My Adsense

30 Agu 2010

Yakinlah pada kata hati

Jika isi hatimu mengatakan kau harus berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirimu, tidak menyalahi norma dan aturan, serta tidak mengganggu orang lain, maka lakukanlah. Meski itu bertentangan dengan pendapat lain disekitarmu. Cukuplah kau bertanya sendiri, memangnya kenapa mereka harus ikut campur dalam segala hal yang kau lakukan, bukankah itu sama sekali tidak mengganggu siapa-siapa ?. Dan berpikirlah secara positif untuk menemukan jawabanya, jauhkanlah buruk sangka. Dengan begitu kau akan menemukan kepuasan hakiki, tidak akan ada penyesalan, karena sudah terlihat caramu benar untuk mencapai apa yang dianggap baik oleh kata hatimu.

Memang tidak gampang untuk bersikap seperti itu, apalagi jika telah tertanam pada dirimu sejak dulu untuk lebih mementingkan pendapat orang lain terhadap segala hal yang kau lakukan, kau takut dianggap salah, takut dianggap beda dan lain dari mereka. Padahal sebenarnya kau juga tidak akan menemukan kebahagiaan dalam hidup jika terus saja mengharapkan penilaian orang lain tentang dirimu. Tiap manusia memiliki isi hati, maksud dan cara bersikap yang berbeda-beda, dan percuma jika kau hanya mengharapkan mereka memiliki satu anggapan saja terhadapmu. Tapi kau dan ragamu hanya satu dan memiliki satu hati pula, maka cukuplah kau yang selalu berusaha agar cara bersikapmu terhadap mereka sesuai dengan satu maksud dari isi hati. Cukup satu saja, yaitu berpikir positif.

Dengan begitu, bukan berarti tulisan ini ingin menyatakan bahwa apa yang kau lakukan selama ini selalu benar dan tidak pernah salah, tidak sama sekali. Karena memang butuh waktu dan pengorbanan untuk belajar memahami isi hati. Awalnya, kau bisa saja berulang-ulang melakukan kesalahan karena belum bisa mengikuti isi hati, karena kau tidak ingin merasa tersisih, tidak ingin meninggalkan hal yang telah menjadi kebiasaan, atau menjauhi apa yang disenangi serta terpisah dari hal yang dicintai, meski itu semua memang tidak sesuai dengan isi hatimu. Jadi, justru sebenarnya kau adalah manusia yang sering melakukan kesalahan, tapi ingin berubah dan coba belajar memahami isi hati, dengan konsekuensi harus rela mengorbankan semua yang bertentangan dengan isi hati. Lantas kenapa tidak, jika memang itu yang terbaik untuk mu.

Sejarah mencatat bahwa orang berhasil adalah mereka yang selalu belajar dari banyak kesalahan, dan dari awal mereka hanya mempunyai harapan, tanpa pernah tahu secara pasti akan hasil yang didapat. Tapi karena mau belajar dan sungguh-sungguh dalam berusaha, maka apa yang tercapai pun pada akhirnya melebihi dari apa yang pernah diharapkan. Dan lantas mereka tidak menjadi angkuh atas apa yang telah dicapai, karena pengalaman terdahulu yang mengajarkan bahwa itu adalah tindakan sia-sia yang dapat menjatuhkan mereka kembali pada kubang kesalahan.Tentunya itu juga karena dorongan kata hati yang mereka yakini. Dan tanpa perlu memahami berbagai teori tentang orang yang telah berhasilpun, sebenarnya kita semua sudah tahu bahwa hasil yang baik hanya akan tercapai dengan niat dan cara yang baik pula.

Yang menulis tulisan ini bukanlah orang yang telah berhasil, dia juga masih sering melakukan kesalahan dan mementingkan pendapat orang lain dibandingkan kata hatinya sendiri. Berbagai tulisanya kerap dianggap basa-basi yang tak pantas disebut tulisan dari seorang penulis. Tapi semoga dengan menulis ini, dikarenakan kata hatinya yang berbicara. Karena untuk kesekian kalinya dia merasa tulisanya dapat bermanfaat, setidaknya buat dia sendiri. Dari tulisan ini, dia mungkin ingin menyampaikan bahwa selalu mencoba berpikir positif terhadap mereka, mereka yang diantaranya adalah orang tak dikenal, teman ataupun saudara.

Yakinlah pada kata hatimu.

27 Agu 2010

Akal dan Nurani

Sebagai manusia, kita adalah mahkluk paling sempurna yang diciptakan oleh Nya. Mahkluk yang sempurna karena berakal dan bernurani. Dua kesempurnaan yang dikaruniakan secara berimbang, tapi dalam kenyataan memiliki takaran yang berbeda pada setiap orang. Dua kesempurnaan yang sebenarnya dapat difungsikan sekaligus agar selaras, tapi banyak juga manusia yang merasa cukup jika sebagian-sebagianya saja yang digunakan, kebutuhanlah yang menjadi alasan.

Akal terkadang mendominasi hingga dapat tercapai banyak manfaat, tapi kemudian muncul juga berbagai masalah pelik karena yang telah dicapai pada akhirnya hanya mendapatkan jawaban hambar, itu karena jika yang menjadi pertanyaan adalah untuk apa kita diciptakan sebagai manusia. Dari hal itu barulah Nurani terasa penting, nurani memang tetap tak bisa dilepaskan selama kita masih hidup di dunia fana ini. Meski sengaja diacuhkan, dibiarkan terpendam jauh di alam bawah sadar, pada waktunya nanti tetap harus diberdayakan karena kehidupan hanya akan ada bila masih ada nurani pada manusia.

Dengan nurani, secara sejati kita meyakini akan keagunganNya. Dan akhirnya karena akal juga, kita tahu bahwa banyak cara untuk mencapai ridho dari Dia Yang Maha Agung. Secara umum segala hal apa saja, banyak jenisnya, asal masih mengatasnamakan kebaikan atau amal ibadah, adalah upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai hal tersebut. Tapi sadarkah kita sebagai mahkluk sempurna yang berakal dan bernurani ini, bahwa meski banyak cara untuk mencapai RidhoNya, tapi belum tentu segala upaya kita tersebut dengan mudah mendapatkan RidhoNya begitu saja.

Sebagai mahklukNya yang sempurna, kita tetap saja lemah di hadapanNya. Tak ada yang mengetahui rahasiaNya. Begitu juga mengenai Ridho yang kita harapkan dariNya. Untuk itu keimanan terhadap agama yang benar adalah kuncinya, meski Allah dengan kemurahanya tetap memberikan petunjuk bagi mereka yang dikatakan kurang keimanan atau bahkan tidak beriman sama sekali. Mereka tetap dapat membaca itu melalui akal dan logika mereka bahwa “Perdayakanlah nurani, jadilah orang alim, maka kau akan menjadi orang baik di bumi ini”. Namun ada satu pertanyaan penting yang tidak akan pernah bisa terjawab, bahwa siapa di dunia ini yang dapat menentukan beriman atau tidaknya seseorang sampai akhir hayat hidupnya nanti ?. Semua itu hanya Dia Yang Maha Tahu, karena hanya Dia pula yang berkuasa memberikan ridho dan hidayahNya.

Jadilah orang alim, maka akan menambah cukup banyak orang-orang alim di dunia ini, namun itu beriringan pula dengan kian bertambahnya pendosa yang bertebaran di muka bumi ini. Diantara mereka mungkin termasuk kalian, kita, atau saya sendiri. Tapi yang jadi pertanyaan, termasuk dalam kelompok manakah kita. Orang alim, pendosa, atau keduanya ?. Lantas siapa diantara kita yang berhak menyadangkan predikat itu. Apakah mungkin diri kita sendiri ?. Atau berdasarkan pendapat orang lain, karena dikatakan hanya orang lainlah yang dapat menilai diri kita. Tapi jika memang begitu, yang dilihatpun hanya mengenai penampilan luarnya saja, bagaimana dengan dalamnya hati ?, manusia mana yang lebih tahu selain diri kita sendiri.

Akhirnya kita kembali lagi pada satu jawaban yang paling benar bahwa hanya Dialah yang tahu segalanya. Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha dan berharap. Tindakan mengira-ngira secara berlebihan atau terlalu yakin adalah prilaku yang salah, karena nantinya dapat berkembang menjadi bibit kesombongan terhadap diri sendiri, atau tindakan yang dapat menghakimi orang lain dengan alasan yang sebenarnya kita sendiri tak sanggup untuk memahami.

Semestinya akal dan nurani yang dikaruniakan kepada manusia adalah untuk diperdayakan secara timbal-balik, karena tanpa salah satunya maka akan ada ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan. Tapi meski kita dikaruniakan akal untuk memikirkan prilaku kita yang sesuai dengan nurani ataupun juga sebaliknya, tetap saja terkadang tindakan kita tetap tak bisa dikatakan berakal atau bernurani, mungkin karena itulah sisi lain sifat manusia yang sudah ada sejak nabi Adam diciptakan. Atau mungkin inikah kelemahan kita yang dikaruniakan akal dan nurani secara sekaligus, hingga selalu berputar-putar diantara dua pilihan, baik dan buruk, hitam dan putih. Tidak seperti sang Malaikat atau Iblis sekalipun.

Sejak dulu sangat sedikit atau mungkin saja tak ada diantara kita yang sanggup menanggung beban sebagai manusia sempurna. Secara kodrat, tak ada manusia yang tak pernah tergoda dan luput dari dosa. Tapi itulah kesempurnaan yang sepantasnya untuk manusia, adalah kesempurnaan yang tak luput dari kekurangan, karena kesempurnaan kekal tetap hanya milikNya. Jika kau diciptakan sebagai malaikat tentu tak ada sedikitpun keraguan untuk bersujud padaNya, karena telah menjadi saksi secara nyata. Begitupun dengan iblis, meski selalu menebar dosa hingga akhir hayat alam ini nanti, sebenarnya dia tetap meyakini secara mutlak akan kebesaranNya. Maka manusia akan lebih sempurna dari kedua mahkluk istimewa Allah tersebut, jika memiliki keimanan yang kuat meski dia tak pernah menjadi saksi secara nyata seperti malaikat, dan selalu bertobat meski tetap tak luput dari tipu daya iblis yang juga tak bisa menyangkal kebesaranNya.

Semua mahkluk di dunia ini adalah sama di hadapanNya. Orang alim ataupun pendosa, baik dan jahat, serta keimanan dan ketaqwaan seseorang, tetap hanya Dia yang paling tahu. Masing-masing kita berhak menilai sebatas kemampuan kita sebagai manusia, tapi jangan sampai bertindak keterlaluan terhadap sesama hingga melebihi kekuasaanNya. Kita mungkin bisa membaca sikap namun tak ada yang tahu isi hati manusia lain.

Seseorang alim yang taat beribadah dan dari mulutnya sering melantunkan ayat suci, tapi bisa saja tidak menyadari bahwa dengan kealiman itu perlahan dapat membuat dia lalim, karena menjadikan dia berprasangka buruk terhadap kaum lain, merasa dia yang paling benar, selalu membenarkan pendapat dan ingin menang sendiri. Dengan segala prilaku alimnya itu, dia merasa telah mendapatkan ridhoNya, tapi manusia mana yang bisa tahu.rahasianNya?.

Orang alim bukanlah yang sering melakukan dosa, tapi tidak bedanya dengan para pendosa, karena tetap tak luput dari dosa. Apalagi jika tindakan itu tanpa disadari hanyalah kepura-puraan di hadapaNya. Sedangkan adalah kebenaran bahwa hanya Dia Yang maha Tahu !. Selalu sujud dan berserah padaNya, tapi tak pernah tercerminkan dalam sikap sehari-hari adalah ibadah yang percuma dan penuh pura-pura. Menipu Dia yang tak bisa dibohongi, menipu sesama dengan berpura-pura alim, atau menipu diri sendiri yang mempunyai akal dan nurani.

Sedangkan apakah kalian bisa tahu bahwa para pendosa atau penjahat sekalipun bisa saja mendapat ridhoNya. Mereka yang selama di dunia ini lebih pantas dicerca dengan segala prilaku yang diperbuat, juga tetap sama mengharap surga di hari itu kelak. Intinya mereka juga manusia yang mempunyai akal dan nurani, dan pintu taubat bisa terbuka kapan saja hingga di ujung ajal sekalipun. Mereka bisa saja adalah kalian atau saya sendiri, dan kita tetap merupakan hamba Allah yang tetap bisa mendapat RidhoNya. Namun hanya dia Yang Maha Tahu.

Inilah tulisan yang dibuat oleh orang yang tak luput dari dosa, karena dari kalimat tulisan ini begitu menggambarkan sisi keegoisan, terlalu berprasangka dan membenarkan diri sepihak. Membenarkan diri sendiri sebagai seorang pendosa atau seorang yang alim, berpura-pura alim yang sesungguhnya hanyalah pendosa. Tapi tetap ada satu tujuan dari penulis untuk menulis tulisan ini, bahwa cukuplah kemajuan zaman membuat bumi ini berangsur tua dan menyingkat usianya. Namun kenapa itu harus juga dibarengi dengan cara pikir manusia sebagai mahkluk Allah yang semakin jauh dari keseimbangan antara akal dan nurani untuk mencapai kebenaran yang hakiki. Kemajuan zaman ini bisa membuat manusia sangat mengagung-agungkan akal dalam segala tindakan, hingga nurani tak diperdulikan. Atau juga karena terpuruk dalam kemajuan, hingga nurani yang menjadi alasan tergampang sebagai pelampiasan. Terkurung dalam pemikiran sempit bahwa nurani dapat berjalan sendiri tanpa memperdulikan akal, segala harus serba lurus dan putih, dengan cara yang dibuat dan dimengerti sendiri, apakah itu jalan paling benar menurutNya dan dapat mencapai Ridhonya ?.

Saya yakin Dia Maha Adil dan Maha Tahu, keridhoan yang diberikan pada hambanya tidak berdasarkan sisi luar atau materinya saja. Percuma jika yang dikatakan emas tak lebih dari barang imitasi, sedangkan kilauan indah permata awalnya tak lebih dari onggokan lumpur. Hanya Dia Yang Tahu semua itu, dan janganlah kita melebihi Dia. Cukup tanamkan pada pikiran akal dan nurani kita, terutama untuk saya sendiri khususnya, bahwa jika ingin mengharapkan ridhoNya maka setiap apa yang dilakukan haruslah dengan niat baik kepadaNya dan juga perasangka baik terhadap sesama. Itu saja dulu, dimulai dari sekarang.

Surat buat adik

Wahai adik-adikku kita tak pernah lagi berjumpa. Cukup lama aku tidak bisa menyaksikan kalian tumbuh bersama pertambahan usia kalian, apa saja yang telah dilalui dalam hidup kalian selama ini, ada cerita apa yang bisa kalian bagi dengan kakakmu ini.


Salah satu dari kalian adalah kau, adik lelakiku. Usiamu yang tidak terpaut jauh denganku. Kita berdua adalah anak lelaki yang sama-sama dibesarkan dalam keluarga sederhana, teringat dulu kita yang sama-sama pandai menyembunyikan kenakalan dibalik kepolosan dan keluguan usia kita, kita yang sering berkelahi untuk memperebutkan apa saja, kerap membuat usil di dalam rumah kecil kita, tapi ada saja kisah kebersamaan dan kedekatan persaudaraan kita. Cerita kita adalah kisah dua saudara yang takkan bisa terlupakan, kau yang tetap menganggap aku sebagai kakak yang selalu menyayangimu. Maafkan aku jika sebagai kakak laki-laki dulu kerap kasar mendidikmu, itu mungkin sedikit banyak merupakan cikal bakal jika ada jiwa pembangkang dalam dirimu yang sekarang. Tapi karena itu juga kau yang sekarang dapat buktikan pada ayah bahwa kau adalah anak lelakinya. Meskipun sedikit nakal dan keras kepala, itu adalah kewajaran di usiamu, yang terpenting kau sekarang juga telah bisa mandiri dalam segala hal, dan sikap-sikap mu itu sama sekali tak mengikiskan rasa sayang dan patuhmu pada kedua orang tua kita. Ayah pasti sangat bangga pada mu.


Aku menulis ini untuk kau juga, adik perempuanku. Terakhir berjumpa kau masih menjadi bocah manis yang dulu senang bermain di pangkuanku, tapi dengan usiamu kini tentu kau sudah bukan gadis kecil lagi. Kau mungkin tidak selucu dan semanja dulu, tapi kau tetap adikku yang paling kusayang. Teringat saat kau kecil dulu, aku yang menjagamu, menyuapimu makan, segalanya dengan peluk kasih sayang. Kau tentu tidak lagi suka menangis dan selalu mengadu setiap kali dimarahi Ibu, lagipula wanita yang paling kita sayangi itu sudah tidak lagi setegar dulu, usianya sekarang sudah semakin senja. Sebagai seorang adik perempuan tentu kaulah yang sekarang menjadi tempat dia berbagi, petiklah petuah dan pelajaran penting dari seorang Ibu tangguh sedunia seperti dia, karena kelak kau juga akan menjadi seperti dia.


Wahai adik-adikku aku sangat merindukan kalian. Teringat ketika aku masih bisa berkumpul bersama kalian dalam keluarga. Adakah kalian disana baik-baik saja ?. Ini adalah luapan kerinduan yang sama sekali belum dapat terwakili, jika hanya melalui tulisan sederhana ini. Kakakmu kini sedang jauh berada, aku yang sedang berusaha keras meraih mimpi dan cita-cita. Aku selalu mendoakan kalian seperti doa kalian yang juga selalu menyertaiku. Dan semoga jika suatu saat nanti kita bertemu, kalian dapat bangga karena mempunyai kakak sepertiku, yang juga sangat beruntung mempunyai adik-adik isimewa seperti kalian.

25 Agu 2010

Remaja mesjid

Masa remaja saya habiskan di salah satu pulau yang terletak di salah satu bagian ujung timur negeri ini. Dan bagaimana keadaan masa remaja saya waktu itu, mungkin tidak ingin saya uraikan panjang lebar dalam tulisan ini. Saya hanya ingin mengambil salah satu bagian yang cukup dikenang, tentang masa remaja saya waktu itu yang pernah ikut dalam kepengurusan remaja mesjid. Saya cukup mengenang akan masa-masa itu, dimana daerah tersebut hanya memiliki satu-satunya mesjid. Dan rata-rata umat muslim disana adalah kaum pendatang dari berbagai pulau lain yang ada di seberang.


Maka, saya dan beberapa kawan lain yang menjadi remaja pengurus mesjid ini tentunya adalah anak-anak dari kaum pendatang tersebut. Dari sini akhirnya kami menjadi kawan baik sebagai sesama anak perantau. Rasa kekeluargaan antar sesama pendatang di daerah ini memang sangat kuat jika dibandingkan dengan apa yang ada di kota besar, mungkin karena sadar akan keminoritasan kami, dan dari hal itu yang membuat kami bisa saling bahu membahu. Lantas bagaimana tidak menjadi dekat, bila di daerah yang luasnya bisa dikatakan kecil ini setiap hari kami bertemu dengan orang-orang yang sama. Seperti saya dan beberapa kawan yang sedari kecil sudah dibesarkan bersama di tanah perantauan ini.


Aktifitas kami sebagai remaja mesjid dikala itu, adalah dikala sore hingga menjelang maghrib yang terjadi beberapa hari dalam seminggu, kami selalu menyempatkan diri untuk berkumpul di mesjid tercinta kami. Dengan berkumpulnya kami di mesjid, pastinya selalu diisi dengan kegiatan bermanfaat yang mencerminkan kami sebagai seorang remaja pengurus mesjid.


Kadangkalanya diadakan pengajian bersama, kegiatan gotong-royong, ceramah tentang seputar kehidupan remaja, atau mengadakan rapat-rapat pembentukan panitia sehubungan akan diadakanya acara yang berkaitan dengan hari besar Islam, seperti Mauld Nabi, Isra Mi’raj, Hari Raya kurban, buka puasa bersama, dan lain sebagainya. Kegiatan seperti ini yang sangat terasa manfaat ke depanya bagi kami, selain belajar tentang Islam kami juga dididik untuk dapat berorganisasi. Sesekali kegiatan perkumpulan remaja mesjid kami juga diselingi dengan kegiatan olahraga atau rekreasi ke suatu tempat. Saat-saat seperti ini juga yang akan selalu kami kenang, tentang kebersamaan dan canda gurau masa-masa remaja antar sesama kawan, bahkan juga ada kisah cinta remaja yang terjadi disini. Dengan eratnya ikatan perkumpulan remaja mesjid kami ini, seluruh anggota organisasi sudah dianggap sebagai keluarga dan mesjid seperti rumah kedua bagi kami.


Tapi, meskipun kami disebut remaja mesjid, rasanya tetap belum lengkap jika yang namanya masa remaja tidak disertai dengan sedikit ulah nakal dan liar kami, khususnya bagi remaja lelaki Di bagian belakang mesjid ini, ada satu ruangan cukup luas yang dikhususkan untuk mengisi kegiatan remaja mesjid, tempat kami berkumpul. Sesekali karena keasyikan berkumpul, kami sering lupa untuk pulang ke rumah. Ruangan itu bisa kami jadikan tempat tidur-tiduran, nongkrong dan mengobrolkan hal lain di luar organisasi. Bahkan sempat berencana untuk membuatnya seperti kamar sendiri.


Orang tua memang sangat mendukung dengan kegiatan kami sebagai remaja mesjid, tapi tentunya mereka kurang setuju jika yang terjadi adalah kami malah terlalu berlebihan menganggap mesjid sebagai rumah, tanpa ingat untuk pulang ke rumah sebenarnya. Dan untuk hal ini saya punya kenangan tersendiri, karena mungkin hanya sayalah dari semua kawan-kawan yang paling sering menginap di mesjid, sering diomeli orang tua, bahkan sampai dijemput untuk disuruh pulang. Itu adalah salah satu masa-masa remaja yang tidak akan saya lupakan.


Entah kenapa, saya seperti betah bahkan hingga sampai berhari-hari tinggal di mesjid. Selain ke sekolah, kegiatan yang lebih sering saya lakukan adalah di mesjid. Tiap hari pasti ada saja teman yang datang berkumpul, makanan pun pasti tersedia dengan cara menyumbang bersama-sama, segala sarana dan prasarana olahraga yang meski sederhana tapi ada juga di sini. Dan yang paling penting bagi saya, jika berada di mesjid maka sangat jarang bagi saya untuk terlambat dalam menunaikan ibadah shalat. Sesekali pada tengah malam jika sedang menginap di mesjid, saya juga sempatkan untuk mengaji, tahajud, berdzikir atau sekedar merenung segala kejadian yang telah dilewati dalam sehari. Aktifitas keagamaan yang sekarang ini kerap saya lupakan, mungkin karena usia saya waktu itu masih remaja, dan niat beraktifitas untuk ibadah tersebut muncul dengan sendirinya, terdorong oleh situasi dan kondisi yang saya pilih waktu itu. Selain itu saya juga kerap senang hati membantu penjaga mesjid untuk membersihkan lingkup sekitar mesjid, itu memang tak ada upahnya tapi seperti ada kepuasan dan rasa tersendiri bagi saya. Dengan pernah tinggal di mesjid saya anggap sebagai kehidupan pesantren kecil bagi saya.


Waktupun berlalu seiring usia remaja saya yang kian bertambah menuju kedewasaan, faktor pendidikan akhirnya mengharuskan saya untuk pindah ke daerah lain. Tidak hanya saya, tapi begitu juga dengan kawan-kawan lain. Kami memang sudah waktunya pergi meninggalkan semua kenangan tempat kami dibesarkan, itu adalah kota kecil yang indah dengan satu-satunya mesjid yang ada. Di mesjid itu tempat kami pernah menimba dasar ilmu agama, tempat kami mendapatkan kawan, salah satu tempat menyimpan kenangan sebagai remaja biasa ataupun remaja mesjid. Dan khususnya untuk saya sendiri, mesjid itu adalah tempat saya mendapatkan bekal yang diketemukan secara sederhana, namun pada akhirnya akan sangat berguna dalam kehidupan saya hingga sekarang ini.

Di daerah yang baru, saya tinggal di kota yang sedikit lebih besar dibandingkan kota saya terdahulu. Ada kehidupan baru, tempat tinggal baru, sayapun mulai beradaptasi lagi terhadap lingkungan untuk mendapatkan kawan-kawan baru. Dan banyak terdapat mesjid disini, bukan hanya satu tapi bahkan tak terhitung jika ditambah bangunan musholanya. Dari hal itu yang membuat pertama kali saya mengerti, bahwa menurut pengertian luas, terdapat perbedaan antara mushola dan mesjid. Ternyata yang saya katakan mesjid di tempat saya dulu, hanya bisa dikatakan sebagai mushola saja. Jika begitu, dapat kalian bayangkan bagaimana ukuran dari bangunan yang saya katakan mesjid tercinta kami itu.


Saya sangat mensukuri banyaknya terdapat mesjid di daerah tempat tinggal baruku ini, semoga itu juga selaras dengan niat beribadah dari masyarakat sekitarnya, termasuk saya sendiri. Karena cukuplah kelihatan damai rasanya seperti di mesjid kami dulu, meski mesjid itu hanya pantas dikatakan mushola, walau merupakan satu-satunya, tapi selalu diramaikan para jamaah tiap kali tiba waktunya shalat.


