Selama Tuhan pemilik langit dan bumi masih memberikan kita nafas, dan selama Tuhan yang maha pemberi ilmu masih memberikan kita ilmu pengetahuan, maka janganlah ragu untuk menulis. Tuliskan saja, dan editlah belakangan. Dengan begitu, kamupun menulis tanpa beban. PLONG!. Lega rasanya..
20 Des 2008
"badan hukum pendidikan dan peran pemerintah"
Kisruh kembali berdentang dalam dunia pendidikan negera kita. Perang pernyataan dan klaim terjadi antara pemangku tanggung jawab yang mengurus pendidikan dengan pihak yang peduli akan pendidikan negeri ini. Seperti yang sudah-sudah, sebagai generasi terdidik yang mengemban masa depan bangsa, sepantasnya jika para mahasiswa begitu gencarnya mengeluarkan aspirasi atas kisruh yang sedang terjadi. Terbit harapan kita bersama, agar aksi yang terjadi bukan malah memperkeruh suasana.
Kasusnya menjadi menarik untuk disimak, karena dilatarbelakangi oleh argumentasi hukum dan perspektif yang berbeda dari pihak-pihak yang berseberangan. Sebenarnya berpangkal dari tidak jelasnya peraturan pemerintah dengan dimunculkannya Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang masih dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Untuk menjelaskan sebab dan asal-usul mengenai apa dan bagaimana status dari BHP ini, memerlukan argumen panjang yang ditilik dari sumber hukum berupa peraturan pemerintah (PP) yang berisi ketentuanya secara lebih terperinci. Tapi dalam kolom singkat ini, penulis hanya ingin mencoba menguraikan pendapat tentang BHP secara umum, mungkin dapat menjadi sedikit sumber acuan yang melatar belakangi pihak-pihak berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Badan Hukum Pendidikan (BHP) dapat diartikan sebagai badan hukum satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat, yang berfungsi untuk memberikan pelayanan pendidikan, prinsipnya adalah mengelola pendapatan dana (nirlaba) untuk memajukan satuan pendidikan.
Yang menjadi sumber persoalan adalah dengan disiapkanya RUU BHP, telah memunculkan isu-isu yang didominasi pernyataan bahwa ini merupakan rancangan yang sengaja dibuat pemerintah agar dapat melepaskan tanggung jawab konstitusional terhadap pendidikan nasional. Jika seandainya seperti itu, dimanakah tanggung jawab pemerintah terhadap UUD 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pernyataan di atas dikarenakan timbul pertanyaan seputar permasalahan yang menyangkut biaya pendidikan yang dikhawatirkan akan semakin mahal. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, karena jika institusi pendidikan seperti universitas negeri telah sepenuhnya menjadi kepengurusan pihak swasta (yayasan), tentunya pendanaan sepenuhnya didapatkan dari pihak-pihak yang sedang mengenyam pendidikan atau mahasiswa.
Dengan begitu, yang terjadi bukan hanya menambah beban para mahasiswa yang sudah berat dengan keadaan ekonomi bangsa saat ini, tetapi juga memusnahkan impian anak-anak kurang mampu yang giat menuntut ilmu agar ketika menjadi mahasiswa nanti dapat menambatkan pendidikanya pada perguruan tinggi negeri.
Tetapi, cara bijak dalam mengatasi suatu permasalahan adalah dengan memandang inti permasalahan tersebut dari berbagai aspek. Sebenarnya, BHP juga memiliki sisi positif untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa ini. Dengan adanya otonomi pendidikan, dimungkinkan pihak-pihak terkait dapat lebih leluasa mengembangkan upaya demi memajukan kualitas pendidikan yang mungkin selama ini hanya terkukung oleh aturan pemerintah.
Dan perlu diketahui bahwa dalam RUU BHP memungkinkan lembaga pendidikan tinggi asing untuk berdiri dan bekerjasama dengan Negara kita. Patut diakui bahwa dari segi kualitas, memang perlu banyak mencontoh dari bangsa asing yang sumber daya manusianya terbukti lebih tinggi dari bangsa kita. Meskipun tetap harus ada pengawasan, agar jangan sampai liberalisasi pendidikan tersebut menyebabkan intervensi dan penguasaan oleh lembaga tinggi asing secara berlebihan.
Dalam hal pengawasan ini, peran dan tanggung jawab pemerintah yang sangat diperlukan, begitu juga tidak sepenuhnya menghilangkan bantuan dan subsidi yang sudah seharusnya diberikan. Akhirnya semua pendapat saya berujung pada harapan utama agar pendidikan yang menjadi sarat utama kemajuan peradaban suatu bangsa dapat diraih secara merata oleh siapapun juga, tanpa membedakan status dan keadaan ekonomi.
Bukan mustahil “Mencerdaskan kehidupan bangsa” yang merupakan tujuan bersama manusia yang mencintai bangsa ini pun dapat tercapai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar