My Adsense

31 Okt 2008

(CERPEN)Cinta Yang Nyaris Pupus





Keremangan suasana, menambah kesunyian ruangan. Yang terdengar hanya lagu yang berbisik syahdu, alunan syair “Patah Hati” lirih bersenandung. Sebuah ruangan sempit, tidak ada yang menarik di dalamnya. Di kamar ini, hanya terdapat beberapa perkakas usang, yang sedikit saja bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.

Tubuh bertelanjang dada yang sedang gontai, biarkan bebas terbujur di lantai tanpa beralas apapun. Semakin lunglai dengan bayangan pikiran yang terawang-awang. Saat ini, aku tidak dapat membedakan antara redup cahaya lampu atau penglihatan sendiri yang sedang sayu.

…Masih ada sedikit sadar,…semua barang di kamarku ini telah berserakan, berantakan dan tidak tertata rapi seperti biasanya. Sayup-sayup terlihat segala yang ada di hadapanku, cairan bening itu masih tersisa dalam botol bermerek Chevas Reagal. Seingatku, yang sebagian lagi telah kuteguk sendiri, perlahan kutuang sesuai takaran seloki.

Dalam situasi lelah untuk berpikir, hanya aku dan isi kepala yang menghuni ruangan pengab ini. Yang ku inginkan sekarang hanya tidur dengan lelap sekali. Entah dalam keadaan apa aku akan terbangun nanti, mungkin esok aku pun tidak menyadari sebagian hal yang telah kulakukan malam ini.
Yang jelas, perasaan itu tentunya masih terasa perih di hatiku…

Dia gadis yang telah meluluh-lantakkan hati batu ku pada pandangan pertama. Parasnya yang anggun, tidak kalah sempurna dengan keramahan sikap yang terpancar di keseharianya. Senyumnya yang terlihat tulus dalam setiap persuaan, ditebarkan kepada siapa saja orang yang dikenal.

Tapi, senyuman itu tidak pernah ditujukan pada diri ku. Karena hingga detik ini, gadis itu sama sekali tidak pernah mengenal aku. Apa yang tersirat hanyalah penafsiran dari apa yang kuperhatikan secara sembunyi-sembunyi, setelah perjumpaan waktu itu (kami saling memandang ketika sedang berada di perpustakaan kampus). Hanya pandangan sesaat, setelah itu dia pun berlalu dengan segala keanggunanya, dan tidak pernah tahu bahwa kekagumanku terus membekas hingga detik ini.

Semenjak itu, isi pikiran dalam kepalaku semakin dekat dengan sosok bayanganya. Apalagi setelah mendengar kabar, bahwa dia baru saja “Patah Hati”. Aku pun mulai merencanakan sesuatu diiringi niat yang tulus untuk dapat mendekatinya. Sebuah keinginan yang bermuara dari pikiran ku sebagai manusia awam dalam menyatakan cinta.

…tidak langsung menjumpainya…” bukan karena cara itu terkesan terlalu dini bagi seorang pria untuk mendekati wanita”, tapi hanyalah dalih untuk menutupi sikap ku yang sering “bodoh” jika berhadapan dengan “cinta”. Pantaslah jika aku belum pernah mengenal “cinta sejati”, karena “perkenalan” yang merupakan awalnya saja aku tidak pandai melakukanya.

Akhirnya, hanya dengan “sembunyi”yang dapat kulakukan. Jika itu dikatakan “perkenalan”, mungkin hanya pikiranku sendiri yang memakluminya. Untaian kata-kata yang menjadi modalku, ku guratkan kalimat-kalimat tulus yang mencurahkan luapan keinginan untuk dapat berkenalan denganya.

Aku tetap menjadi manusia “bodoh” untuk mengungkapkan cinta. Besar perasaan yang tak terbendung, seakan cukup kukiaskan dengan kata-kata yang hanya dapat bersua lisan denganya. Aku tidak tahu, atau mungkin perasaanku saja yang mengatakan hal itu dapat membuat dia penasaran.

Walau mendapat balasan, lisan ku disambut dengan lisan pula. Sesungguhnya bukan dia pemeran utamanya, aku yang membuat keputusan jika ingin perkenalan ini menjadi nyata. Terkecuali aku betah menjadi manusia “bodoh”, bahkan bertambah “dungu” untuk ingin diakui sebagai “sang pujangga antah berantah yang tersesat di peraturan cinta dunia nyata” .

Apa hendak dikata, aku memang belum siap semuanya menjadi nyata. Ternyata bukan hanya bodoh dalam mengungkapkan cinta, tapi aku juga sadar untuk bercermin diri. Mungkin ini sisi positif, karena “aku tahu diri”. Tapi yang mana dikatakan positif ?, jika rasa “tau diri” itu, sejak dulu telah membuatku merasa rendah di hadapan semua gadis.

Selanjutnya, aku hanya berkubang dalam perkenalan semu. Kami berdua masih tetap bertemu dalam dunia lisan, dunia yang dapat merubah ku menjadi insan menyenangkan sekaligus perhatian (sebuah perasangka yang mungkin hanya tumbuh di taman hatiku seorang).
Bisa saja dia membalas perkenalan lisan ini, hanya karena kebaikan hatinya yang tak tega menyakiti “manusia bodoh” yang begitu berhasrat karena cinta.

“Mustahil”…membuat gadis itu meyakini kesungguhan hati dari seseorang yang tidak pernah menampakkan seluk beluk perasaanya secara nyata, kecuali aku adalah seorang pangeran yang ketampanan dan kedermawananya sudah tersebar di berbagai kabar.

Tapi sebenarnya, jika gadis itu mempunyai keinginan untuk tahu siapakah orang “bodoh” yang memendam perasaan ini, mungkin dapat membuat secercah harapan….

“Aku adalah orang yang dapat memendam cinta sedemikian dalam. Bahkan rela bertahan untuk tidak memperlihatkan getas cintaku. Cinta dalam diri ku ibarat syair sendu yang sering menjadi inspirasi lamunan, sengaja kugubah dengan pengarang yang tidak diketahui. Biarlah tiap saat aku menderita karena rindu, walau kadang mencaci diri yang tak bernyali untuk mengungkapkan cinta.

Sesungguhnya, itu disebabkan aku yang tidak sanggup menerima penolakan, apalagi jika dikarenakan kekurangan diri yang seakan sudah terikat mati sebagai garis takdir. Akhirnya, aku hanya dapat membayangkan sang pujaan di dalam hati, bayangan yang kubuat indah dalam imajinasi, walaupun hanya merana ketika kembali ke dunia nyata.

Nasip perasaan yang kupendam ini, dapat diartikan sebagai deretan titik-titik yang kulalui dalam hidup. Akibat sikap yang sedari dulu konstan dalam melangkah, akhirnya tak sanggup menghadapi kenyataan. Biarkanlah takdir yang menjadi ujung dari titik nasip yang telah aku lewati.

Untuk mengungkapkan cinta, membutuhkan palu keberanian yang sanggup meluluh lantak kan kokoh sikapku yang penuh misteri,…
…Hingga kini, semua itu tak dapat kumengerti”….

Patut diketahui pula, dalam raga ini masih ada sifat lain yang juga dapat dikatakan sama “bodoh”nya. Aku adalah manusia yang suka berkeluh kesah. Sulit dipendam untuk sikap yang satu ini, dan sobat terdekat lah yang menjadi tempatku mengadu berbagai keluh kesah.

Sobat dapat membuat aku melupakan keruwetan isi kepala yang selalu penuh dengan rumus kehidupan, hanya sobat yang dapat menemani sepi hatiku karena merana tanpa cinta, mereka selalu menyanjungku agar yakin tidak ada kekurangan yang pantas membuat aku rendah diri.

Tapi untuk urusan cinta kali ini, ternyata aku salah berkeluh kesah pada sobat ku. Mungkin karena sanjungan yang sering diberikan, terkadang membuat aku malah lupa diri.

Pendaman perasaan cintaku semakin meluap-luap, khayalku selalu beralur cerita akan sosok gadis itu, ikhlas aku selalu berdoa agar bisa mendapatkan hatinya. Tapi dibalik semua itu, ternyata terselubung niat serupa dari seseorang.
“Sobatku ternyata juga memiliki perasaan yang sama”.

Aku tidak ingin tahu, hal yang melatar belakangi perasaan dari sobatku itu. Yang jelas, “aku lah penyebabnya”. Segala kisah yang kuceritakan tentang sikap dan keanggunan gadis itu, membuat sobatku terbawa perasaan untuk turut mengagumi, perlahan pun tumbuh menjadi benih cinta. Aku sering berkeluh kesah tentang ketidak berdayaan ku untuk mengungkapkan cinta pada si gadis, menjadikan sobatku tidak dapat lagi berpura-pura menyanjung sifatku, karena“aku memang pantas dikatakan bodoh”.

Benih cinta kepada gadis itu tumbuh dalam waktu bersamaan antara aku dan sobat ku. Segala kekurangan diri yang sering aku keluh kesahkan, membuat sobatku dapat memastikan, “aku tak mungkin menggapai hati si gadis”. Terbitlah niatnya untuk menjadi orang ketiga yang akan mewujudkan semuanya, meneruskan perjuangan cintaku, tanpa seijinku dan hanya untuk dirinya.

Aku “tercengang” setelah mengetahui kebenaran, “terkecoh” oleh persahabatan yang selama ini kuanggap baik.
Hanya beginikah arti persahabatan ?,
atau karena cinta dapat membutakan segalanya !.

Baru tersadar, jika selama ini aku hanya menanam benih pertemanan yang berakar kokoh di hatiku sendiri, “kebodohan” ku bukan hanya dalam memahami cinta, tapi juga dalam menilai teman.

Segala kelebihan yang berbanding terbalik dengan keadaan diriku, menambah keyakinan sang sobat untuk mendapatkan si gadis. Dia adalah orang yang berpengalaman mengenal cinta di dunia nyata, hingga dengan mudah mengatur strategi agar dapat mendekati gadis yang juga kupuja. “Semua kelebihanya yang sama sekali tidak kumiliki”.

Selama ini, aku hanya berkutat dalam pemikiran bahwa kemampuan untuk berjumpa dengan gadis itu memerlukan keyakinan diri, yang tercipta setelah terbentuk rasa sederajat,…terlalu lama aku memikirkan semua itu.
Kini, tinggal lah aku yang kalah dan sendiri, hanya dapat merenungi nasip yang selama ini mengikuti “kebodohan” sendiri. Tidak ada yang harus disalahkan, karena semua orang berhak mengejar cintanya. Apalagi cinta yang selama ini kujalani lebih pantas dikatakan mimpi. Hanya dalam dongeng 1001 malam kisah ini dapat berarti.

Satu kata, “Keikhlasan”, yang dapat ku lampiaskan terhadap sang sobat. Karena hanya akan lebih merana, jika menjadikan cinta mustahil ini sebagai biang keretakan persahabatan yang telah terjalin lama. Walaupun kalimat-kalimat itu, sebenarnya menari-nari di atas kepedihan hatiku. Tidak ada yang pantas dibenci selain sikap aneh ku sendiri, rasa benci yang telah berlangsung sejak lama, hanya saja sekarang ini kebencian itu semakin bertambah.

Setelah kejadian itu, walaupun kecewa, paling tidak aku telah berjiwa besar. Untuk kesekian kalinya aku menambah perbendaharaan dalam kamus pengalaman hidup, semoga semakin pandai mengartikan sikap yang selama ini menjadikan aku “bodoh”.


Kumandang Azan Shubuh membangunkan ku dari lelap. Aku masih setengah sadar, menanti kembalinya keseluruhan raga dari alam tidur. Sejak terlelap semalam, jiwa ku kemudian terbawa mimpi yang menemani tidur, bersamaan dengan perasaan yang sedang pilu.

Setelah sadar, ternyata keadaan kamarku masih seperti biasanya. Barang-barang dan perkakas yang ada tetap berada di tempatnya. Hanya beberapa lembar kertas yang berserakan di lantai. Aku mengingat-ingat, …sepertinya semalam aku juga sempat mendokumentasikan kisah “Patah Hatiku” ini lewat tulisan cerita pendek.

Tak terdapat rupa botol bermerek Chevas Reagal atau apapun sejenisnya di kamarku ini. Kegundahan hati karena cinta kali ini, tidak sampai menggiring aku kembali ke masa yang pernah membuat hidupku tak terarah. Bergegas ku ambil wudhu, menebar sajadah, kemudian kerjakan kewajiban sebagai seorang Muslim, menunaikan Shalat Shubuh.

…Aku pernah membenci kekurangan diri, karena kuanggap menjadi penyebab penderitaan hidup. Tapi, setelah itu muncul kesadaran bahwa apapun yang kupunyai saat ini, yang kuharapkan nanti atau segala keinginan demi hasrat duniawi, semuanya tidak lebih dari kekosongan yang tidak penting.

Tujuan utama aku hidup hanya akan kembali kepada satu asal-usul yang kekal. Keikhlasan dan mensyukuri atas apa yang telah diberikan Ilahi serta tidak menyia-nyiakan hidup, yang akan menjadi bekal untuk perjalanan ke sana nanti.

Dalam sujudku aku menyembah Mu Ilahi, teriring mohonku untuk kesekian kalinya, agar segala cobaan yang kuhadapi adalah cara Mu untuk menjadikan aku semakin tegar menjalani hidup dengan keimanan. Keyakinan ku pada Mu yang akan membiarkan uluran waktu mempertemukan aku dengan cintaku.

Dalam doa ku, kutengadahkan jiwa penuh harap, tetapkan hati memohon pertolonganmu. Getar lidahku, tak lain hanya untuk menyebut, mengingat dan berdzikir dengan nama-Mu. Akulah manusia hina, ketika usahaku sia-sia, jalan yang kulalui terasa menyempit serta harapan yang semakin pupus…
“Ya Allah! Tenangkanlah hatiku yang sedang risau, hanya kedamaian jiwa yang kunanti, Iman ku yang tetap berkobar pada-Mu lah yang utama”.

Kini aku hanya dapat mengingat dia sebagai kenangan. Naluri dan semangat cinta yang masih sama kujadikan bekal penemuan cinta sejati lain yang tak akan lelah kucari. Sudah menipis harapku bahwa dia akan menungguku untuk mengungkapkan isi hati, sobatku yang disana mungkin lebih berarti untuknya. Dan seandainya begitu, biarlah cinta ini tetap bersemayam, sebagai balas jasaku yang belum sempat berterima kasih pada dia yang telah membuat aku mengerti akan “Keikhlasan Cinta.

Bersamaan ketika selesai mengerjakan Sholat Shubuh, tiba-tiba terdengar nada dering sebuah pesan masuk ke ponsel ku. Tertera beberapa digit angka yang tidak ku kenal. Perlahan aku menekan salah satu tombol untuk membaca pesan singkat tersebut.

Ass. Slma ini aku sbar menggu,
entah knp dri klimat2 yg kau tlis, mbuat
aku pham akan skap & kesugguhanmu.
Tpi, knp kau sia2kan ksabaranku dgn
mnyerah bgitu sja.
Jstru keiklasanmu mbuat aku brtambh ykin.
Tpi aku jga ingin bkti, bsok sesdah shlat
Dhuhur, aku mnunggumu di tmpt prtama
kli kita brtemu”.
Yg mnunggumu (Idh).

“Bersimpuh aku pada-Mu, yang mengatur misteri kehidupan. Hanya keikhlasan dan kesabaran yang dapat menuntun manusia hingga terwujudnya keinginan yang dicita-citakan”.

26 Okt 2008

(CINTA)Ke laut aja lo yazz…


Selamat pgi,siang,mlam semua…!
Mau tau ga’? gimana rasanya bangun pagi di hari ketika semua usaha menggapai Dia telah berakhir?
Hari ini…,hidupku yang dulu kembali.
Itu artinya, kembali berlomba utk lebih memantapkan jati diri.
Ke teman, pacar, dan saudara, curhat memang jadi pilihan utama jika sedang ’srezz’..
tapi gimana klo jauh dari semuanya?.
“Nggak jadi,;curhat’nya sending failed.”

(”Buruan cari penawarnya deh, yazz…”).

O iya, mau tahu apa fakta unik yang gw temukan dari kisah ku akhir2 ini???