Di daerah baru yang banyak terdpat mesjid ini, sayapun terkenang akan masa remaja saya dulu, terkenang mesjid kami dengan segala kegiatan remaja mesjidnya. Dan apakah remaja-remaja mesjid di daerah baruku ini juga sama halnya dengan remaja mesjid kami dulu ?. Secara sengaja aku akhirnya sering memperhatikan setiap mesjid yang kudatangi, coba melihat-lihat aktifitas lain apa lagi yang ada selain ibadah ritual seperti shalat, mengaji dan lain sebagainya. Khususnya kegiatan yang dilakukan oleh remaja mesjidnya.

Ternyata banyak terdapat perbedaan. Di daerah baruku ini, memang banyak terdapat mesjid, terdiri dari bangunan yang megah, tapi yang kerap kulihat ternyata banyak mesjid yang lebih sering diramaikan oleh orang-orang tuanya saja, mereka memang sering berkumpul mendiskusikan masalah agama diantara mereka. Tapi hal baru yang kutemukan adalah tentang kaum musafir yang entah dari mana daerah tepatnya mereka berasal, tapi dari cara berpakaian yang serba gamis mungkin mereka berasal dari negara lain, meski sebagian dari mereka ada juga yang berwajah pribumi. Selain berpakaian gamis secorak yang biasanya hitam, mereka juga bersorban, serta ciri wajah yang sangat melekat, bekas hitam di kening dan di bagian bawah kedua belah mata.

Sebagai musafir, mereka memang tinggal beberapa saat di mesjid itu, sering kulihat menjadi pembicara atau penceramah dalam perkumpulan beberapa orang-orang tua tadi. Biasanya aku senang mendengar ceramah, tapi kenapa agak enggan untuk ceramah dalam perkumpulan seperti itu, apalagi dalam keseharian mereka lebih banyak diam dan jarang bertegur sapa dengan masyarakat sekitar. Mungkin karena usiaku yang masih muda dan belum tahu apa-apa tentang agama, titak tahu tentang orang-orang seperti mereka. Tapi aku hanya membandingkan seperti apa yang terjadi di mesjid tempatku dulu, untuk hal-hal yang menyangkut agama seperti ini, orang-orangnya, penceramah atau pemuka agamanyanya memang selalu terlihat wajar-wajar atau biasa-biasa saja layaknya bagaimana cara seorang muslim berpakaian dan bersikap.


Dari beberapa mesjid yang kukunjungi di daerah baruku ini, yang menjadi penjaga mesjidnya juga lebih banyak merupakan orang yang sudah berusia lanjut atau bahkan sangat lanjut. Padahal di mesjid daerahku sebelumnya, malah orang-orang muda yang menjadi penjaga mesjid, mereka bahkan merangkap sebagai pelajar atau orang yang punya pekerjaan lain, mereka adalah kawan-kawan atau saya sendiri yang tergabung dalam ikatan remaja mesjid.


Bukankah orang muda biasanya lebih cekatan dan bertenaga untuk mengurus dan melakukan kegiatan seperti bersih-bersih mesjid. Mungkin saja di daerah baruku ini penjaga mesjid haruslah dari orang tua, mungkin karena mereka sudah lebih mengerti tentang agama, dan nantinya tugas mereka bukan hanya mengatur dan mengurus kebersihan mesjid saja, atau karena orang-orang seperti mereka yang tidak punya cara lain dalam sisa hidupnya selain mengabdikan diri ke mesjid. Sedangkan para remajanya adalah anak-anak zaman sekarang yang sibuk dengan segala aktifitas mereka, mungkin menurut pemikiran mereka mesjid hanya sekedar tempat beribadah saja, meski itu juga jarang dilakukan.


Kegiatan seperti remaja mesjid dan lain sebagainya dianggap sudah ketinggalan dan tidak mempunyai nilai lebih untuk remaja zaman sekarang. Padahal pada usia seperti mereka itulah adalah tahap menanamkan fondasi agama yang kokoh, usia yang dapat memunculkan berbagai ide kreatif, meramaikan mesjid secara positif dan sesuai dengan nilai keIslaman, itu semua seperti apa yang pernah kami lakukan dulu sebagai remaja mesjid. Kami dulu adalah remaja modern juga, meski tinggal di daerah kecil tapi kami mengerti juga tentang segala kemajuan zaman, namun disebalik itu semua kami tetap cinta segala aktifitas yang berhubungan dengan agama kami, kami cinta mesjid kami, dan dengan usia remaja yang masih panas itu membuat kami berpikir bagaimana cara menjadi remaja sekarang tanpa melupakan diri sebagai remaja mesjid.


Apa mungkin seiring bertambahnya zaman hingga membuat remaja mesjidpun hilang dan tak dikenal lagi, atau itu hanya ada di daerah seperti daerah kecilku dulu. Para remajanya yang masih teramat jauh dari kota dan segala kemajuanya, kehidupan remaja kami serba kurang jika dibandingkan dengan remaja kota. Tapi aku bersyukur, karena dari hal itu aku pernah menjadi Remaja Mesjid.

Menangis dikala adzan

Ada sebuah kejadian yang terjadi pada seseorang malam tadi. Saat itu dia sedang menunggu datangnya waktu shalat isya di dalam sebuah mesjid. Setelah itu entah kenapa, matanya berkaca-kaca ketika mendengar suara adzan dikumadangkan. Cukup ramai orang di mesjid kala itu, mungkin karena seperti biasa, ini masih di minggu pertama bulan Ramadhan, dimana masih berduyun-duyun umat muslim meramaikan mesjid, menunaikan shalat isya yang kemudian dilanjutkan dengan shalat taraweh. Namun dari sekian banyak orang di dalam mesjid itu, sepertinya tidak ada satupun yang memperhatikanya.


Ada apa gerangan yang terjadi pada orang itu. Apakah dia baru saja mengalami sebuah kisah yang memilukan, atau teringat akan sesuatu yang membuat hatinya bersedih. Tentu hanya dia yang tahu, mengapa. Kalimat-kalimat Adzan pun terus dikumandangkan, dan matanya yang tadi telah berkaca-kaca justru semakin melinangkan air mata yang tak tertahankan. Masih tak ada juga orang yang memperhatikan dia.


Mungkin saja ada satu atau dua orang yang memperhatikan, namun jika begitu, mreka hanya sekedar memperhatikan dan tidak berniat untuk menyikapi kejadian itu. Meski mungkin dalam hati mereka pun terbit pertanyaan yang sama, ada apa gerangan yang terjadi pada dia ?.


Sejak dulu orang itu memang sering datang ke mesjid ini tiap kali hendak melaksanakan shalat, apalagi di bulan ramadhan seperti sekarang. Dia tidak beda layaknya umat muslim lain, masyarakat sekitar yang juga tidak mau menyia-nyiakan ibadah di bulan suci ini. Tentu beberapa diantara mereka yang sedang berada di dalam mesjid malam tadi, sering melihat bahkan mengenal dia. Atau mungkin juga tidak, karena kenapa tidak ada memperdulikan kejadian yang terjadi padanya.


Tapi kembali kepertanyaan yang sedari tadi menggelayut di hati, ada apa gerangan yang terjadi padanya ?. Meskipun mungkin sering melihat dia di mesjid ini, sepertinya baru kali ini mereka melihat kejadian seperti itu terjadi pada dia. Mereka pun tak ada yang ingin bertanya ataupun tahu sebabnya, mungkin mereka enggan atau memang sengaja tak mau tahu. Selama ini jika dia ke mesjid juga memang hanya untuk beribadah dan sedikit sekali bertegur sapa dengan yang lain, hingga kalaupun dia dikenal hanya sebatas itu juga.


Dan aku bahkan lebih tidak mengerti jika pertanyaan itu ditanyakan padaku. Aku yang sama sekali tidak tahu siapa dia, apalagi kejadian seperti ini adalah permasalahan emosi yang terjadi dalam diri dia seorang, jika tanpa diceritakan maka tetaplah hanya dia yang tahu kenapa. Meski aku sebenarnya ingin tahu jawabanya, tapi bagaimana bisa, jika aku juga enggan untuk bertanya pada orang yang tak kukenal. Biarlah, mungkin nanti perlahan dengan sendirinya aku juga turut tak mau tahu tentang permasalahan ini.


Tapi, hingga saat kemudian aku pulang dan menulis ini, ternyata rasa keingintahuanku itu belum juga sirna. Padahal ini sebenarnya bukan masalahku, tak perlu kupusingkan hingga harus tahu jawabanya. Namun, aku memang orangnya tak pernah puas jika belum menemukan jawaban dari pertanyaan isi hati. Dan biasanya untuk memuaskan isi hatiku tersebut, aku akan membiarkan imajinasi dalam otakku bebas berpkir, meski tetap terarah pada perkiraan tentang berbagai latar ruang dan waktu kejadian, dan semua itu bertujuan untuk menemukan jawaban yang mendekati kepastian.


Maka seperti inilah kesimpulan yang kubuat sendiri.


Orang itu tiba-tiba menangis pada saat adzan Isya dikumandangkan, dan sekarang adalah bulan suci Ramadhan yang penuh keistimewaan, bulan suci penuh berkah dan ampunan. Dari hal perkiraan itu saja, dengan gampang aku sudah sedikit mendapatkan satu jawaban kemungkinan, dan kalian juga mungkin sudah tahu apa yang kumaksud.


Intinya adalah karena bulan Ramadhan.

Bisa saja dengan mendengar suara adzan di bulan Ramadhan ini, membuat orang itu menyadari akan segala dosa yang pernah diperbuatnya, dan kejadian itu terjadi pada saat adzan Isya dikumandangkan. Shalat isya yang nantinya akan dilajutkan dengan shalat taraweh.


Shalat taraweh adalah ibadah khusus yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Ibadah ini adalah salah satu ibadah paling dinanti umat muslim yang menjalankan ibadah puasa dibulan Ramadhan, menunaikan kewajiban ini adalah untuk menyempurnakan ibadah puasa yang mengharapkan permohonan ampunan dariNya. Meski seharusnya bukan hanya di bulan Ramadhan saja, tapi karena keistimewaan dibulan inilah yang membuat kami lebih mengutamakan untuk melaksanakan ibadah sebanyak mungkin, sehingga kadang menjadi tradisi yang tak lepas dari kekhilafan seorang manusia, tradisi memohon ampunan terhadapNya yang disamakan dengan permintaan maaf kepada sesama, jika telah dilaksanakan maka nanti dapat terulang untuk melakukan salah lagi. Begitulah tradisi manusia.


Ya, bisa saja disebabkan hal itu dia menangis. Dengan mendengarkan kumandang Adzan shalat Isya membuat dia teringat akan semua dosa yang pernah diperbuat. Dia yang mungkin telah melaksanakan puasa sehari ini dengan sebaik mungkin, kemudian berangkat ke mesjid dengan niat menunaikan shalat isya yang akan dilanjutkan dengan shalat taraweh untuk menyempurnakan ibadah puasanya. Begitu besar niatnya untuk beribadah, hingga mengundang segala sisi perasaan emosionalnya yang terendap jauh dalam alam bawah sadar. Dia menangis karena terkenang akan dosa yang pernah diperbuatnya selama ini. Dan puncak perasaan sedihnya itu terjadi pada saat adzan dikumadangkan.


Sebegitu besarkah pengaruh adzan ?.


Ketika adzan dikumadangkan, umat muslim memang seharusnya menghayati secara seksama setiap arti dari kalimat adzan tersebut. Itu adalah kewajiban, namun kenapa dalam kenyataan terkadang menjadi keharusan yang bisa saja iya atau bisa juga tidak. Sebenarnya dengan memahami arti dari kalimat Adzan maka maknanya akan lebih meresap dalam keyakinan hati kita. Tapi dalam kenyataan tidak semua orang paham akan arti dari Adzan.

Apakah yang dimaksudkan dengan arti tersebut hanyalah tentang kalimatnya secara menyeluruh ? tentu saja tidak harus begitu, jika kita sudah mengerti bahwa cukup dengan kata “Adzan” saja, itu sudah mengandung pengertian penting bagi umat muslim untuk segera melaksanakan ibadah shalat. Dan saya rasa sebagai umat muslim kita tentu sudah tahu tentang itu, artinya kita juga sudah cukup mendapatkan makna dalam dari kata “adzan” itu saja. Apalagi jika kita bisa paham keseluruhan arti dari kalimat adzan tersebut.


Kembali kepada cerita orang tadi, saya tidak mau terlalu lebih mengatakan bahwa dia menangis karena paham akan arti keseluruhan dari kalimat adzan yang dikumadangkan, tapi mungkin itu cukup disebabkan suara Adzan yang sekedar dia ketahui sebagai panggilan untuk shalat saja. Yang justru sebenarnya dengan begitu saja sudah melebihkan perkiraan saya, karena jika hanya karena begitu sudah dapat membuat dia menangis apalagi dengan benar-benar paham akan keseluruhan arti dari kalimat Adzan. Semoga benar begitu adanya, karena dalam kenyataan sedikit sekali diantara kita yang sampai begitu. Banyak sekali yang tidak, mungkin termasuk saya.


