergabung dalam beberapa komunitas kemasyarakatan atau kelompok yang sama-sama memperjuangankan apa yang dianggap benar.

            Hotel ini memiliki sebuah restoran dan disinilah aku bekerja sebagai karyawan atau lebih tepatnya pelayan yang bertugas melayani pesanan makanan dari pengunjung. Ternyata hari ini aku terlalu cepat sampai, masih terlalu pagi dan belum banyak pengujung yang datang. Namun pasti sebentar lagi, karena biasanya disaat jam penghuni hotel mulai melakukan aktifitas, kebanyakan dari mereka akan sarapan di restoran ini.
            Dan seingatku pagi ini menjadi hari yang termasuk dalam agenda pertemuan mingguan rutin sekelompok pengusaha, mereka bukan orang-orang sembarangan, mereka adalah pengusaha-pengusaha penting yang kebijakanya ikut mempengaruhi keadaan ekonomi di negeri ini, bahkan terkadang sesekali menteripun ikut bergabung bersama mereka.
            Aku bisa mengetahui hal itu karena bukan baru satu kali mereka mengadakan pertemuan di restoran mewah tempat aku bekerja ini. Restoran yang berada di dalam lingkup hotel mewah tentulah berkelas dan pengunjungnya juga kebanyakan adalah orang-orang yang perekonomianya sangat mampu, tamu yang menginap atau pengunjung restoran inipun bukan hanya orang lokal tapi banyak juga merupakan wisatawan asing.
            Dari hal itu, maka merupakan keharusan jika keamanan dalam hotel sekaligus restoran ini sangat diperhatikan. Penjagaanya ketat tapi diusahakan tetap menjamin kenyamanan tamu hotel atau pengunjung restoran. Tidak berapa lama kemudian restoranpun sudah mulai ramai, aku mulai disibukkan dengan pekerjaan rutin, melayani dengan ramah para pengunjung yang ingin mendapatkan sarapan pagi.
            Beberapa pengusaha penting itu juga sudah mulai datang, mereka langsung menempati meja khusus yang sengaja disediakan. Aku berjalan menghampiri salah seorang dari mereka yang sudah cukup kukenal, bos besar pemilik salah satu perusahaan waralaba termuka di negeri ini. Sikapku lebih terlihat seperti basa basi sewajarnya seorang pelayan restoran, mengawali dengan senyum dan tegur sapa, kemudian melaksanakan tugas untuk mencatat pesanan yang mereka inginkan.
           
            Dari jarak yang tidak terlalu jauh, sosok seorang lelaki berjalan perlahan memasuki pintu penghubung antara hotel dan restoran. Sambil menenteng sebuah tas dan menyandang ransel di pundaknya, dia berjalan semakin mendekat. Ternyata, jadi juga dia check out pagi ini, dan mungkin dia ingin terlebih dahulu sarapan sebelum pergi.
            Wajah lelaki ini memang sudah tidak asing bagiku, dia sudah menjadi pengunjung tetap di restoran ini selama 3 bulan terakhir. Aku bahkan sudah hafal kebiasaanya setiap datang, setelah memesan makanan dan minuman, dia langsung memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela, mungkin agar dapat melihat pemandangan pagi di luar restoran. Sejak awal, jika berada di restoran ini, dia memang sering sekali mengamati keadaan sekitar.
            Penampilanya rapi namun sedikit nyentrik, tapi entah dari segi mana aku melihatnya. Dia jarang bicara dan sepertinya memang seorang diri menginap di hotel ini, namun murah tersenyum setiap berpapasan dengan siapa saja di restoran, termasuk padaku. Sikap ramahnya itu yang membuat aku beranikan untuk mengobrol denganya disuatu siang. Waktu itu dia sedang menuggu pesanan makan siang, secara tidak sengaja juga disiang itu aku melihat dia sedang mengamati foto seorang anak gadis.

            Pembicaraan pun terjalin, akupun akhirnya tahu bahwa wajah yang ada di foto itu adalah anak gadisnya yang sudah lama tidak dijumpai. Hal itu membuat aku menemukan bahan pembicaraan tentang anak gadisku yang seumuran dengan anaknya. Kemudian dalam perbincangan selanjutnya dia tidak banyak bicara, lebih banyak menyimak dan mengguratkan senyuman saja ketika aku sedang bercerita.
            Tapi ada satu hal yang menarik, seakan ingin mengakhiri pembicaraan kami kala itu, dia mengeluarkan sebuah boneka beruang dari saku jaketnya yang berukuran besar. Boneka itu diberikan kepadaku, “Berikan ini sebagai hadiah untuk putri kecilmu”. Serba kebetulan karena ternyata beberapa hari lagi anakku memang akan berulang tahun, dan boneka itu akan kuberikan sebagai hadiah ulang tahun putriku nanti.
            Begitulah aku menceritakan awal perjumpaanku dengan dia, lelaki yang sedikit misterius dan beberapa bulan ini sering kujumpai.

            Kemudian aku menghampirinya karena diapun sedang berjalan menuju ke arah meja tempat diadakanya pertemuan oleh para pengusaha tadi. Tapi tampaknya si bos yang kukenal tidak berada di tempatnya, terakhir aku meilihat dia berjalan kearah toilet.

Namun,…. selang beberapa detik setelah itu, aku tidak ingat beberapa kejadian selanjutnya.

            Aku baru tersentak sadar, ketika kepala bagian kananku terasa sangat ngilu, seperti terkena hantaman benda keras yang sangat kuat. Ketika membuka mata, terkejut melihat seluruh bajuku bersimbah darah, dan aku terkapar di samping trotoar. Aku tahu tempat ini adalah jalan yang terletak di depan restoran, tetapi kenapa aku disini ?.
            Seluruh anggota tubuhku yang lain seperti mati rasa, kedua tangan dan kakiku tak dapat bergerak seperti tidak melekat di tubuhku lagi. Aku belum sempat memastikan apa yang terjadi pada tubuhku, sebelum akhirya kembali tidak sadar.
Hanya sayup-sayup aku mendengar suara seseorang sebelum sepenuhnya tak sadarkan diri, itu adalah suara si bos. “Restoran telah di bom”.