“cwo dan cw emang beda menafsirkan perasaan itu..”
…cw lebih membutuhkan bukti nyata, selain dari itu angan2 apapun yg dikatakan cwo cuma dianggap ‘gombal’…
…cwo yang berkekurangan, memang tidak dpt memberikan apapun selain ‘rasa’.Rasa itu yg membuat kelakianya cendrung perasa bila memikirkan si cw…
…cw sbg insan yang dipuja, tidak mau menunggu lama sebuah pembuktian. Apalagi jika dia punya kepantasan untuk memilih…
…Cwo sbg pemuja, sebenarnya ingin berusaha melakukan apapun utk membuktikan kesungguhan rasa. Tapi sayang, yg nyata hanya perasaanya. Sedangkan segala janji masa depan hanya masih berupa mimpi yg masih belum tergapai….

(”Ke laut aja lo yazz….”)

(IMAJINASI)“Masyarakat dan Cinta” seperti sebuah kerucut.




Untuk masyarakat, pada wilayah paling bawah, ada rakyat yang jumlahnya banyak. Sementara di bagian atas, ada kelompok elite. Kaum Intelektual menghuni wilayah kerucut paling atas dan bergabung dengan kelompok elite lainya dari kaum yang berbeda. Mereka tidak pernah bergabung bersama masyarakat kecil, atau bahu membahu memelihara stabilitas status quo.

Diluar kelompok tadi, ada satu kelompok lagi yang menyimpang, mereka itulah kelompok “pemikir yang mencerahkan”. Dan jika kita mau melihat masa depan suatu masyarakat, maka kita harus melihat pada kharakteristik kelompok ini. Mereka yang bakal membentuk masa depan, tapi mereka juga banyak yang dikucilkan.
Muncul pertanyaan, “Mengapa para calon pengawal masa depan bangsa ini malah dicampakkan “ ?, “Kapankah ada kesadaran bahwa dengan begitu, kita sedang membunuh benih kreatif dan unsur dinamis bangsa ini “?.

Sedangkan bagaimana dengan Cinta yang juga seperti sebuah kerucut. Pada wilayah paling bawah, bersemayam insan ramai yang telah terkodrat untuk butuh cinta. Sementara di bagian atas, ada kelompok “Materialis” yang menghargai cinta berdasarkan kelebihan materi yang dimiliki. Mereka yakin, dapat dengan mudah merenggut cinta “Wanita sempurna” seperti apapun.

Kaum “Berpenampilan luar menarik”, juga menghuni wilayah paling atas dan bergabung dengan kelompok “Materialis”. Mereka juga dengan mudah mendapatkan cinta dari “Wanita Sempurna” apapun. Dengan bermodalkan penampilan dan tampang, sudah menjadi hal lumrah untuk menjadi rebutan setiap wanita.

Kedua kelompok yang menghuni wilayah paling atas ini, tidak pantas disejajarkan dengan insan biasa yang berada di lapis paling bawah. Karena lebih sering kualitas cinta yang mereka dapatkan merupakan kisah yang selama ini selalu diimpikan “Insan biasa”.

Tapi, apakah tidak disadari ?. Diluar beberapa kelompok tadi, ada satu kelompok lagi yang lebih pantas dianggap “Pemimpi”. Mereka itulah kelompok “Pemuja cinta sejati”. Meskipun, pikiran manusia awam terlalu rumit untuk mengerti makna “Cinta sejati” yang diguratkan mereka.

Sebenarnya, Insan lain harus memahami kharakteristik kelompok ini. Mereka yang selama ini sering ditempa derita cinta, membuat banyak diantaranya yang terkucil. Karena mereka memiliki pandangan yang berbeda untuk mengungkapkan cinta, juga merasa lemah dengan kekurangan yang ada. Sering pikiran yang dianggap ‘sinting’ oleh manusia awam terbit dari pikiran mereka, seperti “Cinta tak harus memiliki”…“Cinta butuh pengorbanan”.
Yang sebenarnya, pemikiran itu hanya membuat mereka pura-pura tersenyum kepada hatinya yang sangat berduka.

Tapi, bukankah memang itu, rahasia maha dasyat yang tersimpan dari “Cinta Sejati”.

Pertanyaan yang muncul, “Mengapa para pemilik cinta sejati seperti mereka, malah sering dicampakkan“?, “Kapankah ada kesadaran dari wanita-wanita yang pernah dipuja ?.

Sesungguhnya dengan mematahkan hati mereka, merupakan suatu kesalahan besar. Karena menorehkan luka dalam di tubuh insan yang sampai kapan pun selalu berdoa buat kebaikan gadis yang pernah dipuja. “Pemuja Cinta” tidak mengharapkan apapun dari asa yang sudah tidak mungkin menjadi nyata, karena “Pengorbanan Cinta” bagi mereka adalah “Keikhlasan”.

(IMAJINASI)Pentingnya Mengingat Masa Lalu

“Mengingat”, tidak pernah sekedar tindakan sunyi disertai intropeksi atau retropeksi saja. Namun sering merupakan peringatan yang perih. Terutama dalam keterlibatanku menghadirkan secara serempak pengalaman masa lalu yang terlupakan demi memberi pengertian terhadap trauma hari ini. Masing-masing ingatanku, diikat oleh simbol berbeda-beda, yang mempertautkan antara “kebiasaan baik-buruk” dan “tradisi nyeleneh”, yang pada giliranya berangsur menciptakan identitas pribadi.

Masa lalu dan segala pahit getir ingatan terpinggirkan adalah sumber pencarian identitas diri tersebut. Identitas diri yang bukan sekedar warna dalam nyawa ragaku, tetapi meripakan basis, bahkan satu-satunya basis dalam perjuangan hidup. Yang terpenting adalah proses perubahan yang sedang kujalani sama pentingnya dengan sisi perubahanya nanti. Masa sekarang sama pentingnya dengan masa depan.

(CINTA)PatahHati2


Aku tersenyum, mengenang nostalgia kebodohanku lewat masagges yang sering kukirimkan lewat ponselku. Teringat kalau aku pernah memiliki cinta yang tentunya tidak sedangkal kebodohanku tersebut. Aku juga merasa beruntung telah menjadi orang yang pernah mengungkapkan cinta, masih terasa indahnya mimpi ketika membayangkan dia, sampai saat ini…

Betapa beruntungnya aku, karena kejadian itu menambah tonggak bagaimana secara emosional aku harus berevolusi dengan tabiatku. Perasaan cinta ku waktu itu amat berkesan, karena telah melambungkan diriku ke puncak kebahagiaan, meski sekaligus membuatku jatuh karena “Patah Hati”.

Aku memang pernah skeptis, selalu curiga dan tak gampang percaya, karena patah hati. Yang sebenarnya dengan satu kasih yang tulus, lebih dari cukup untuk mengubah seluruh persepsi itu. Ketika dewasa, cinta memang telah beberapa kali memperlakukan aku dengan buruk, tapi aku tetap percaya dengan keajaiban cinta. Untuk kesekian kali…terima kasih, “Patah Hati”.

(IMAJINASI)Makna yang dapat kupetik dari Laskar Pelangi (2)…


1). Begitu asyiknya menjadi anak kecil. Patah hati yang telah berlangsung sekian tahun, bisa pulih dalam beberapa hari, bahkan disembuhkan. Sedangkan orang dewasa, bisa-bisa memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mengobati frustasi karena hancurnya cinta platonik. Apakah semakin dewasa manusia cendrung menjadi semakin tidak positif ?. Dengan begitu, aku belajar berjiwa besar, berusaha memahami esensi konsep virtual dan fisik dalam hubungan emosional. Bukankah jika mencintai seseorang, kita harus membiarkan dia bebas ?.

Akhirnya, aku akan mengenang dia sebagai bagian terindah dalam hidupku. Aku tetap rajin dengan naluri cinta yang sama, dengan semangat yang sama, untuk berlalu. Tetap menyimulasikan urutan-urutan serasi keindahan cinta, seolah dia masih menunggu ku.