Lantas kenapa saya bisa yakin memperkirakan bahwa dengan kumandang Adzan saja dapat menyebabkan orang itu menangis?.Untuk menjawabnya, saya hanya memperkirakan makna paling sederhana dari Adzan hingga menyebabkan orang itu menangis. Dan intinya tetap pada satu keyakinan yang harus dipahami, bahwa Adzan tidak lain merupakan panggilan penting untuk menunaikan ibadah shalat.


Makna sederhana itu adalah, alunan suara dari orang yang mengumandangkan adzan. Setelah kita tahu Adzan adalah panggilan sholat, maka ditambah lagi dengan suara indah dari orang yang mengumandangkanya, suara indah yang dapat mengena di hati meski kita tak tahu arti keseluruhan dari kalimat yang dikumandangkan. Tapi yang dimaksudkan keindahan suara, adalah semestinya bukan seperti nyanyian merdu manusia di dunia, yang didengar indah hanya untuk terbuai akan arti secara fana, dan terasa sepintas saja. Keindahan suara ini adalah yang sekaligus dapat menyayat hati, karena sadar akan kita yang selalu berbangga akan kelemahan diri diatas Kebesaran dan KeEsaanNya, kita yang kerap melanggar perintah dan panggilan ShalatNya, meski shalat itu sebenarnya adalah mutlak untuk kepentingan kita sendiri.

Ya, begitulah kesimpulan sederhana saya.


Selanjutnya, karena saya seperti manusia biasa kebanyakan di zaman sekarang ini, bisa saja menganggap cerita ini tidak penting dan saya tidak mau tahu dan bertanya terlalu banyak lagi “kenapa orang itu menangis”. Tapi karena saya juga hambaNya, mestinya cukup cerita singkat ini, saya dapat mengambil makna penting yang dapat membuat saya sadar akan kebesaraNya.


Satu sisi kebaikan mungkin didapat dari orang itu dengan “ketidakingintahuan kami, tentang kenapa dia menangis”. Karena dengan begitu, InsyaAllah tangis penyesalan dari hambaNya yang ingin bertobat, akhirnya tidak sampai menjadi kesombongan yang perlu ditunjukkan, karena itu hanya dapat mengurangi pahala disisiNya.

21 Agu 2010

Kembali pada yang hakiki

Selamat tinggal sahabat,
kalian pergi dengan cara yang pernah sama-sama kita buat,
tapi kita harus berpisah,
karena tak sanggup ku tahan resah.
Mimpi kita dulu sama-sama terikat,
ternyata tak lepas dari candu yang mengerat.
Hingga aku ingin berubah,
karena kini mimpi jua yang jadi pemisah.
Teruslah terbang bersama mimpi yang enggan kau buang,
melayang-layang dalam angan dan senang-senang.

Selamat tinggal juga untuk kalian sobat,
turut pergi dengan cara yang tak membuatku sakit
karena ini pilihanku,
orang galau yang ingin tapi tak pernah bisa,
usahaku selalu buntu untuk membaur menjadi satu.
Aku ingin baik, tapi tak sanggup terlalu baik seperti kalian.
Aku ingin pandai, tapi bukan dari ilmu yang kalian gapai.
Jelasnya tak pernah bisa tertawa dan bernyanyi bersama orang yang tak pernah sama.

Aku yang bebas selalu saja lepas kemudian terhempas.

Kini, biarkan aku disini,
meski ragaku goyah dan hampir jatuh.
Karena aku akan tetap berusaha berdiri,
selagi belum terjatuh dan terperosok lebih jauh.

Harus ada keyakinan untuk sebuah Keharusan,
dan itu bukanlah idealisme!!!.
Biarlah banyak rintangan yang menghampiri,
karena tanpa itu malah tak dapat menemukan arti.
Salah, berlara hati karena merasa perlahan ditinggalkan,
karena justru sebenarnya ini akan terus mendekati arti yang jelas.
Tentu selama tetap kuingat,
keyakinan itu hanyalah satu!!!
bukan dua, tiga atau tak jelas berapa.

Aku bukan ditinggalkan,
tapi tak sadar bahwa selama ini tak pernah ada diantara mereka.
Aku yang mungkin dianggap, tapi hanya sebatas adab.
Lalu kemana ku harus pergi jika sudah begini?

Menyesali diri, masih dapat berarti jika tak hanya meratapi diri.
Maka aku harus kembali pada jati diri yang hakiki.
bisakah....

Anak kereta

Semenjak mulai bekerja di salah satu tempat rekreasi terkenal yang lokasinya terletak di pusat ibukota, akhirnya mengharuskan aku untuk sering menggunakan trasnportasi kereta ekonomi, itu terjadi ketika pulang dan pergi setiap harinya. Cukup memakan waktu karena jarak tempat tinggalku yang cukup jauh, dan tentu saja menguras tenaga, karena setiap pekerja di ibukota ini tentu tahu bagaimana kondisi berdesak-desakkan dan hiruk pikuknya kereta ekonomi setiap hari pada jam berangkat dan pulang dari kerja. Tapi karena aku sangat mencintai pekerjaanku, itu semua dapat kujadikan sebagai halangan yang sama sekali tidak berarti.

Tapi, dalam tulisan ini aku tidak ingin bercerita tentang segala hal yang menyangkut pekerjaan, mungkin itu untuk dilain waktu saja. Ini hanya sebuah tulisan yang menceritakan tentang kehidupanku di ibukota, khususnya kami yang disebut anak kereta, kami yang sangat akrab dengan kereta ekonomi beserta segala situasi dan kondisi yang terjadi di dalamnya. Dan terbit satu kesimpulan yang ingin kusampaikan di awal tulisan ini, bahwa mestinya bila ada diantara kalian yang ingin tahu bagaimana kehidupan Ibu kota, maka tak perlu jauh-jauh mencarinya. Cukup di dalam kereta ekonomi.

Kerap terdengar kabar berita, bahwa bila ingin tahu sisi lain dibalik gemerlap ibu kota maka lihatlah daerah yang terpinggirkan, banyak terdapat rumah-rumah kumuh beserta kemiskinan para kaum gelandangan, anak-anak kecil tak bersekolah yang telah terbiasa belajar hidup diantara sampah dan genangan air kotor, sedangkan orang tua mereka mencari nafkah sebisanya dari apa yang sekenanya mereka pikirkan, lantas itu dilakukan dalam keadaan dan lingkungan mereka yang memang seperti itu. Orang-orang seperti itu juga ada di dalam kereta ekonomi.

Di tingkat yang lebih baik atau mungkin sama saja, kau akan menemui para pedagang, yang oleh ibu kota mereka akhirnya mendapat tambahan julukan dibelakang nama mereka sebagai “pedagang kaki lima atau asongan”. Merekalah ciri khas pedagang sejati di negeri ini, karena bagiku mereka yang sudah sukses sebagai pedagang hanya disebut beruntung dan belum sukses jika tidak pernah melewati masa-masa susah seperti apa yang pernah dirasakan oleh para pedagang sejati ibu kota tersebut. Bekerja keras dan tak ada malas, berwatak keras, dan diantaranya memelas bahkan culas dan memeras, semua itu karena hidup di ibu kota. Orang-orang diantara merekapun dapat kau jumpai dalam kereta ekonomi.

Dan kalaupun hanya mereka-mereka itu yang kuceritakan, rasanya tulisan ini kurang menarik. Karena kita mungkin juga sudah bosan untuk mendengar kisah-kisah kemiskinan yang terjadi di sini, karena situasi mungkin saja dapat menyebabkan saya atau kalian yang hidup di kota besar perlahan sudah tidak mementingkan rasa iba, apabila dikarenakan kejadian itu sudah biasa untuk kerap terjadi, bahkan sering mengusik dan menggangu kita tiap harinya. Benar kan?.

Oleh karena itu, ada kalangan lain yang ingin kutambahkan dan mungkin bisa juga disebut sebagai penghuni tetap dalam kereta ekonomi ibukota ini. Para biduan dan biduanwati dengan segala perkakas penyumbang suara mereka. Mereka tidak hanya menyanyikan lagu dengan suara yang merdu, tapi sebagian yang sumbang masih dapat berkoar tentang kesucian agama, kesusahan hidup, dan tetek bengek lain yang pastinya menyentuh hati dan menanti recehan berarti. Ada juga para pelajar atau mahasiswa yang merupakan generasi penting bangsa ini, atau para pekerja yang merupakan orang penting pula dalam menafkahi keluarga.

Intinya mereka adalah Lelaki, wanita, adapun banci, ibu-ibu, anak-anak, orang jompo, semuanya dipaksa belajar tangguh jika sedang berada dalam kereta ekonomi. Dan sebagian diantaranya adalah kami-kami ini, yang mempunyai sedikit perbedaan karena tidak dapat dipastikan termasuk dalam kalangan mana, kereta ekonomi bahkan tidak dapat menandai seperti apa kehidupan kami. Kami yang tetap santai dengan segala apa yang harus dihadapi di Ibu kota ini, termasuk dengan segala apa yang terjadi dalam kereta ekonomi kesayangan kami ini.

Meskipun kami termasuk pelajar atau mahasiswa yang sering berpergian dengan kereta ekonomi, rasanya itu belum dapat dimasukkan dalam tahap perjuangan kami dalam menuntut ilmu, itu terlalu berlebihan. Buktinya kami lupa bahwa terpelajar, masih bisa jadi bengal dan tak takut mati dengan tawuran, dimana otak terpelajar kami bila merasa tempat ternyaman di kereta adalah diatas gerbong. Dan jika kami disebut pekerja, kehidupan seperti ini juga adalah wajar saja, diantara kami ada yang masih muda dan belum berkeluarga, tak terlalu tahu cara mengambil makna dalam hidup, nafkah yang sedang dicaripun mungkin hanya untuk dihabiskan diri sendiri saja. Kami bukan atau tidak terpelajar lagi, hingga bahkan lebih berani untuk mengambil resiko sebagai penumpang diatas gerbong, kalaupun di dalam gerbong kami buat sesuka hati dengan obrolan dan tingkah yang tidak memperdulikan orang lain. Anggaplah kereta ini milik kami karena didalamnya banyak kawan yang seperti kami

Tapi sekali lagi, kata tangguh tetap pantas disematkan pada kami, meski itu dianggap masalah remeh tentang menghadapi situasi ketika berada dalam kereta ekonomi. Tapi, masihkah ini dianggap remeh bagi kau yang sering menggunakan transportasi ini ?, bukankah tangguh dengan segala cara memang merupakan kunci satu-satunya. Kecuali bagi kau yang tidak tahu rasanya berdesak-desakkan karena sesaknya para penumpang dengan berbagai aroma dan watak yang berbeda, disaat kau harus memasrahkan semua harta, kesucian, bahkan nyawamu dalam keadaan dan pristiwa yang bisa saja terjadi secara tak terduga, lantas apa yang dapat kau perbuat jika untuk bergerak saja kau tak mampu. Di dalam kereta ekonomi ini, bisa saja ada adik atau saudarimu yang sempat diulahi tingkah lelaki usil, atau ibu dan ayahmu yang kelelahan berdiri dan tak diperdulikan penumpang lain.

Maka dari alasan itu, biarlah kalimat tangguh kembali kudedikasikan untuk semua penumpang kereta ekonomi di ibu kota ini. Dan ada sebuah makna khusus, jika itu pantas diberikan untuk salah satu penghuni tetap kereta ekonomi, seperti saya ini. Dibalik kesewajaran yang terpaksa itu, saya tetap mencoba menyimak hal apa saja yang dianggap menarik dalam kehidupan kereta ekonomi ibukota. Seperti halnya satu kelompok yang hampir lupa saya sebutkan, mereka yang sebenarnya juga bisa terdiri dari masing-masing kami, nama mereka yang sering disebut-sebut hingga sudah terkenal dalam sepanjang cerita tentang kereta ekonomi. Mereka adalah pencopet, penjambret, penodong, penjahat, atau apalah istilahnya. Dengan segala cara mereka berada dalam hiruk pikuk kereta ekonomi, terkenal dengan sosok mereka yang samar untuk ditebak, selalu saja ada tanpa diketahui, mereka melakukan akifitas terkenal mereka dengan berbagai cara, dan merekalah yang paling tak takut mati dari kami semua.

Kereta ekonomi itu secara halus dikatakan lebih identik dengan kelas bawah, tapi bukankah sebagian besar masyarakat negeri ini secara kasar memang dikatakan orang miskin. Kalau tidak begitu mungkin cara pikir masyarakat kita yang penuh kesederhanaan dan apa adanya, yang terpenting murah meriah. Seperti seorang ibu yang rela berdesak-desakkan dalam kereta ekonomi bersama bayinya, kalau seperti itu perasaan apa yang pertama kali muncul di benak kita ?, kasihan tentunya. Tapi terkadang tidak bagi saya, saya hanya merasa Ibu itu hanya benar-benar memegang teguh cara pikir masyarakat kebanyakan. Yang penting murah meriah, dan terlepas dari resiko yang akan terjadi, akhirnya si bayi dipaksa memahami keadaan yang sebenarnya tidak dimengerti. Itukah cara pikir, atau keadaan yang disebut kemiskinan ?. Yang jelas, paling benar menurut saya adalah sisi kemanusiaan yang tetap tak dapat diukur oleh nilai materi sekalipun.

Sampai sekarang aku selalu tak habis pikir tentang ibu yang seperti itu dan semoga dia membaca ini. Itupun hanya contoh kecil dari banyaknya kejadian luar biasa yang terjadi di dalam kereta ekonomi.

Beginilah ibu kota negeri ini, satu masalah sengaja dibiarkan untuk terbiasa melewati timbulnya masalah yang lain. Atau memang seperti ini cara pikirku, satu hal kecil sengaja disulut untuk mengobarkan pemahaman yang hanya kumengerti sendiri, akhirnya ledakanyapun membakar emosi dan perasaan tanpa memperdulikan lagi arti tulisan..

19 Agu 2010

Coba berfilosofi tentang bela diri

Aku berniat menulis tulisan ini awalnya hanya sekedar pikiran lepas belaka, Pada saat aku tidak tahu ingin menulis apa lagi, inspirasi yang biasanya selalu hadir tiba-tiba saja pergi entah kemana. Mungkin juga dikarenakan aku yang sedang bosan menulis segala hal tentang kehidupan yang lebih sering diceritakan secara miris. Yang sebenarnya dengan keadaanku yang sekarang, tidak ada lagi alasan untuk menulis kisah-kisah sedih seperti itu. Mungkin nanti di lain waktu, atau semoga takkan pernah lagi, jika itu memang tidak ada manfaatnya bagi diriku sendiri atau kalian yang membacanya.

Akhirnya terbitlah ide untuk menulis sesuatu yang berasal dari hobbyku sendiri, Ya, kenapa dari dulu aku tidak berpikir untuk menulis ini. Setidaknya bercerita tentang hobby sendiri adalah hal mudah, menceritakan tentang apa yang kita senangi. Aku tidak perlu susah banyak mencari sumber yang mendukung tulisanku, cukup dengan sedikit informasi tambahan saja dan selebihnya tentu saja cukup dari apa yang selama ini kualami dari hobbyku tersebut.

Dan bagi kalian yang membaca cerita ini, nantinya tentu akan tahu hobby seperti apa yang kumaksudkan, jika telah begitu bukan berarti sebagai manusia aku ingin sombong dengan hobbyku ini. Tidak sama sekali, karena meskipun ini adalah hobbyku bukan berarti aku sudah sangat mahir, aku hanya menjalaninya sebagai hobby dan belum sama sekali bisa dikatakan sebagai seorang yang professional.

Niatku menulis tentang ini juga dikarenakan anjuran seorang teman, menurut dia sebenarnya di dalam hobbyku ini terdapat sebuah filosofi yang cukup penting. Dan sebenarnya akupun sudah lama berpikiran sama, hanya saja tidak pernah berniat untuk menulisnya. Maka dengan mencoba untuk menulis, mungkin saja dapat berguna bagi orang yang membacanya nanti. Disamping itu, aku juga punya alasan lain kenapa tertarik untuk menulis ini. Menurutku dengan tulisan ini, sekaligus dapat menguji kemampuanku sendiri.

Yakni apa sebenarnya yang kupahami dari Hobby yang cukup lama kujalani ini ?.

Inti dalam tulisan ini adalah aku yang mencoba membahas sendiri tentang filosofi dari hobby yang selama ini kujalani, filosofi yang tentunya sebagian besar kudapat berdasarkan pengalaman sendiri, dan sebagian lagi dari mencari tahu atau bertukar pendapat antara mereka yang memiliki hobby yang sama.

Langsung saja kita menuju pada pokok permasalahan tulisan ini.

Aku sangat mencintai Martial Arts atau olahraga beladiri. Sedari kecil hingga sekarang aku sudah mengikuti berbagai macam olahraga beladiri. Jika ingin menilik awal mula kegemaranku terhadap olahraga beladiri, sebenarnya aku sendiri sulit untuk menjelaskanya. Tapi bisa dikatakan mungkin itu karena lingkungan terdekatku, Ayah dan kakak lelakiku juga sangat menggemari olahraga ini. Dan kalau pertanyaan itu diajukan pada aku yang sekarang, maka aku akan menjawab bahwa tidak hanya beladiri, apapun itu jika termasuk dalam olahraga maka merupakan suatu kegiatan yang sangat besar manfaatnya. Kita semua tahu bahwa kesehatan adalah hal paling penting untuk kelangsungan hidup kita, dan itu bisa didapatkan melalui kegiatan olahraga.

Bisa saja karena dari kecil aku sudah menyadari akan hal itu, maka menjadikan aku sangat menggandrungi olahraga, khususnya beladiri. Sebenarnya tidak hanya olahraga beladiri, aku menyukai semua hal yang berhubungan dengan olahraga. Tapi diantara semua itu, minatku yang paling besar memang tertuju pada olahraga beladiri. Dalam hal ini aku ingin sedikit menambahkan, menurutku orang yang menyukai olahraga atau olahragawan adalah manusia berkepribadian yang selalu bertindak secara positif dalam setiap sisi kehidupanya. Tentunya orang yang saya maksud disini adalah olahragawan sejati, yang mengerti tentang makna dan filosofi dari olahraga yang dilakukanya. Seperti arti ungkapan lama yang diambil dari bahasa latin “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula”.

Setiap olahragawan sudah pasti mengerti akan pentingnya kesehatan jiwa dan raga, mereka dapat menghindari segala hal yang dapat mempengaruhi kesehatan jiwa dan raga mereka tersebut. Dan untuk mencapai itu, mereka juga tentunya paham akan arti kedisiplinan. Mereka telah terbisa ditempa kesabaran dalam menghadapi tekanan dan kerja keras dalam berolahraga. Mental mereka dengan sendirinya terdidik untuk selalu bersikap sportif, selalu berlapang dada dengan kekalahan dan tidak sombong dengan kemenangan. Apapun hasil yang dicapai adalah sesuatu yang dapat dijadikan pembelajaran, kesalahan ataupun kekurangan diri kemudian dijadikan bahan untuk dapat melakukan yang lebih baik ke depanya. Bukankah hal-hal seperti itu yang termasuk penting kita pahami dalam menjalani kehidupan kita di dunia ini, InsyaAllah dengan jiwa yang sehat maka dapat meluruskan segala usaha dan jalan hidup kita ke depanya.

Kembali ke topik tentang olahraga beladiri tadi. Di zaman sekarang ini, tidak terhitung betapa banyaknya olahraga beladiri yang telah berkembang. Baik itu olahraga beladiri tangan kosong maupun dengan menggunakan senjata, jenis-jenisnyapun terbagi lagi menjadi beberapa macam. Saya mungkin tidak dapat menyebutkan semuanya, karena saya juga belum paham akan semua olahraga beladiri yang sangat banyak tersebut. Sekali lagi saya katakan, niat saya untuk menulis tulisan ini bukan sebagai ajang unjuk diri atau kebolehan. Karena saya memang sama sekali belum ada apa-apanya dengan hobby saya ini, hanya sekedar penyampaian pendapat berdasarkan pengalaman sendiri dan semoga bisa menjadi bermanfaat untuk kita semua.

Di negara kita sendiri, olahraga-olahraga beladiri tadi sudah cukup banyak yang berkembang, baik yang merupakan asli budaya kita sendiri ataupun yang berasal dari luar. Sebutlah secara umum seperti pencak silat yang merupakan olahraga beladiri asli negri kita, dan ada juga olahraga dari luar seperti kungfu, karate, kempo, taekwondo, judo, jiu jitsu, kendo, ninjitsu, aikido, dan lain sebagainya. Olahraga-olahraga beladiri tersebut ada yang mengatasnamakan beladiri tangan kosong serta menggunakan senjata, atau percampuran dari keduanya. Selain itu diantaranya ada juga yang lebih mengutamakan kontak fisik, tenaga dalam, atau gabungan dari kedua hal itu juga.

Diantara banyaknya olahraga beladiri tersebut, saya pernah atau sampai sekarang masih mengikuti beberapa diantaranya. Saya sempat mengikuti karate, kemudian dilanjutkan taekwondo, kungfu, judo, Brazilian jiujitsu, silat. Pasti kalian heran atau ada yang mencemooh, karena tidak akan ada kejelasan dengan cukup banyaknya olahraga beladiri yang pernah saya ikuti. Tapi saya tidak bisa memberi tanggapan apa-apa tentang itu, hanya kalau dipikir-pikir mungkin karena hal itu juga maka saya berani mengatakan bahwa saya begitu mencintai olahraga beladiri, dan akhirnya mencoba membuat pemahaman filosofi beladiri seadanya menurut pengalaman saya sendiri.

Jika kalian berpikir beladiri identik dengan kekerasan dan saya termasuk orang yang seperti itu, kalian salah !. Saya sama sekali tidak menyukai kekerasan, dan jika yang di maksud adalah perkelahian, dari kecil hingga sekarang sama sekali saya belum pernah merasakan apa yang disebut perkelahian sebenarnya. Nyaris mungkin saja memang pernah, tapi karena alasan tidak menyukai kekerasan tadi, maka saya selalu dapat menghindarinya. Berbagai olahraga beladiri yang pernah saya ikuti tersebut juga tidak ada yang bertahan sangat lama, hanya cukup lama. Semoga itu pertanda bahwa selama ini yang utama saya cari dari olahraga beladiri adalah pemahaman, sedangkan kemampuan saya anggap hanyalah bonus jika InsyaAllah saya sudah benar-benar dapat memahaminya.

Pada saat pertamakali, saya ikut dalam olahraga beladiri Karate. Waktu itu usia saya masih sangat kecil. Selain karena alasan lingkungan terdekat, niat saya ini juga mungkin terbit karena keseringan menonton film-film action di televisi. Sebagai seorang anak kecil, mungkin wajar jika sedang bermain lebih sering bertingkah dan bergerak tidak tenang, berlonjak-lonjak kesana kemari. Tapi kata sebagian orang dewasa waktu itu, tingkah saya sedikit unik, karena lebih suka meniru adegan berantem tiap kali bersama teman sepermainan atau dikala sedang sendiri. Saya sering berpura-pura menjadi seorang petarung dan sering mengajak teman saya bermain kelahi layaknya sedang berada dalam ring tinju. Di saat sedang sendiri saya juga sering berimajinasi seperti ada dalam sebuah film action, kaki dan tangan digerak-gerakkan layaknya sedang memukul atau menendang sasaran.

Niat untuk berlatih karate juga ditentang oleh keluarga, karena menganggap itu dapat membuat saya jadi anak yang lebih hiperaktif lagi nantinya. Akhirnya, dengan niat dan modal yang malu untuk saya ceritakan, secara sembunyi-sembunyi saya memberanikan diri untuk ikut latihan Karate. Inilah pertama kali awal saya terjun ke dalam olahraga beladiri. Cukup lama saya latihan, sempat berhenti dan latihan lagi. Dengan berlatih karate, diwaktu kecil dulu yang ada dalam pikiran saya hanya bagaimana supaya bisa menedang dan memukul secara benar, kuat dan cepat seperti idola saya yang ada dalam film-film action. Tapi setelah dewasa dan mengingat-ingat pelajaran yang saya dapat dari latihan karate, ada bebarapa kesimpulan yang dapat saya buat.

Secara umum karate yang saya ikuti adalah olahraga beladiri modern dari Jepang yang dalam cara latihanya telah dibakukan berdasarkan teori serta tahap-tahap latihan. Dari awal berlatih saya diajarkan selangkah demi selangkah, mulai dari cara menghormat, berpakaian latihan dan memakai sabuk, hingga tentang jenis-jenis gerakan karate, kuda-kuda, pukulan, tendangan, tangkisan, jurus-jurus (kata), sampai pada tahap pertarungan (kumite). Tiap tahap tersebut mempunyai dasar teori yang harus diingat sebagai bentuk gerakan yang berkesinambungan, gerakan-gerakan itu yang akhirnya sangat mencirikhaskan karate. Para karateka dapat diketahui dari gerakanya. Seperti beberapa beladiri lain, Karate juga sangat mementingkan kekuatan kuda-kuda. Setiap pukulan dan tendangan harus sesuai dengan bentuknya agar kecepatan dan kekuatanyapun maksimal. Di dalam pertarungan Karate, lebih mementingkan ketepatan sasaran, hingga gerakanya akan lebih terlihat secara satu-satu atau terbata-bata.