Seringkali sekarang ini aku bertanya pada diri sendiri, berapakah jumlah pasangan yang telah mengalami cinta pertama, lalu hanya memiliki satu cinta itu dalam hidupnya, menikah dan kemudian hanya terpisahkan karena Tuhan memanggil salah satu dari mereka ?. Sedikit sekali !. Atau malah mungkin tidak ada !. Sepertinya jawaban itu dapat menjadi hipotesis yang meyakinkan untuk pertanyaan dangkal itu. Karena itulah yang terjadi di dunia nyata.

Maka aku memiliki pandangan sendiri mengenai perkara cinta ini, “cinta ku yang tak kan penah mati, tapi juga tak kan pernah survive”.

Aku melihat ke belakang, membuat evaluasi kemajuan hidupku, dan bersyukur telah mengenal dia. Jika berpikir positif, ternyata mengenal seseorang secara emosional memberikan akses pada sebuah bank data kepribadian tempat kita belajar banyak hal baru. Wanita adalah mahkluk tak dapat diduga, maka banyak orang berpikir keras mengurai sifat-sifat wanita. Dalam dirinya berkecamuk pertentangan-pertentangan, pergolakan abadi, sopan tapi berlagak, sentimental, beradab namun ganas.

Aku masih tak mengerti dengan mahkluk yang dinamakan wanita, namun sepertinya ada semacam komposisi kimiawi tertentu didalam tubuh mereka yang menyebabkan lelaki dengan komposisi kimiawi tertentu pula, merasa betah di dekatnya. Maka cinta dalah reaksi kimia sehingga keanehan dapat terjadi. Seorang pangeran, tampan dan kaya bisa saja ditolak oleh seseorang gadis sederhana. Dan seorang wanita yang begitu sempurna, bisa saja tergila-gila setengah mati dengan seorang lelaki penyendiri yang eksenrik.
Itulah wanita, yang menyimpan rahasia untuk dirinya sendiri.

2). Ada orang-orang tertentu yang memendam cinta demikian rapi. Bahkan sampai mereka mati, sekelilingpun mereka tidak memperlihatkan getas hatinya. Cinta mereka sesepi stambul lama nan melankolis, dengan pengarang yang tidak pernah dikenal,

Jika malam tiba mereka mendengus meratapi rindu, menampar muka sendiri karena jengkel tak berani mendeklarasikan cinta yang mengelitik nadinya. Cintanya tak pernah terungkap, karena ngeri membayangkan resiko ditolak. Lama-lama seperti seorang narsis, mereka menyukai seseorang di dalam hatinya sendiri. Cinta satu sisi, “indah” tapi merana tak terperi.

Mereka hidup dalam bayangan, mengungkapkan cinta agaknya mengandung daya tarik paling misterius dari cinta itu sendiri.
Itulah yang aku rasakan kini…..

3). Orang-orang pintar di negeri ini, sering bicara meracu dengan istilah-istilah yang tidak membumi dan teori-teori tingkat tinggi. Bukan untuk menemukan sebuah karya ilmiah, tapi untuk membodohi orang-orang miskin. Sementara orang miskin, diam terpuruk, tak menemukan kata bantahan.

4). Kecewa pada kenyataan, begitu banyak anak pintar yang harus berhenti sekolah karena alasan ekonomi. Mengutuki orang bodoh, dan anak orang kaya yang menyia-nyiakan kesempatan pendidikan

5). Dan jikalau benar kisah Laskar pelanggi adalah nyata, aku yang sering memakai logika ini mempunyai pertanyaan : Si penulis dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan bahwa sosok Tuk Bayan Tula tidak menginjak bumi. Apakah benar seperti mengambang di udara, bergerak maju-mundur seumpama benda tak berbobot. Jika benar, aku akan begitu takjub, karena rasanya di zaman sekarang ini belum pernah ada rasanya bahkan tidak mungkin melihat pemandangan seajaib itu.

6). Jika benar adanya kisah laskar pelangi, tanpa ditambahkan sedikit bumbu agar bacaan ini enak dibaca, berarti aku akan lebih terhanyut dalam kisah tentang Lintang. Akankah masih ada generasi muda mempunyai semangat menuntut ilmu seperti dia. Dia yang pernah membawa pinsil dan buku yang keliru saat awal masuk sekolah karena berasal dari lingkungan yang sama sekali jauh dari pengetahuan. Pernah pula beringsut-ingsut naik sepeda sejauh 80 km setiap hari demi niat bersekolah, bahkan pernah ia menempuh jarak sejauh itu tapi hanya sempat menyanyikan lagu Padamu Negeri. “Dia dapat menjadi yang terpandai, bahkan merajai majelis kecerdasan yang amat terhormat di desanya “.

Lintang berhasil mengharumkan sekolahnya, walaupun hanya anak kampung yang berasal dari keluarga miskin. Sehingga aku dapat menangkap pesan penting dari kisah ini, adalah : setiap orang, bagaimanapun terbatas keadaanya, berhak memilih cita-cita dan keinginan yang kuat untuk mencapainya. Bukan tidak mungkin, dengan keinginan itu juga memunculkan kemampuan besar yang tersembunyi serta keajaiban di luar perkiraan.

7). Sesuai kodrat, aku adalah orang biasa, miskin dan kebanyakan. Namun aku ingin kaya pengalaman batin dan petualangan untuk mencari kebenaran hakiki.

Sisi mistisku, aku ingin memastikan setiap kesangsian, membuktikan prasangka dan mitos-mitos, serta mengalami sendiri apa yang hanya bisa diduga orang.
Sisi religius, aku mempunyai harapan dari semua keingin tahuan ku itu, dapat menjemput hidayah Ilahi, daripada hanya duduk termangu-mangu tak jelas arah.
Kesimpulanya, aku ingin memuaskan sifat dasar keingintahuan manusia sampai batas akhir yang telah ditentukan.

8). Nasipku adalah setiap deretan titik-titik yang dilalui, sebagai akibat dari setiap gerakan-gerakan konsisten usahaku sebagai manusia. Dan takdir adalah ujung titik itu.

21 Okt 2008

(IMAJINASI)JAWABAN YANG KUDAPAT DARI LASKAR PELANGI


1. Mengenai teori yang memaksakan pendapat bahwa manusia berasal dari nenek moyang semacam ‘Lutung’.

“Persoalanya adalah apakah aku seorang religius, Darwinian atau sekedar opurtunis. Yang mana pilihan sesungguhnya hanya antara religius dan Darwinian,
…..sebab yang tidak memilih adalah opurtunis (yaitu mereka yang berubah-ubah sikapnya sesuai siklus mana yang akan lebih menguntungkan).

Merupakan pilihan yang menyatakan prilaku dalam mengahargai hidup ini.
Jika aku seorang Darwinian, tidak ada salahnya berprilaku seolah tak ada tuntutan akhirat, karena kitab suci yang memaktub bahwa manusia berasal dari Adam adalah dusta.

Tapi, jika aku seorang religius maka aku tahu bahwa teori evolusi itu palsu, dan ketika aku tak kunjung mempersiapkan diri untuk dihisab nanti dalam hidup setelah mati, maka dalam hal ini aku tak lebih dari seorang
sekuler opurtunis yang akan dibakar di neraka.

2. Seniman hebat jarang sekali mendapat perhatian dan penghargaan yang memadai. Gaya hidup dan pemikiran mereka yang mengawang-awang sering kali disalah artikan. Sering dianggap manusia aneh, pembual, dan tukang khayal yang tidak dapat membedakan antara realitas dan lamunan.

3. Orang cerdas memahami konsekuensi setiap jawaban dan menemukan bahwa di balik sebuah jawaban tersembunyi beberapa pertanyaan baru. Pertanyaan baru tersebut memiliki pasangan sejumlah jawaban yang kembali akan membawa pertanyaan baru dalam deretan eksponensial. Sehingga mereka yang benar-benar cerdas kebanyakan rendah hati, sebab mereka gamang pada akibat dari sebuah jawaban.
Konsekuensi itu mereka temui dalam jalur-jalur seperti labirin, jalur yang jau menjalar , jalur yang tidak dikenal di lokasi antah berantah, tiada berujung mereka mengarungi jalan pemikiran ini, tersesat jauh didalamnya ’sendirian’.

Godaan-godaan besar bersemayam di dalam kepala orang-orang cerdas. Di dalamnya gaduh karena penuh dengan skeptisisme. Orang cerdas berdiri di dalm gelap, sehingga mereka bias melihat sesuatu yang tidak bias dilihat orang lain.
Mereka yang tidak dipahami oleh lingkunganya, terperangkap dalam kegelapan itu. Semakin cerdas…semakin terkucil…semakin aneh.