Karate adalah gerakan dasar saya dalam berlatih beladiri, hingga gerakan itu masih ada yang terbawa sampai ketika saya mengikuti olahraga bela diri yang lain. Dan sebagai dasar, menurut saya gerakan Karate cukup sesuai. Selanjutnya dikemudian hari, ternyata saya juga mengetahui bahwa karate banyak jenisnya. Dan saya juga pernah mengetahui beberapa jenis karate yang cukup berbeda dengan karate yang pernah saya pelajari, gerakanya lebih mengalir secara cepat dan lincah. Atau saya yang mungkin tidak mengetahui bahwa jika telah berlatih Karate secara mahir, tentu saja akan dapat menguasai gerakan seperti itu.

Setelah karate, saya juga sempat mengikuti olahraga beladiri tekwondo. Ini adalah olahraga beladiri kedua saya. Awalnya ketertarikan saya terhadap Taekwondo melebihi Karate. Karena saya begitu terkesima dengan kelebihan dari orang yang berlatih taekwondo, mereka memiliki kekuatan dan kecepatan tendangan. Ketika berlatih karate, saya juga lebih sering dan senang menggunakan tendangan dibandingkan pukulan. Maka saya berpendapat bahwa mungkin dengan belajar taekwondo akan bisa lebih mengasah kemampauan tendangan saya.

Awal mula dalam berlatih taekwondo, sebagai tahap dasar saya memang lebih dilatih bagaimana cara melakukan pemanasan yang diutamakan untuk kekuatan kaki. Pemanasan seperti ini yang sampai sekarang masih sering saya gunakan. Dan saya rasa, Taekwondo memang olahraga beladiri untuk kemampuan tendangan. Di taekwondo juga diajarkan kuda-kuda, hanya cara kuda-kuda yang saya dapatkan di taekwondo tidak seperti kuda-kuda pada Karate. Karena ciri khas taekwondo juga terdapat pada gerakan ancang-ancang seperti pergerakan kedua kaki, melompat-lompat kecil, atau gabungan dari beberapa gerakan ancang-ancang tersebut yang bisa juga digunakan sebagai gerakan mengecoh lawan, mungkin saja dengan kuda-kuda seperti itu maka bisa lebih efektif ketika ingin melakukan suatu tendangan. Di taekwondo juga terdapat jurus seperti (kata) pada Karate, hanya ada sedikit perbedaan gerakan dan bentuk kuda-kudanya. Gerakan tendangan tentu yang paling diutamakan, bahkan di taekwondo terdapat berbagai macam bentuk tendangan. Sedangkan pukulan hanya lebih sebagai gerakan penambah, tolakkan atau gerakan mengecoh saja. Ketika berlatih taekwondo, saya memang jarang mendapatkan latihan memukul secara berlebih. Sampai sekarang saya menyesal kenapa tidak bertahan lama di olahraga taekwondo, karena sekarang saya baru menyadari kecepatan dan bentuk tendangan seperti yang pernah dilatih pada olahraga taekwondo sangat ampuh jika disepadankan dengan gerakan beladiri lain.

Vakum dari olahraga taekwondo disebabkan alasan pendidikan karena saya harus kuliah dan pindah ke daerah lain. Pada saat kuliah, munculah niat saya untuk kembali meneruskan berlatih Taekwondo di kampus. Tapi mungkin karena takdir, olahraga yang saya sangkakan adalah taekwondo ternyata adalah olahraga lain, itu adalah Wushu. Awalnya saya sempat tidak tertarik, Karena dalam bayangan saya Wushu adalah olahraga dari cina, yang gerakanya lebih seperti orang menari, lebih sering menggunakan senjata pedang dan tombak, dan olahraga yang hanya untuk dilihat keindahan gerakanya saja dibandingkan aplikasi pertarungan. Tapi setelah mencari informasi lebih lanjut, ternyata ada yang sedikit salah dari apa yang saya perkirakan.

Wushu adalah kungfu modern, secara umum memang lebih mengutamakan keindahan gerakan tapi itu tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendasarinya, hal itu juga yang merupakan dasar dari setiap beladiri. Kelenturan, keseimbangan dan kekuatan. Ternyata Wushu juga terbagi dua jenis, Taolu (jurus) yang lebih mementingkan keindahan gerakan, dan pertarungan bebas (Shansou). Setelah lebih jelas mengetahui tentang Wushu, akhirnya saya malah semakin tertarik. Melupakan niat saya untuik melanjutkan latihan Taekwondo, karena merasa sepertinya dengan wushu akan bertambah lagi ilmu beladiri yang akan saya dapatkan.

Mulailah saya berlatih wushu dari tahap dasar. Dalam perkiraan saya waktu itu saya akan berlatih layaknya para bhiksu saolin, karena Wushu adalah Kungfu, tapi ternyata tidak sampai sebegitunya. Dibandingkan Karate dan Taekwondo, di wushulah ketertarikan saya yang paling besar. Mungkin karena dalam olahraga beladiri, saya selalu tertantang dengan hal-hal yang baru., atau juga dikarenakan menurut saya kungfu adalah induk dari semua olahraga beladiri yang ada di dunia ini.

Seperti juga karate, di Wushu bentuk kuda-kuda juga sangat dipentingkan. Bahkan pengetahuan saya bertambah dengan beberapa tambahan jenis kuda-kuda yang diajarkan dalam Wushu. Saya dilatih secara spesifik bagaimana cara untuk menguatkan kuda-kuda. Pemanasan yang dilakukan di wushu adalah untuk dapat menciptakan kelenturan, keseimbangan dan kekuatan pada saat melakukan gerakan, jadi seluruh tubuh dilatih dengan cara-cara tersendiri. Terdapat cara pemanasan yang sama dengan yang pernah saya dapatkan di taekwondo hanya saja ada beberapa penambahan. Beberapa gerakan andalan di Wushu diantaranya adalah gerakan melompat, salto, baling-baling, yang untuk mempelajarinya perlu latihan dasar yang rumit dan khusus, hingga sekarang saya belum bisa melakukan itu sepenuhnya.

Awalnya saya juga merasa ada beberapa hal yang ganjil dengan gerakan kuda-kuda, pukulan atau tendangan di wushu, gerakan yang sama sekali tidak ada kemiripan atau belum pernah saya pelajari. Tapi itulah wushu, dalam tahap awal kita dilatih agar setiap gerakan yang dilakukan bukan hanya dipengaruhi oleh keseimbangan, kelenturan dan kekuatan, tapi juga kerja sama antara otak kanan dan kiri. Jika sudah benar-benar menguasainya maka kita akan dapat mengasilkan gerakan yang cepat, refleks dan mengalir. Kadang sembari latihan, otak saya seperti memikirkan rumus matematika yang sulit, bagaimana agar gerakannya bisa seimbang antara tubuh sebelah kanan dan kiri.

Dibandingkan jurus (taolu) Wushu, saya lebih memilih untuk mempelajari tarung bebasnya (Shansou), karena menurut saya itulah beladiri sebenarnya dan merasa postur tubuh saya ini sudah mulai kurang kelenturan dan keseimbanganya untuk berlatih keindahan jurus. Dalam latihan pertarungan, teknik yang diajarkan memang seperti apa yang terjadi dalam pertarungan nyata, gerakan menyerang dan menghindar yang cepat, serta dalam wushu banyak bagian tubuh yang dapat digunakan sebagai senjata. Berlatih memukul di Wushu sama saja dengan mempelajari tinju, dan tendangan yang diajarkan membuat saya sedikit banyak juga berlatih gerakan kick boxing. Ada juga penambahan yang sangat berarti dibandingkan teknik beladiri lain yang pernah saya ikuti, yaitu beberapa teknik bantingan. Jadi, selain menedang dan memukul kita juga diperbolehkan membanting lawan pada saat bertarung. Begitu banyak yang saya dapatkan dalam olahraga Wushu ini. Meski tidak sampai mahir, Wushu adalah olahraga yang tidak akan pernah saya lupakan.

Mungkin wushu adalah olahraga beladiri saya yang terakhir, tapi disaat latihan wushu saya juga menyempatkan diri untuk menambah ilmu pada olahraga beladiri silat. Awalnya disebabkan niat saya yang ingin mencoba olahraga beladiri negeri sendiri, dan juga ingin mengikuti beladiri yang tidak hanya berlatih kontak secara fisik saja. Maka pilihan saya jatuh pada silat Meperti Putih. Jika untuk beladiri kontak fisik saya lebih memilih Wushu, maka untuk selain itu saya memilih Merpati Putih.

Meskipun disebut silat tangan kosong, pada dasarnya Merpati Putih lebih mengutamakan kekuatan tenaga dalam diri kita sendiri. Untuk itu sebagai dasar kita diajarkan tahap-tahap untuk mengeluarkan tenaga itu dari dalam tubuh kita. Latihan pernapasan bisa dikatakan yang paling penting dalam olahraga ini, dan itu mencakup setiap aspek dasar latihan seperti pemanasan ataupun disetiap melakukan gerakan. Untuk gerakan kuda-kuda, tendangan dan pukulan hampir sama dengan beladiri lain yang pernah saya ikuti, perbedaanya terletak pada pernapasan ketika melakukan gerakan. Dan dalam olahraga Silat mempunyai ciri yang sangat khas dibandingkan olahraga beladiri lain, yaitu gerakan kembangan. Selain itu saya juga belajar gerakan khas silat lainya seperti sapuan, totokan, dan lain sebagainya. Selain berbeda dengan beladiri lain, silat Merpati Putih juga memiliki sedikit perbedaan meskipun dengan olahraga yang sama-sama disebut silat. Di Merpati Putih saya berlatih untuk dapat fokus terhadap konsentrasi pernapasan sendiri, juga melatih alam bawah sadar dan kesemua indera kita secara peka, itu semua tidak lain adalah cara untuk memunculkan tenaga dari dalam tubuh kita. Selanjutnya saya juga memasuki tahap pembuktian tenaga dalam selama telah mengikuti latihan, uji coba dilakukan dengan cara pemukulan benda keras, melakukan segala aksi dan perkiraan dengan cara mata ditutup. Semakin lama kita berlatih dan tinggi tingkatan, maka semakin mahir ilmu yang kita dapat. Sayangnya karena terkendala satu dan lain hal, saya juga tidak terlalu lama berlatih Merpati putih.

Hingga akhirnya sampai sekarang ini. Karena dari olahraga Wushu, atas alasan memperdalam gerakan, saya juga sempat berlatih judo dan brazilian jiujitsu. Ada persamaan dari kedua bela diri ini, yaitu teknik membanting. Hanya saja pada olahraga beladiri brazilian jiu jitsu saya juga dilatih cara menggunakan teknik kuncian. Selain itu, pada olahraga brazilian jiujitsu saya juga dilatih dua cara melakukan pertarungan, yaitu teknik berdiri/di atas (stand up) dan duduk/di bawah (sit down). Hasil akhir dari kedua cara pertarungan itu adalah sama, lawan harus terkunci dan dinyatakan kalah jika sudah menyerah.

Dibandingkan pertarungan olahraga lain, sebenarnya brazilian jiujitsu adalah olahraga beladiri paling aman dan tidak terlalu menguras stamina, meskipun untuk latihan dan pemanasanya tetap berat dan menguras stamina. Itu dilakukan untuk mendapatkan kekuatan otot maksimal yang sangat diperlukan dalam bertarung selain teknik. Pada olahraga beladiri bantingan dan kuncian seperti ini, hal dasar yang paling penting adalah cara jatuhan dan kuncian. Maka, kedua hal itu juga yang menjadi tambahan ilmu baru saya selama mempelajari olahraga beladiri.

Rasanya saya sudah banyak mengoceh, berbicara panjang lebar mengenai olahraga beladiri yang pernah saya ikuti. Dan kini sampailah pada kesimpulan dari tulisan ini. Mengenai pemahaman filosofi seperti apa yang saya dapat dari olahraga yang sangat saya cintai ini. Ini hanya berdasarkan pemikiran saya semata, dan mohon maaf jika ada ketidak sesuaian dengan kawan-kawan lain yang sama-sama pencinta olahraga beladiri, dan mungkin yang sudah bisa disebut Professional. Ini semua tidak lepas dari keinginan saya untuk berpendapat, tapi tanpa memperdulikan kepasitas pengetahuan saya sendiri.

Semakin sering kita berlatih bela diri, maka semakin sering mendapat pengalaman dan jam terbang. Apalagi juga disempatkan dengan berlatih beberapa olahraga bela diri lain, tentu akan banyak perbandingan yang kita ketahui dari masing-masing olahraga beladiri tersebut. Perbedaan-perbedaan yang dapat saling melengkapi, tapi perlu adanya ketekunan berlatih setiap gerakan, agar dapat memadu padankan apa yang pernah kita pelajari demi mencapai sebuah kesempurnaan. Dan kekurangan terbesar saya adalah, tidak benar-benar mengusai secara penuh dari setiap gerakan beladiri yang pernah saya latih.