Orang cerdas adalah orang-orang yang sulit. Orang-orang sulit tidak berteman, dan mereka berteriak putus asa memohon pengertian. Ditambah sedikit saja sifat introver, maka orang-orang cerdas semacam ini tak jarang berakhir disebuah kamar dengan perabot berwarna kelam dan musik klasik yang terdengar lamat-lamat, ‘itulah terapi kejiwaan mereka’…
…sebagian dari mereka amat menderita….

Sebaliknya, orang-orang yang tidak cerdas hidupnya lebih bahagia. Jiwanya sehat walafiat, isi kepalanya damai dan tentram, sekaligus sepi, karena tak ada apa-apa disitu, ‘kosong’.
Jika ada sesuatu memasuki telinga mereka, maka suara itu akan terpantul-pantul sendirian di dalam sebuah ruangan sempit, berdengung sebentar, lalu segera keluar kembali melalui mulut mereka.

Mereka hidup dalam terang. Sebuah senter menyiramkan sinar tepat di atas kepala mereka dan pemikiran mereka hanya sampai pada batas lingkungan cahaya senter itu. Di luar itu adalah gelap. Mereka selalu bicara keras-keras karena takut kegelapan yang mengepung, bagi sebagian orang ketidaktahuan adalah berkah yang tidak terkira.

Ada berbagai jenis orang cedas. Ada yang jenius, jika menerangkan sesuatu lebih bodoh dari orang yg paling bodoh. Semakin keras dia berusaha menjelaskan, semakin bingung orang dibuatnya. Hal ini dilakukan oleh mereka yang sangat cerdas.
Ada juga yang kurang cerdas…bahkan bodoh sebenarnya, tapi kalau bicara ia terlihat pintar.
Ada yang memiliki kecerdasan sesaat, kekuatan menghafal yang fotografis, namun tanpa kemampuan analisis.
Ada juga yang cerdas tapi berpura-pura bodoh, dan lebih banyak lagi yang bodoh tapi berpura-pura cerdas.

17 Okt 2008

(CINTA)PatahHati1


Aku memang harus bilang terima kasih sama kamu yang sudah membuatku patah hati.

Patah hati mungkin buat banyak orang adalah hal yang menyakitkan. Tapi bagiku itu adalah karunia tak ternilai, sebab berarti Tuhan lagi-lagi masih memberikan anugerah cintanya.

Mengenal kamu adalah hal terindah bagiku, karena meskipun kamu tidak sadar akan hal itu. Kamu telah banyak memberikan inspirasi terhadap hidupku. Tak hanya di urusan cinta, tetapi bahkan aku menemukan kembali keseimbangan dalam hidup.
Tindakanku selama ini hanya berdasarkan pertimbangan efektivitas dan efisiensi, tetapi saat berhadapan dengan kamu, rasionalitas utilitarian tak lagi bisa ku pertahankan. Pendek kata, aku meluruh dalam emosi cinta yang dicipta sendiri.

Agak sedikit melenceng, aku jadi ingat istilah seorang filsuf yang pernah jatuh cinta dgn seseorang..bahwa "politik adalah seni untuk mengabadikan diri manusia". Maka aku kembali berteori bahwa "perjuangan" yang saya lakukan untuk mendapatkan kamu adalah bagian dari keinginan setiap manusia untuk mengeksistensikan dirinya. Tiba-tiba saya merasa menjadi seorang eksistensialis. Bukankah Adam adalah seorang eksistensialis ketika ingin mendapatkan Hawa?

Sampai di sini, saya hampir saja menemukan jawaban, bahwa kalau saya memperbanyak pola eksistensialis semacam ini, hasrat saya terhadap kamu pasti akan semakin menipis. Tetapi lagi-lagi model ini menemukan jalan buntu. Saya malah semakin cinta sama kamu. Saya jadi agak frustasi dan hampir saja terdorong untuk membuang semua teori. Namun bukankah ada yang pernah mengatakan "semua persoalan pasti ada rumusnya"

Kembali saya buka semua catatan dari filsuf-filsuf besar dunia yang pernah saya baca buku-bukunya. Dari konsep cartesian-nya Descartes hingga keseimbangan kosmiknya Fritjof Kapra. Dari konsep universalitasnya Kant hingga konsep dialogisnya Habermas. Dari konsep komunitariannya Robert N Bellah hingga pragmatismenya John Dewey.

Dan akhirnya... saya memang tidak pernah bisa mendapatkan jawabannya... namun tetaplah ada filosofi di balik itu semua. Saya menemukan sintesis dari semuanya, bahwa cinta adalah hal yang harus terus dicari oleh manusia. Cinta bukan sebuah konsep fana yang hidup hanya pada momen-momen romantik seperti akhir cerita buku-buku, tetapi lebih dari itu, cinta adalah sebuah cita-cita yang dibangun dari pengalaman emosional dan transendental setiap manusia.

Patah hati adalah ekses dari proses pencarian cinta. Dan sekali lagi terima kasih bagi Mu... kamu telah menyingkap sekian banyak misteri tentang cinta.

14 Okt 2008

(TULISAN LEPAS)TONTONAN YANG MENJADI TUNTUNAN




TONTONAN YANG MENJADI TUNTUNAN

Di era globalisasi sekarang ini, aspek kehidupan masyarakat yang dulunya begitu luas dan kompleks, telah dipadatkan menjadi efektif dan seefisien mungkin. Pertambahan usia zaman, telah melahirkan tahapan generasi yang terus belajar dari pengalaman, hingga tercipta pemikiran-pemikiran yang menjadi cikal bakal ilmu pengetahuan. Karena itu, peradaban pun semakin kokoh.

Kemodern-an telah dicapai, salah satunya dapat dibuktikan dengan perkembangan teknologi transportasi. Penemuan yang berkelanjutan telah menciptakan berbagai sarana transportasi yang semakin membuat “Bumi ini kecil ”. Tentunya hal itu tidak lepas dari ilmu pengetahuan.

Tapi, masih ada yang paling penting, “Perkembangan Teknologi Informasi”. Mengapa begitu penting ? Karena teknologi ini yang mempermudah manusia untuk menambah wawasan dan pengetahuanya, hingga memungkinkan kelanjutan terhadap penemuan-penemuan bermanfaat lainya.

Dengan adanya teknologi informasi, setiap orang mudah mencari tahu tentang apapun. Kabar dari sisi manapun di bumi ini dapat langsung kita ketahui tanpa memperdulikan jarak lagi. Dalam hal ini, peran media elektronik yang menjadi begitu penting. Dimulai dari penemuan perangkat sederhana untuk mengirimkan berita berupa tulisan, berkembang menjadi media audio, hingga sekarang bertambah canggih dengan teknologi audio visual seperti televisi.

Sejak awal diciptakan, televisi bukan hanya digunakan sebagai media informasi semata, tetapi dapat juga digunakan sebagai media hiburan. Manusia sekarang tidak perlu susah untuk mendapatkan hiburan, cukup tinggal di rumah, menyaksikan televisi dan memilih siaran yang disukai, sudah dapat menciptakan suasana nyaman dan menghibur.
Seiring perkembangan cara berpikir, manusia kini memang selalu haus akan informasi dan hiburan. Televisi pun akhirnya tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari.
Alasan ini yang menjadi terciptanya peluang bisnis. Berbagai stasiun penyiaran didirikan sebagai lembaga yang mewadahi penayangan acara di televisi.

Tapi, apakah mutlak hanya seperti itu dampak dari televisi ?.
Adakah pendapat lain, yang mungkin selama ini terhalang oleh kecanggihan zaman. Kecanggihan yang membuat segalanya terlanjur menjadi mudah ?.