Tapi, dengan semakin bertambahnya pengalaman dan jam terbang dari beberapa olahraga beladiri, satu pengalaman berarti yang didapat adalah, “Di atas langit masih ada langit”. Semakin sering berlatih dan bertemu dengan orang yang berbeda-beda dapat membuat kita semakin tahu kekurangan kita, karena untuk kelebihan selalu lebih mudah jika ingin disebutkan. “Karena kau hanya memijak tanah yang beratapkan langit ini, maka kau katakan hanya beginilah alam. Tapi jika kau sudah dapat melihat apa yang ada di ujung langit sana, maka kau baru tahu bahwa bumipun hanya secuil”. Jika sudah mengerti akan hal itu, “Kau boleh menengadah hanya untuk mencari tahu apa yang ada di atas, tapi kembali menunduk jika sudah berada di atas. Karena yang di bawah juga ingin melihatmu yang di atas”.

Karena kecintaan terhadap olahraga ini, banyak beladiri yang pernah saya ikuti, serta berbagai gerakan yang saya pelajari. Pengalaman-pengalaman secara khusus perlahan menempa diri, mental dan cara bersikap saya sebagai seseorang pecinta olahraga, karena saya tidak berani menyebut diri sebagai seorang petarung. Dan tentu saja untuk meraih itu semua bukanlah hal mudah, apalagi jika sanggup bertahan lama hingga sekarang. Dari awal yang hanya sekedar tertarik pada olahraga ini, kemudian menjadi suka dan akhirnya cinta hingga sulit untuk melepaskan. Dalam keseharian, sudah tertanam cara berpikir untuk selalu menyehatkan diri, terus mengasah apa yang selama ini sudah dilatih. Otot, urat, persendian, seluruh tubuh telah terbiasa untuk selalu digerakkan. Ini semua memang terlihat kasar yang hanya secara fisik belaka, tapi bukan berarti selalu memaksakan diri dan tidak pernah mengenal lelah, hanya saja dengan terus berlatih batas maksimal kelelahan itu akan bertambah dan menjadi bukan seperti orang lain biasanya. Lagipula kau memang tidak akan pernah jenuh melakukan apa yang kau sukai, dengan rutin berlatih akan menggali kekuatan fisik terdalam yang selama ini tidak pernah disadari.

Dan meskipun ini menyangkut fisik, tetapi dalam kehidupan bisa terbawa sebagai sebuah kepribadian. Dengan berolahraga dapat menjadikan orang yang lebih suka aktif dan kreatif secara positif, percaya diri karena yakin akan kesehatan jiwa dan raganya. Khususnya dengan olahraga beladiri, akan dididik untuk bermental pemberani setidaknya dapat menjadi pahlawan dalam kehidupan sendiri, dengan memegang prinsip penting “takkan pernah takut jika memang benar”.

Sekali lagi saya mengatakan tulisan ini bukan niat untuk menyombongkan diri, saya sadar akan kemampuan yang belum ada apa-apanya untuk pantas disebut petarung meski sering berlatih beladiri. Olahraga ini bagi saya hanya sekedar hobby, ketertarikan awal berasal dari kesenangan belaka, kemudian menjadi kecintaan setelah perlahan memahami manfaatnya dari sisi raga. Dan terutama secara jiwa, karena yang lebih penting bagi saya adalah olahraga ini yang membawa pengaruh besar dalam membentuk kepribadian dalam kehidupan. Sedangkan berlatih beladiri untuk menjadi seorang petarung, mungkin harus memiliki pemahaman dan cara yang berbeda dengan pendapat saya itu. “Hidup bisa dikatakan sebagai sebuah pertarungan, mungkin suatu saat kau akan bertarung untuk membela diri, tapi membela diri itu tidak harus bertarung”.

Lantas dari sekian banyak olahraga beladiri yang pernah dilatih, tentu saja saya dirasa mempunyai pandangan sendiri mengenai beladiri yang paling efektif. Dan setiap orang tentu memiliki pandangan yang berbeda, apalagi mengenai olahraga beladiri yang mempunyai kelebihanya masing-masing. Dari sisi logika orang awam juga pantas jika berujar bahwa semuanya tidak akan ada arti, apabila dalam kenyaatanya keefektifan tersebut tetap tergantung pada situasi kondisi di zaman sekarang, yakni “siapa yang cepat dan siapa yang banyak maka dialah pemenang”. Untuk itu terlalu sempit jika olahraga beladiri hanya diartikan dengan bertarung semata, dengan berusaha memahami filosofi beladiri sebenarnya adalah jalan untuk mendapatkan kepribadian seorang pemenang yang dapat membela diri tanpa harus bertarung.

Tapi jika saya tetap harus disuruh memilih mengenai olahraga beladiri apa yang paling efektif, maka pilihan itu tidak dapat tertuju kepada salah satu olahraga beladiri saja, meski itu melalui kelebihan utama dari masing-masing olahraga beladiri yang pernah saya pelajari. Saya harus menggunakan logika dalam hal ini serta lepas dari semua teori-teori gerakan pertarungan, mementingkan indahnya gerakan, kecepatan dan kekuatan ketika memukul atau menendang, yang secara wajar tetap saja akan berbenturan dan sama-sama menguras banyak waktu dan tenaga untuk menentukan siapa pemenangnya, bisa menghindar dan mengelakpun sama saja, semua bisa tak terduga karena cukup karena stamina maka teknik yang kau kuasaipun bisa tak berarti. “Kalah jadi arang, menang pun jadi abu”.

Begitulah pertarungan dalam olahraga beladiri, tetapi saya tetap akan mencoba menetukan pilihan saya sendiri. Saya teringat perkataan Rosulullah SAW akan olahraga beladiri yang disebutkanNya dalam Al Quran adalah gulat. Maka, setelah saya coba memahami berdasarkan apa yang selama ini saya dapat dalam olahraga beladiri, hal itu memang benar. Selama ini pertarungan seperti itu yang lebih sering terlihat di kehidupan sehari-hari. Gulat adalah olahraga beladiri yang secara umum dilakukan dengan bergumul, dan pada zaman sekarang olahraga ini diaplikasikan melalui kekuatan utama yang terletak pada tangkapan, bantingan dan kuncian. Kau mungkin tidak perlu mahir untuk menedang dan memukul, tapi cukup dengan memiliki kekuatan itu untuk jadi dapat pemenang dalam pertarungan.

Sikap bertarung dalam gulatpun lebih tenang hingga nafas bisa terkontrol dan stamina yang dikeluarkan pun tidak lebih besar dibandingkan olahraga beladiri lain. Jika dalam beladiri lain, kau selalu mencari cara yang bahkan bertubi-tubi tak jelas untuk melakukan serangan dengan kekuatan dan kecepatn maksimal. Tapi dengan gulat, kecepatan dan kekuatan dikeluarkan secara terarah dan sesekali jika yakin dapat mengunci lawan. Ada satu olahraga beladiri gulat yang pernah saya pelajari dan sekarang ini sedang digandrungi, mungkin karena keefektifanya dalam aplikasi bertarung. Brazilian Jiu Jitsu.

Sekian pendapat dari orang sok tahu ini.

15 Agu 2010

GIE dan aku

Menonton film GIE membuat aku menautkan kesimpulan yang sangat dalam. Meski mungkin itu hanya dimaknai sebilah pihak oleh diriku sendiri. Setiap menonton film yang dirasa menarik, aku pasti ingin benar-benar mengikuti alur cerita film itu. Dan untuk film GIE, ketika aku mulai perlahan memahami sosok dan alur yang diceritakan, aku merasa seperti ada yang sama, tapi apa benar sama ? dan tentang siapa yang kumaksud ini ?.

Sebenarnya tulisan ini terlalu banyak menyimpang dari inti paragraph pertama yang sepertinya ingin menceritakan tentang kesamaan dari sosok seorang GIE. Tapi biarlah hanya tulisan ini yang tahu tentang apa yang diperbuatnya.

Dulu sebelum aku menjadi seorang mahasiswa dan menginjak ibukota ini. Aku sudah punya bayangan versi sendiri tentang bagaimana dan seperti apa seorang mahasiswa itu. Bayangan itu adalah, jika nanti aku berangkat dengan tujuan untuk menjadi seorang mahasiswa, maka harus kampus ternama yang menjadi tujuanku. Karena sepertinya disanalah aku bisa benar-benar mendapatkan kehidupan sebagai seorang mahasiswa yang berada dalam dunia kampus. Seperti juga dengan apa yang terlihat dulu, disana aku hanya menyaksikan lewat televisi dan kabar angin lainya, bagaimana mereka yang menjadi mahasiswa sebuah kampus ternama benar-benar dapat memberi arti dari nama mereka sebagai seorang mahasiswa.

Waktu itu yang kumengerti dari mahasiswa adalah orang-orang hebat, mereka adalah cikal bakal para pemimpin, politikus, pengacara, orang-orang pandai yang kukagumi dan sering memenuhi layar kacaku disana. Selama menjadi mahasiswa, mereka tentunya lebih sering mengisi hari dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat yang tidak lepas dari dunia kampus. Dunia kampus yang isinya anak-anak muda pandai gemar membaca, jadi panutan dan disegani masyarakat biasa, pintar berorganisasi dan memimpin, hebat dalam bicara dan berdebat, gemar berkreatifitas dan menuangkan ide liar intelek mereka. Tentunya mahasiswa-mahasiswa seperti mereka berasal dari kampus ternama.

Belum lagi dengan menjadi mahasiswa kampus yang terletak di kota besar, akan banyak sarana dan prasarana yang mendukung segala kebutuhan mereka sebagai mahasiswa. Ditambah lagi seperti apa yang kulihat dalam sinema elektronik pada laya kacaku disini, membuat aku sering berimajinasi, kehidupan seorang mahasiswa yang hebat di kampusnya akan selalu beriringan indah dengan kehidupan asmara dan masa depan cemerlang dia nantinya. Kisah seorang mahasiswa perantau yang akhirnya berhasil meraih semua yang diinginkan oleh masa depanya. Waktu itu terkadang aku berpikir ingin hidupku nanti dapat terjadi seperti sinetron yang pernah kutonton.

Begitulah pandangan gamblangku tentang seperti apa mahasiswa, hanya menurut pikiran yang memang banyak dipengaruhi kabar, tapi memang hanya bisa seperti itu yang tersampaikan di tempat ku dulu nan jauh disana. Waktu itu kami yang belia berkeinginan, dan akhirnya salah satu sumber untuk menemukan mimpi dari keinginan kami itu adalah melalui media visual. Itupun hanya untuk kami yang mempunyai mimpi, dan hanya untuk diantara kami yang niatnya begitu menggebu hingga pandai menautkan sendiri kesimpulan dari mimpinya, tentang seperti itu seharusnya kehidupan kami nanti di ibukota sana. Dalam hal ini adalah sebagai seorang mahasiswa.

Jauh sebelum menonton film GIE, aku yang waktu itu sama sekali belum mejadi seorang mahasiswa, tapi sudah berimajinasi seperti apa yang terjadi pada GIE dengan dunia kampusnya. Jika jadi mahasiswa nanti, aku harus bisa masuk ke kampus yang ternama. Bukan hanya dari segi pengetahuan yang akan kudapat tapi aku juga harus bisa masuk kedalam segala sisi beluk dunia kampus, organisasi, politik, kegiatan extrakulikuler, apapun itu yang berhubungan dan mencitrakan aku sebagai seorang mahasiswa. Harus seperti itu !.

Waktu pun berlalu, akhirnya sampailah saat dimana aku harus berangkat ke kota besar ini dengan tujuan untuk menjadi seorang mahasiswa. Kampus ternama, itu tujuan pertamaku. Harus bisa kubuktikan, seperti pada kakakku yang sering kuremehkan di depan orang tuaku karena hanya bisa masuk ke kampus yang biasa saja. Terkadang aku memang orang yang congkak jika itu berhubungan dengan ambisi, dan mungkin saja sama dengan kalian. Tapi jika diantara kalian tetap ada yang bisa membuktikan apa yang kalian ambisikan, pada akhirnya itu tidak terjadi dengan diriku pada saat itu.

Aku gagal masuk kampus ternama karena kecongkakanku. Hingga tidak menyadari bahwa ketika mulai menginjak kota besar ini aku telah semakin dewasa dan resmi disebut perantau, dan jika benar pikiranku telah dewasa dan sadar perantau itu adalah pejuang, seharusnya aku mempersiapkan secara matang tujuan utamaku ke kota besar ini. Tapi waktu itu aku tanpa persiapan apapun, masih ada bau manja meski sebenarnya aku telah terlepas jauh dari keluarga, yakin karena dulu disana aku selalu dibanggakan, membuatku tetap yakin dan semakin congkak. Tapi ternyata di sini aku bukan belum ada apa-apanya, tapi tidak ada apa-apanya. Aku gagal masuk kampus ternama.