Bagaimana kalau secara bersama-sama kita coba menjawab semuanya itu ?.
Terlebih dahulu dengan melihat situasi masyarakat kita dalam menyikapi televisi sebagai hasil dari kemajuan zaman. Seiring waktu, berbagai siaran dan penayangan di televisi terus saja membajiri layar kaca di rumah kita. Krisis yang sempat membuat keadaan ekonomi bangsa ini terpuruk, sempat pula membuat beberapa stasiun TV yang ada mengalami kemunduran. Tetapi tetap saja siaran utama yang diminati masyarakat, terus dipertahankan.
Mereka yang berkecimpung dalam dunia pertelevisian selalu kreatif dalam mencari ide, dengan tujuan menciptakan acara televisi yang akan ditonton masyarakat banyak. Selain itu, banyak pula siaran yang diambil dari negera lain, terutama acara yang sudah terlebih dulu booming di negera asalnya. Mungkin karena asumsi masyarakat kita sudah terlanjur mendewa-dewakan sesuatu yang berasal dari negara-negara maju, seperti Eropa misalnya.

Tapi, apakah kita benar-benar yakin, seluruh siaran televisi yang ada telah mendukung perkembangan pemikiran kita secara positif. Bukankah harus dipilah-pilah terlebih dahulu secara saksama. Karena sudah terbukti, kemajuan teknologi dari luar yang terus dipaksakan tanpa mempertimbangkan keserasian budaya kita, hanya menimbulkan efek-efek negatif.
Tayangan televisi dari negera Eropa misalnya, beberapa diantaranya terdapat acara-acara yang tidak sesuai dengan budaya ketimuran bangsa kita. Sebut saja seperti film-film yang didalam penayanganya terdapat adegan yang mengandung pornoaksi. “Kebebasan” adalah semboyan yang lumrah bagi negara maju, sehingga Pornoaksi bisa saja dianggap kewajaran yang tergantung kadar nalar orang yang melihatnya. Sedangkan budaya kita lebih mengedepankan norma, yang jelas memvonis pornoaksi adalah sesuatu dapat menghancurkan moral.
Dibalik semua itu, televisi sudah menjadi media tontonan untuk semua usia dan kalangan. Bagaimana keadaan moral bangsa ini nantinya, jika acara seperti itu sudah menjadi tontonan lumrah generasi muda bangsa kita.
Generasi muda hari ini, adalah manusia yang mengemban amanat peradaban esok hari. Jika sekarang mereka sudah teracuni oleh hal-hal yang merusakan moral, bukan tidak mungkin di masa depan nanti, mereka malah menghancurkan tatanan peradaban yang sudah tertata.
Tidak ada salahnya berpendapat, dan berpikir seperti negara maju di luar sana. Mereka berpendapat semuanya tergantung dari nalar masing-masing. Tapi, apakah dapat dipastikan bahwa Sumber Daya Manusia yang ada pada bangsa ini sudah dapat menerimanya sebagai suatu kewajaran. Adalah suatu kesalahan jika menomorduakan moral dibandingkan nalar. Karena nalar hanyalah pemikiran yang menyesatkan, tanpa disertai moral.
Penjelasan di atas cukup menyimpulkan bahwa televisi sangat efektif untuk menjadi media propaganda pemikiran masyarakat. Dari hal itu, sudah seharusnya mereka yang berada di balik layar pertelevisian bangsa ini, mempunyai pemikiran yang lebih mengedepankan sisi positif dalam mencetuskan ide-ide tayangan yang akan ditonton oleh orang banyak.

Tetapi akan berkendala, jika ternyata permasalahan ini bersumber dari keuntungan semata. Segala kemajuan yang telah dicapai memang harus dibayar, setiap orang kemudian mengejar materi untuk menebusnya. Acara-acara yang ditampilkan di televisi pun lebih mengutamakan kuantitas penonton dibandingkan kualitas yang ditayangkan.

Seperti yang kita tahu, begitu beragamnya tayangan yang menghiasi dunia pertelevisian negara kita. Tapi, sebagian besar dari tayangan-tayangan itu hanya mengambil ide dari stasiun televisi lain. Daya kreatifitas terhenti, karena tinggal menjiplak jenis acara tertentu yang telah menjadi tontonan masyarakat banyak. Hal itu, seakan menjadi sikap yang telah dijiwai oleh sebagian besar orang-orang utama yang berkecimpung dalam dunia pertelevisian.
Dan ada satu hal lagi yang membuktikan bagaimana kualitas pertelevisian negara kita, masyarakat sering disuguhkan berbagai acara yang menampilkan peran kebanci-bancian sebagai daya tarik, peran tersebut dibuat semenarik mungkin, sengaja dikondisikan agar dapat menjadi “trend” yang dapat diikuti. Tapi, jika menciptakan “trend” memang menjadi alasan utama, dimana kesadaran mereka ?
Apa yang pantas diteladani dari sikap “abnormal” yang diperankan dalam tayangan itu ?.
Diakui juga, sekarang ini sinema karya anak negeri telah banyak ditayangkan. Namun yang menjadi masalah, dari sekian banyak acara tersebut tidak banyak yang berbeda tema. “Kehidupan masa remaja dan percintaanya”merupakan tema yang sedang digandrungi, entah alasan apa yang melatar belakangi pilihan tersebut ?.
Dan mengapa yang sering disaksikan bahwa alur kisah yang diceritakan malah tidak mencerminkan kehidupan remaja yang patut dicontoh oleh generasi muda bangsa kita.

Tidak begitu pentingkah sesuatu yang dapat menjadi panutan bagi generasi muda kita?. Sedangkan kita mengetahui secara pasti peran generasi muda demi kemajuan bangsa ini kedepanya.
Masih ada kekurangan lain, acara-acara yang bertema penyampai berita pun telah melenceng menjadi acara pembuat berita. Contoh kecilnya, seperti acara yang mengulas kehidupan para artis yang dianggap sebagai idola masyarakat. Sudah sewajarnya masyarakat ingin tahu kabar tentang idola mereka, tapi jika pemberitaan itu terlalu berlebihan bahkan mengada-ngada, hanya dapat menimbulkan pergunjingan yang tidak bermanfaat. Sedangkan masih banyak hal yang lebih penting dan lebih patut dibahas demi kemajuan bersama.

Inti dalam permasalahan ini adalah, segala “Tontonan harusnya menjadi Tuntunan”. Tidak berarti semua yang ditayangkan televisi adalah acara yang tidak bermutu, tetapi bukan juga mengada-ada jika dikatakan tayangan pertelevisian kita saat ini lebih banyak menjadi peniru tanpa memikirkan kualitas acara yang ditayangkan.
Mereka yang berperan dalam dunia ini, masih harus banyak belajar agar kreatifitas yang diciptakan dapat benar-benar menjadi acara yang asli dan bermutu, tentunya tontonan yang dapat menjadi tuntunan adalah yang sesuai dengan moral, kebiasaan normal, dan budaya asli bangsa kita sendiri.

3 Okt 2008

(TULISAN LEPAS)Imajinasi ku, tentang Alam dan Lingkungan Hidup


Imajinasi ku, tentang Alam dan Lingkungan Hidup

Sudah tiga tahun ini aku menumpang hidup di Jakarta. Kota yang dikenal
sebagai metropolitannya Indonesia. Statusku sebagai mahasiswa di salah satu
perguruan tinggi swasta yang terletak di tengah-tengah kota, membuat aku
terpaksa harus mencari dan akhirnya menempati kost-kostan yang lokasinya tidak
jauh dari letak kampus ku tersebut.
Bercerita keseharian, sudah merupakan suatu kebiasaanku untuk melewati hari-hari dengan hingar bingar kehidupan kota besar. Dan pada hari ini, saat matahari sedang terik-teriknya seperti siang-siang yang lalu, aku melangkah pulang dari kampus dengan menenteng buku-buku diktat tebal menuju lokasi kost-an yang memang bisa ditempuh sebentar dengan berjalan kaki. Bukan persoalan baru jika akhirnya aku sampai di kost-an dengan baju basah tersiram peluh.
Sesampainya di kost-an, mengisi perut dengan makanan sekedar adalah hal pertama yang kulakukan, dilanjutkan dengan kegiatan keseharian sepele yang biasa kulakukan, setelah sedikit melepaskan penat aku kembali memikirkan ide kreatif apa yang akan kutuangkan dalam karya tulisku nanti.
Sudah seminggu ini aku memang disibukkan untuk mengerjakan penulisan yang harus segera dikumpul beberapa hari lagi. “Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup” judul yang kupilih dalam penulisan ini. Sebagai mahasiswa yang bertempat tinggal di kota Jakarta, mungkin judul ini cukup tepat untuk membahas keadaan lingkungan ibu kota yang sudah sangat patut diperhatikan
Kusulut sebatang rokok dan secangkir kopi menemani nalarku yang sedang melayang mencari ide cerita. Mungkin serba kebetulan, karena pada saat itu juga, aku sedang menyaksikan berita TV yang menyiarkan berita mengenai“Pemanasan Global”.