Perlu waktu yang cukup lama untuk menghilangkan kesedihanku, bahkan sampai sekarang aku menulis ini, masih ada sedikit rasa penyesalanku. Seharusnya aku tetap bisa masuk di kampus ternama itu. Dari sekian banyak penjurusan ilmu yang ada, kenapa waktu itu aku tidak sadar akan minat, yang ternyata kedepanya baru kutahu hingga menjadikan aku begitu cinta terhadap duniaku yang sekarang ini. Aku pasti bisa jika dulu tidak salah menjatuhkan pilihan !. Memang dasar aku yang masih saja congkak dalam berambisi.

Sudahlah, tidak masuk kampus ternama bukan berarti aku tidak bisa menjadi mahasiswa seperti apa yang kuinginkan. Aku percaya takdir, dan mungkin untukku takdir ini akan sedikit berubah di awalnya. Aku tetap masuk dalam dunia kampus, tetapi bukan kampus yang ternama. Dan setelah resmi menjadi mahasiswa, dimulailah perjuanganku untuk menjadi mahasiswa yang benar-benar mahasiswa seperti apa yang kuimpikan dulu. Dari awal aku tahu, kampusku yang ini akan sangat berbeda dengan kampus yang kuimpikan dulu, tapi ya sudahlah, kenyataan yang ada memang hanya seperti ini.

Meski aku bukan mahasiswa kampus ternama itu, aku tetap bisa merasakan seperti apa kehidupan di kampus mereka, selalu berusaha agar bisa menjadi bagian dari mereka meski secuil, apapun kulakukan untuk bisa mengambil pengalaman positif dari dunia kampus mereka. Apalagi setelah aku semakin tahu bahwa di kampusku sendiri, benar-benar bukan kampus untukku.

Awalnya kampusku tidak bisa menjadikan aku sebagai mahasiswa seperti yang selama ini aku impikan. Aktifitas kekampusan di kampusku berjalan secara pasif, karena mungkin merasa sadar akan mahasiswanya yang juga pasif. Tapi aku tidak pasif !, memang aku sadar tidak mampu untuk masuk ke kampus ternama itu dan terpaksa berada di kampus biasa ini, tapi bukan berarti aku tidak ingin seperti mereka yang ada di kampus ternama itu. Apa yang mereka dapatkan setidaknya sama dengan apa yang kuimpikan sebagai seorang mahasiswa. Tetapi kenapa kampusku tidak bisa mengerti tentang hal tiu.

Selama aku tetap berada di kampus biasa ini, terpaksa sebagian mimpiku direlakan mati bersama kepasifan yang dibangun di kampusku sendiri. Apa yang bisa kuperbuat jika dikampus ini kami dibiasakan untuk pasif. Terbitlah tujuan besarku, jika di kampus ini aku tidak bisa menjadi benar-benar mahasiwa seperti apa yang kuimpikan maka kenapa aku tidak mendapatkan apa yang bisa kuambil di kampus ternama itu. Dimulailah perjuanganku sebagai seorang mahasiswa untuk dapat merasakan kehidupan kampus. Segala macam kegiatan pengetahuan dari kampus ternama yang bisa ditujukan untuk mahasiswa kampus lain, sering kuikuti selama sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Aku mencoba bergabung sebisa mungkin dalam organisasi yang diadakan oleh mahasiswa kampus ternama tersebut. Itu semua tidak lain hanya untuk mewujudkan mimpiku dulu. Dan memang dari hal itu aku cukup bisa melihat semuanya, dunia kampus mereka yang selama ini ada dalam mimpiku sebagai seorang mahasiswa, membuat aku semakin kagum terhadap orang-orang muda intelek yang dicerminkan melalui cara berpikir dan bersikap, wajarlah jika ahirnya aku kembali menyesal dan sedikit iri.

Tapi dari semua itu juga akhirnya menimbulkan kesadaran yang dalam pada diriku. Itu semua memang mimpiku tapi aku tetap tidak bisa jadi seperti mereka. Merekalah yang telah terpilih di kampus ternama itu karena memenuhi kriteria yang dicari oleh dunia kampus mereka, berbagai seluk beluk organisasi kepemimpinan yang memerlukan pemikiran dari orang-orang bijak dalam bertanggung jawab, bahasa-bahasa perdebatan politik pelik yang untuk mengertinya haruslah terisi banyak pengetahuan dan sanggup berpikir rumit untuk menghadapi segala kemungkinan.

Sedangkan aku tetap dengan diriku yang pada dasarnya memang hanya begini. Jikapun ada sedikit kelebihan itu adalah dari apa yang kudapat selama ini, yang coba kucari dari dunia kampus mereka. Sudah cukup jika aku yang begini dapat sedikit dianggap, tapi apa benar pernah dianggap. Dengan pernah dekat dengan mereka, cukuplah sedikit ilmu karena memang hanya seperti itu yang dapat kumengerti. Itu dunia mereka dan biarlah cukup sebagai pengalamanku dan mengendap dalam mimpiku dulu.
Sebaiknya cukuplah bagiku mengejar mimpi di kampusku yang biasa saja, meski cendrung pasif tapi aku masih dapat bergerak dan dianggap oleh kampusku sendiri, kampusku yang mahasiswanya jarang berkoar tentang hal politik atau apapun, tapi cukup dengan pengalaman yang sudah kudapat membuatku mengerti akan lurus atau keloknya arti, jika mahasiswa sudah berbicara politik.

Tinggal tersisa satu lagi mimpiku sebagai mahasiswa yang harus aktif dengan dunia kampus, itu diluar sisi organisasi, politik dan segala tetak bengek lainya. Aku harus aktif mengembangkan bakat dan hasrat liarku sebagai seorang muda dan mahasiswa. Untuk hal ini aku tidak perlu jauh-jauh melihat dari kampus ternama diseberang sana, meski menurutku mereka tetap mempunyai nama untuk segala hal yang berhubungan dengan dunia kampus apapun. Tapi untuk bidang yang satu ini, sebenarnya adalah tergantung dari niatku sendiri karena kampus tidak beperan secara keseluruhan selain sebagai prasarana, karena ini meski bergerak atas nama mahasiswa tapi tetap dinaungi kampus. Aku harus jadi mahasiswa yang aktif dalam kegiatan extrakulikuler kampus.

MAPALA, tujuan pertamaku. Dari artinya saja, mahasiswa pencinta alam, sudah membuat aku sangat tertarik. Dan dari arti nama itu juga aku sudah dapat menebak kegiatan-kegiatan apa saja yang mereka lakukan. Mendaki gunung, lewati lembah yang menglir sungai-sungai indah. Bagaimana aku tidak tertarik, jika sejak kecil adrenalinku sudah bisa terpacu dengan kegiatan-kegiatan menyongsong alam seperti itu. Ketika kecil kami disana lebih tertarik mendaki bukit, berjalan jauh melewati terjal dan curam, atau berenang merasakan dinginya mata air sungai, dibandingkan duduk manis layaknya anak rumahan dengan permainan modern mereka. Tanpa disadari, sebenarnya hati kecil kita menyadari bahwa keindahan murni dari alam takkan pernah ada bandinganya dengan kemajuan zaman apapun, karena dari itu kita bersyukur akan kebesaranNya.

Tapi dalam hal ini kenyataanya tidak sama dengan cerita dalam film GIE. Yang pada akhirnya aku tidak jadi masuk sebagai anggota MAPALA. Dan tidak juga ada rasa penyesalan seperti yang sudah-sudah, karena ini dari keinginanku sendiri. Setelah aku tahu bahwa dengan kegiatan ini, mungkin harus banyak mengorbankan mimpi lainku sebagai seorang mahasiswa. Tentunya aku harus memilih salah satu yang terbaik dan tidak ingin kuliahku terbengkalai karena salah memilih. Akupun masih tetap bisa mensukuri keindahan alamNya tanpa menjadi anggota MAPALA resmi di kampusku, hatiku tetap saja tergerak jika ada niat bersama-sama teman untuk menyongsong alam, sampai sekarang tak ada kegemaran yang melebihi hal yang satu ini. Hanya saja aku tetap harus menyesuaikan dengan kegiatan utamaku yang lain.

Suatu saat nanti aku ingin sendiri meresapi keindahan alamNya, puaskan adrenalin yang terkadang bisa sangat liar, mendaki gunungnya semampuku, merasakan curamnya lembah dengan kemenangan atas rasa takutku, dan menyelam di kejernihan mata air sungai untuk menenggelamkan segela kebisingan dalam otakku.

Tak menjadi anggota MAPALA, tapi aku masih punya satu minat yang cukup besar terhadap satu kegiatan di kampus ku ini. Rasanya keinginan ini dapat berjalan lancar karena tidak akan mengganggu aktifitas lainku sebagi mahasiswa, aku juga masih bisa memuaskan semua adrenalin liarku disini. Keinginan yang terbit dari hobby dan sampai sekarang terus rutin kulakukan. Jika tubuh kita kuat, maka jiwapun begitu. Aku yang sering berpikir kerap dilanda kejenuhan, semuanya bisa terlampiaskan total melalui kegiatan fisik mengolahkan raga. Maka aku menjadi anggota olahraga beladiri di kampusku. Tapi ini tidak pernah menjadi mimpiku, karena aku benci kekerasan. Meski perlahan aku mendalami sendiri filosofinya dan menemukan apa yang kucari selama ini. Arti dari kekuatan, ketenangan, keluwesan, kecepatan, pertahanan, ketahanan, kesabaran, yang semuanya itu tidak lepas dari filosofi perjuangan dalam menjalani hidup.

Apalagi yang ingin diceritakan dalam tulisan ini, sedangkan intinya sudah sangat jauh melenceng. GIE adalah mahasiswa sebuah kampus ternama dengan segala aktifitas yang akhirnya dapat menjadi sejarah dan menoreh namanya sebagai salah satu mahasiswa bersejarah di negeri ini. Dia yang puitis sering menulis setiap hal yang dianggap penting dalam hidupnya, kata-kata dalam tulisan tingkat tinggi yang begitu mengena di hati, meski hanya tentang kejadian sehari-hari yang biasa atau terkadang konyol, tapi ada juga luapan kemarahan atas ketidak adilan, ketimpangan keadaan sosial dan panasnya situasi politik yang waktu itu dia rasakan. Segala yang dia rasa berarti maka ditulis oleh dia, dan kini dari tulisanya yang berarti itu dia dikenal.

Dalam filmnya, dia adalah mahasiswa yang paham dan gencar menyuarakan kebenaran melalui politik, dan dia termasuk salah satu orang yang ikut berperan dalam sejarah politik bangsa ini. Film ini sebagian besar juga tidak terlepas dari penceritaan tentang dia yang merupakan anggota mahasiswa pencinta alam di kampusnya. Banyak inspirasi tentang alam yang dia ungkpkan melalui tulisan-tulisanya. Hingga kisah yang paling tragis adalah hidupnya yang ternyata berakhir di tangan alam yang sangat dia cintai.

Dan ada satu hal yang hampir terlupa dari tulisan ini, namun sebenarnya merupakan hal penting tentang sosok dia. Dia adalah lelaki yang mungkin terlalu banyak berpikir, hingga dalam kehidupan, urusan perkawanan bahkan asmara cendrung terlihat kaku. Meski ketulusan dan kelurusan hatinya tidak bisa tersamarkan oleh semua itu.

Aku sekarang bukanlah mahasiswa lagi, Alhamdulillah segala urusan dunia kampus itu dapat kuselesaikan dalam waktu yang sewajarnya. Mimpiku tentang menjadi mahasiswa akhirnya kujalani apa adanya saja. Aku sempat dianggap dalam dunia kampus tempat ku dulu, atau mungkin juga tidak sama sekali, ah aku sudah aku semua tentang hal itu. Aku juga tidak terlalu intelek layaknya seorang mahasiswa yang telah menjadi sarjana, buktinya sekarang apa yang menjadi pekerjaanku sama sekali tidak berlatar belakang dari jalur pendidikanku. Tapi sesuai dengan mimpi dan apa yang kucita-citakan, pekerjaan yang tidak menjadi rutinitas tapi kebiasaan yang sangat kucintai. Kebebasan, kebersamaan, petualangan, emosi, fisik , bersatu membaur dalam pekerjaanku ini.

Aku tidak sama dengan GIE yang jadi sejarah atau mungkin aku belum menjadi sejarah, setidaknya nanti untuk anak cucuku sendiri. Aku selalu memohon agar tidak mati muda sepertri GIE, dan tidak mengerti tentang tulisan GIE yang akan berbahagia dengan mati muda. Aku tak pernah takut dan lari dari masalah kehidupanku, karena salah satu alasan aku hidup adalah memang untuk menyelesaikan itu. Maka, inilah aku…

Lantas apanya yang sama ?.

Isi puisi itu tak selalu indah. Dan berpuitis tak selamnya jauh dari kenyataan. Aku dan GIE atau mungkin juga kalian, sama-sama mencoba menghargai kehidupan nyata yang dialami dengan berpuitis secara tulus dari hati. Cukup kita sendiri yang terlebih dahulu puas setelah isi hati lunas terungkap tuntas.