Kubiarkan saja pikiranku semakin jauh berterawang dan membangkitkan jiwa kreafitasku.
"Apakah yang membuat kehidupan ada di dunia ini"?.
Dapatkah disadari bahwa dalam penciptaan Ilahi yang begitu agung , terdapat suatu ciptaan yang menjadi nafas kehidupan setiap mahkluk di dunia ini?.
Dengan anugerah akal yang telah diberikan, manusia memang selalu mengembangkan kepandaianya untuk memanfaatkan segala sesuatu yang terdapat di dunia ini.
Tidak pun sendiri, manusia bersama mahkluk-mahkluk lain dicipta untuk menghuni bumi ini.
Seandainya mahkluk-mahkluk bernyawa itu disuruh menjawab…., Mungkinkah mereka dapat memberikan jawaban dari pertanyaan “ciptaan Ilahi mana yang menguasai bumi ini”? Ataukah karena sebagai mahkluk yang dianggap sempurna, manusia merasa pantas menobatkan diri sebagai penguasa di dalam bumi ini?.
Pantaskah manusia disebut penguasa, jika mutlak masih bergantung pada mahkluk lain untuk melanjutan hidup?
Berbagai pertanyaan yang sengaja kubuat itu, entah mengapa mulai bergelayut dalam pikiran dan aku berusaha mencari jawabnya dalam nalarku sendiri.

“Alamlah yang menguasai bumi ini.
Alam sebagai perantara Tuhan dalam menunjukkan kebesaranya. Nafas kehidupan yang berhembus di bumi ini dapat kita hirup karena alam, mahkluk lain hanya di ibaratkan sebagai hamba yang berusaha meneguk semua yang tersedia dari alam, demi mengharapkan kehidupan yang terus berlangsung”.
Jika berpikir secara rasional, sesuatu yang telah terjadi pada alam memang dapat dikatakan sebagai suatu kewajaran dalam roda kehidupan yang terus berputar. Anugerah yang diberikan sebagai mahkluk yang sempurna, membuat manusia selalu pandai mendayakan segala cara untuk memanfaatkan sumber daya alam.
Tanpa kusadari rokokku telah tandas di ujung asbak, kutegak lagi air kopi yang masih tersisa beberapa tegukan. Masih jauh perenungan ini, biarkanlah waktu ini kuhabiskan untuk berpikir akan semua hal yang masih berhubungan dengan topik yang ingin kutulis.

Jika menganggap diri sebagai mahkluk yang bernalar, sudah seharusnya manusia membuktikan rasa terimakasihnya pada alam. Perspektifku membuat sendiri sebuah pengertian…….
Lingkungan hidup pastinya tercakup pula apa yang didefinisikan sebagai sumberdaya alam. Sumber daya alam, menurutku adalah semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik hayati maupun non-hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan.
Laut dengan biru keindahanya menampung banyak kekayaan alami yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan, sekaligus menjadi tempat tinggal berbagai keragaman hayati maupun non hayati. Patutlah insan Ilahi bersyukur atas keagungan-Nya yang menciptakan sebagian besar dataran bumi ini dengan lautan.
Tanah yang sedang kita pijak saat ini menjadi tempat utama berlangsungnya
kehidupan mahkluk di bumi. Generasi-generasi yang terus berangsur dari masa lampau telah memanfaatkan daratan subur sebagai tempat hidup berbagai jenis tumbuhan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.
Hutanpun tidak terkira manfaatnya dengan segala jenis tumbuhan dan pepohonan yang tumbuh secara alami. Bahkan di jaman sekarang, pemanfaatkan hutan lebih terutama digunakan untuk kepentingan manusia. Akan tetapi masalah pelik yang kemudian terjadi adalah mereka seakan lupa manfaat lain hutan untuk meredam berbagai bencana

Nalarku pun tiba-tiba bernostalgia ke zaman lampau.
Memang sangat mungkin manusia terdahulu merdeka menikmati udara alami di sekitar mereka yang masih hijau ditumbuhi pepohonan. Pada zaman itu, tentu mereka sama sekali belum mengenal limbah dan polusi yang berasal dari pabrik-pabrik.
Tapi di jaman sekarang ini, tempat-tempat tersebut sudah banyak terpugar menjadi daerah-daerah lapang tempat membangun berbagai macam pabrik penghasil polusi. Globalisasi pun sudah mengorbankan hutan-hutan alam untuk dijadikan daerah hunian dan prasarana penunjang kemodern lainya.
Aku dapat menemukan sendiri sedikit kesimpulan, bahwa definisi lingkungan
hidup yang telah kubuat tadi dapat ditambahkan sebagai kesatuan ruang dengan
segala benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Sehingga, secara eksplisit, dapat dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteran manusia ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup.
Maka dari itu dengan segala anugerah dan kepandaian yang dimiliki, nalar manusia sudah dapat berpikir bahwa kelangsungan hidup pribadi tiap orang sangat tergantung pada keadaan alam yang baik, tapi kenapa hanya segelintir manusia saja yang memikirkan hal itu,..?, sangat tidak seimbang jika dibandingkan dengan mereka-mereka yang tega merusak alam demi keuntungan pribadi dan kelompok semata.
Penyesalan akhirnya datang terlambat setelah menyadari banyak bencana terjadi, penanaman kembali hutan baru digalakkan kembali setelah sangat jarang pepohonan yang dapat menyerap air hujan yang mengakibatkan banjir.
Tetapi apakah semua itu dapat mengembalikan secara total kesuburan tanah yang telah berangsur akibat polusi globalisasi ?.
Seandainya pohon-pohon itu dapat berbicara kepada kita, tentu dengan
sedih mereka berkata “ jangan musnahkan generasi kami karena kami juga ingin
hidup seribu satu tahun lagi”, tetapi pada kenyataanya perangsuran zaman
perlahan memang terus memaksa kita mengikuti arus yang sebenarnya dapat menjadi
racun bagi kelangsungan hidup penghuni bumi.

Globalisasi membuat kita berusaha menemukan cara hidup yang serba praktis, yang entah kenapa cendrung harus merusak lingkungan sekitar. Sadarkah
bahwa kita hanya menitipkan bekal kehancuran bagi anak, cucu kita?.

Kembali ku tersadar dari lamunan, sudah batang rokok ketiga yang kuhisap, secangkir kopi pun telah habis kuminum. Tetapi, terasa masih belum cukup bahan cerita yang kuperlukan dalam penulisan ini. Perenungan ku sadari tadi rasanya masih mengambang dalam kerangka topik lingkungan hidup secara luas.
Kupikir ada baiknya juga memfokuskan cerita ini terhadap sumber daya alam
dan keadaan lingkungan hidup yang terjadi di negaraku sendiri. Mungkin dengan begitu akan lebih memudahkan aku untuk menemukan sendiri ide cerita.

Sejak mengenal pelajaran sejarah Indonesia di bangku sekolah, memang telah terbiasa ditanamkan kesadaran dalam pikiranku bahwa negara Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Bahkan dengan begitu luasnya wilayah negara Indonesia yang dikelilingi kumpulan pulau-pulau berhutan lebat membuat Indonesia terjuluki sebagai paru-paru dunia.
Lingkungan hidup bangsa Indonesia yang dipandang secara luas tidak lain merupakan wawasan nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan strategis yang tinggi nilainya, juga sebagai tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.

(Berbagai imajinasi pikiran-pikiranku ini, dengan sendirinya mengundang opini
intelektualku sebagai seorang mahasiswa).

Setelah mengetahui betapa strategisnya lingkup lingkungan hidup Negara Indonesia, pemanfaatan kekayaan sumber daya alam tentulah harus memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kelestarian lingkungan.
Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan bersama serta mencapai kebahagiaan hidup tiap individu, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan secara seksama kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan
Menurutku, arah kebijakan yang harus mulai dilakukan dari sekarang adalah mengelola sumber daya alam dan memelihara sesuai daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi, tanpa ada efek samping yang justru lebih membahayakan. Kebijakan dalam globalisasi pembangunan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, memang harus diarahkan ke pengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi, tetapi tanpa melupakan aspek-aspek lingkungan hidup yang harus terus didayakan keunggulanya secara alami.
Dibalik semua sejarah yang pernah kupelajari itu, kekaguman memang pantas untuk Indonesia, deretan khatulistiwa yang membuat dunia terpikat dengan nusantaraku ini.

"Tetapi apa yang masih terjadi pada bangsaku kini" ?.
...masih ada keraguan yang tidak dapat menjamin bagaimana Indonesia dikemudian hari...
Indonesia, mungkin saja akan terbawa arus globalisasi yang demi kemodernan akan membabat sedikit-demi sedikit hutan yang ada. Bahkan yang sudah terjadi, beberapa kota di Indonesia sudah menjadi persinggahan berkala bencana banjir. Tentu saja itu disebabkan tidak tersedianya lahan untuk menyerap air hujan yang turun.
(Memang aku seorang amatir, pikiranku masih saja terus berterawang ke segala arah, walau masih tetap ku usahakan focus pada inti permasalahan tulisan mengenai sumber daya alam dan lingkungan hidup).

Siapa yang patut bertanggung jawab dengan keadaan lingkungan hidup
yang terjadi di Indonesia ?.“Tentulah semua mahkluk hidup yang menghuni negara ini”.
Tetapi jika yang ditanya “siapakah yang bersalah atas berbagai ketimpangan yang telah terjadi pada lingkungan hidup negara Indonesia”?. Apakah pernyataan mutlak yang pantas untuk menjawab pertanyaan itu?.

Berbagai bencana yang telah terjadi memang lebih sering didalihkan sebagai kuasa sang Maha Esa. Tetapi jika kita mau berterus terang, apakah kita dapat menyadari bahwa bencana yang berhubungan dengan permasalahan lingkungan hidup secara langsung maupun tidak juga berawal dari campur tangan manusia sendiri.
Karena hanya manusia yang dapat berpikir, mengusahakan berbagai cara untuk memanfaatkan alam ini. Bahkan didorong dengan naluri dan nalar kepintaran, manusia pun tidak lepas dari pikiran tamak untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Sedangkan mahkluk hidup lain, dapat diibratkan hanya dapat menerima segala yang telah menjadi kodratnya sebagai mahkluk yang kesempurnaanya di bawah manusia.
Secara gamblang dapat dikatakan, jika manusia tidak secara tamak melakukan penggudulan hutan, mungkin bencana banjir yang sering terjadi dapat berkurang intensitasnya. Pabila manusia tidak menutup mata akan bahaya dari limbah dan pulusi, tentu musebab dari hal-hal tersebut dapat terus diusahakan pencegahanya semaksimal mungkin. Jika menyadari bahwa segala sumber daya alam yang tersedia di bumi ini dapat habis, tentulah pemanfaatanya pun harus dengan memikirkan upaya penghematan yang dapat dilakukan.
Inti untuk mengatasi semua itu adalah tidak ada kata terlambat untuk melestarikan lingkungan hidup negara Indonesia, segala upaya harus benar dilakukan dengan menjaga keberlangsungan lingkungan hidup yang mencakup semua sumber daya yang terkandung, disertai penerapan kebijaksanaan-kebijaksanaan terhadap penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
Tentulah lembaga-lembaga terkait lebih berperan lagi dalam upaya yang terakhir ini.
Dengan begitu, tujuan utama agar kelestarian lingkungan hidup dapat terus berlanjut ke generasi-generasi berikut bukan hanya impian panjang kita
saja.

(...Seandainya manusia Indonesia sekarang ini benar-benar dapat melimpahkan semua ungkapan terima kasih kita pada alam...)

Laut yang telah tercipta begitu luas dengan segala kekayaan yang terkandung, seakan selalu kekal dan tak akan pernah habis digunakan. Semua itu tetap mustahil karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Tetapi, biarkanlah semua berjalan secara alami, tanpa karena sifat serakah kita yang malah mempercepat kemusnahan.
Hutan hanya akan terus lebat dengan kehijauanya apabila kesadaran untuk mengadakan reboisasi terus digalakkan.Jika manusia merasa semua yang ada di alam ini diciptakan untuk terus dimanfaatkan, tentunya harus tetap ada pembatasan yang tidak merusak lingkungan sekitar. Hubungan timbal-balik memang harus terjadi dalam permasalahan ini, dan sebagai mahkluk bernaluri, manusialah yang paling bertanggung jawab terhadap alam ini.
Dalam berbagai perenungan yang kubuat sendiri tadi, entah kenapa
menggugah naluri manusiaku. Marilah kita mengajak diri kita sendiri, yang kemudian seluruh bangsa untuk mengerti dan berjibaku mencari solusi mengatasi masalah lingkungan hidup yang terlanjur melanda bangsa saat ini. Karena perusakan lingkungan hidup yang telah terjadi adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan hayatinya.
Jika lingkungan hidup tidak berfungsi lagi, bukan hanya tidak dapat menunjang pembangunan peradaban manusia secara berkelanjutan, tetapi hasil akhir yang didapat hanyalah kemusnahan kehidupan di dunia yang semakin dipercepat.
Sadarkah kita akan pengrusakan lingkungan hidup yang selama ini telah terjadi seperti penebangan hutan secara liar, polusi air dari limbah industri dan pertambangan, polusi udara di daerah perkotaan, asap dan kabut dari kebakaran hutan, perambahan suaka alam/suaka margasatwa, perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi, penghancuran terumbu karang, pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju, pembuangan sampah tanpa
pemisahan/pengolahan, dan berbagai masalah pencemaran terbaru di zaman ini. Semua itu karena ulah kita sendiri, yang tanpa disadari secara langsung juga akan berimbas pada diri kita dan mahkluk hidup lainya.
Sudah berjam-jam aku terduduk dengan bebagai imajinasiku. Setengah bungkus rokok bersama secangkir kopi yang menemani pikiranku telah tandas. Aku sepertinya sudah menemukan sebagain besar inti penulisan yang akan kutulis.
Semua pemikiranku tadi akan kembali kurangkai secara runut, yang kemudian menjadi opini-opini pendukung dalam karya tulisku nanti. Mungkin saja masih ada pemikiran-pemikaran lain yang masih perlu kugali dalam imajinasiku. Setiap membuat sebuah karya tulis, aku memang lebih mudah menemukan ide cerita, jika terlebih dahulu mengutarakan berbagai pertanyaan pada diriku sendiri. Apalagi seperti menyangkut masalah tentang lingkungan hidup, adalah topik yang menurutku lingkup dasar sebenarnya mencakup daerah kehidupan pribadi kita sendiri.
Tak sadar udara petang telah berhembus masuk jendela kamarku, panjang waktu hari ini telah sengaja kuhabiskan dengan berpikir dan berimajinasi.
Sepertinya lebih baik lagi jika aku sedikit melepaskan penat otak ku ini. Ku rebahkan
badan di atas kursi yang memang sedikit miring menyangga punggungku, membiarkan kedua mataku beristirahat dengan sedikit terpejam, mungkin dengan begitu aku akan terus terbawa mimpi tentang alam Indonesia di masa depan yang dihuni oleh cucu-cucu ku nanti.

(Semoga di mimpiku nanti, aku melihat mereka yang hidup sejahtera tanpa
melupakan alam yang menaungi kehidupan mereka. Globalisasi yang tidak dapat ditolak, tetap akan merambah bangsa ini, tetapi kemajuan peradaban yang ingin kuimpikan adalah peradaban yang dibangun oleh manusia yang tidak lupa usaha keras manusia terdahulu yang merintisnya).

Ataukah aku dan mungkin segelintir manusia lain bangsa ini diibaratkan masih bermimpi bila suatu waktu nanti anak dan cucu kita dapat mempelajari sejarah, bahwa peradaban maju yang mereka rasakan tidak lepas dari jerih payah manusia terdahulu yang menjaga keseimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alamnya...

" Semoga saja harapan baik yang ingin kuimpikan ini, dapat menjadi
kenyataan ".