My Adsense

29 Des 2008

Korupsi Budaya Indonesia



Apalagi permasalahan rentan yang sedang ramai dibicarakan di negri ini, kalau bukan masalah korupsi. Selama ini, pemberantasanya tidak pernah menampakkan hasil yang nyata. Pelakunya yang disebut koruptor sudah sering membuat jengah dengan berbuat seenaknya, mereka lihai membuat penegak hukum tidak berdaya.

Wajar saja, semakin gencar generasi cendikiawan memunculkan berbagai usulan agar disusun peraturan hukum baru yang mencakup penjelasan secara detail, disertai ketegasan yang menjadi faktor utama membuat jera pelaku korupsi. Walaupun ide ini datangnya terlambat, setidaknya harus selalu ada upaya agar permasalahan korupsi ini dapat dituntaskan. Meskipun sejak dulu langkah penuntasan itu sebenarnya telah dilakukan, undang-undang dan peraturan sudah lama dibuat oleh mereka yang mengerti hukum. Tapi, kita pun sebagai masyarakat bangsa ini tidak dapat mungkir bahwa hasil yang kita rasakan tetap saja pepesan kosong

Marilah generasi bangsa ini memusatkan pikiran dan bersikap kritis terhadap sebab utama dari permasalahan ini. Untuk meninjau ke belakang, harus kembali kepada aspek historis yang menjadi cikal bakal terciptanya kasus korupsi yang memeriahkan kegalauan kondisi bangsa kita saat ini. Tentu saja, setiap manusia yang masih dapat berpikir waras menilai korupsi adalah perbuatan yang buruk walaupun hanya jauh di lubuk hati kecilnya saja, dan jika disangkut pautkan dengan budaya, berarti korupsi merupakan budaya yang buruk.

Sebelum membahas permasalahan ini lebih lanjut, marilah kita merenungi juga definisi atau pengertian budaya. Bukankah selama ini, pemahaman tentang budaya memang tak pernah jelas. Sejak awal masyarakat kita mengenal sejarah bangsa ini, budaya memang sering dianggap suatu hal yang baik, untuk itu harus dilestarikan atau dipertahankan. Tapi, kenapa sedikit sekali pemikiran yang menelaah ulang pengertian tersebut sebelum meyakini secara pasti.

Menurut pengertianya, budaya adalah pola tingkah laku yang berlangsung terus menerus. Dan sebagai manusia, tingkah laku dan pemikiran kita tidak pernah luput dari kesalahan. Oleh karena itu, sebenarnya budaya tidak dapat dikatakan selalu benar. Dan dalam permasalahan melestarikan, budaya bukanlah aspek abadi yang sesakral agama. Sehingga harus selalu dikoreksi sesuai dengan kepentingan zaman dan dapat ditempatkan pada posisi yang bermanfaat bagi masyarakat yang hidup di zaman sekarang.

Kesimpang-siuran makna membuat perbedaan pemahaman adalah dalam menyikapi kata korupsi. Sedangkan kata korupsi sendiri bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa ibu bangsa kita. Korupsi dipinjam dari bahasa Inggris Corruption. Masyarakat yang strukturnya berbeda tentu memiliki penafsiran yang berbeda pula mengenai pemahaman kata itu.

Jika suatu masyarakat tidak mengenal sebuah kata secara jelas, maka sesungguhnya mereka tidak mengenal secara pasti prilaku berdasarkan kata itu. Jadi , apa makna korupsi bagi masyarakat Indonesia ?. Bahasa Indonesia ternyata tidak memberikan keterangan yang memadai tentang makna korupsi yang merupakan makna pinjaman dari bangsa lain.

Bagaimana suatu masyarakat dapat mengenal konsep korupsi, jika tidak memiliki kosa kata korupsi. Setelah berusaha dijabarkan dalam bahasa Indonesia, korupsi hanya ditafsirkan secara sederhana. Pengertian korupsi hanya dipersempit pada batas pengertian sebagai tindakan menggunakan kekayaan atau uang Negara secara tidak sah. Dan dalam hal ini, korupsi telah terjadi di Negara Indonesia yang berbalut demokrasi.

Lantas seperti apa sejarah bangsa kita ?. Bangsa kita ini diawali dengan budaya kerajaan, yang telah terbukti secara absah merupakan asal-usul berdirinya negara kita. Perangsuran zaman dan situsi yang merubah konsep tersebut, dan lahirlah demokrasi yang mengandung arti kekuasaan berada di tangan rakyat.

Merunut aspek sejarah tersebut, dapat diketahui bahwa dalam konsep budaya Indonesia, kedaulatan awalnya tidak berada di tangan rakyat melainkan tangan raja, dan kekuasaan bukan berasal dari ‘bawah’ melainkan dari ‘atas’. Dalam konsep kerajaan, kekuasaan tidak berorientasi kepada rakyat, karena kekuasaaan itu lebih bersumber pada harta. Penguasaan yang merajai segalanya. Permasalahan pelik pun muncul jika menyangkut kekayaan negara, tentu saja dianggap sebagai milik penguasa tersebut, sedangkan rakyat kecil tidak memiliki apa-apa. Kasarnya rakyat dalam konteks ini hanya dinilai berdasarkan jumlah penduduk yang tidak ada artinya..

Dalam rezim korup hanya ada orang kaya yang diuntungkan karena bisa mendapatkan semua pelayanan publik atau menguasai sumber ekonomi dan tidak pernah ada sumber ekonomi penting yang jatuh ke tangan orang miskin. Jika telah sampai pada titik krisis seperti itu, ujung-ujungnya kembali kepada peran penting segelintir masyarakat yang masih dapat berpikir positif untuk menuntaskan permasalahan ini. Tetapi, hingga kini dampak dari pemikiran mereka yang bernaung di bawah kata reformasi belum memberikan arti yang berarti, walaupun patut tetap ada penghargaan atas upaya mereka untuk merubah masa depan bangsa ini kearah yang lebih baik.

Dan sampailah pada kesimpulan utama dari penulisan ini bahwa keadaan bangsa ini tidak akan berubah, sebelum manusia-manusia yang berperan merubah terlebih dahulu apa yang ada dalam jiwa masing-masing. Yaitu, mengubah semua pemikiran negatif akan kepentingan untuk meraih kekuasaan dan meraup harta. Sebenarnya segala keinginan negatif itu hanya berujung pada pengotoran moral yang selanjutnya semakin jauh menjadi alat penghancur peradaban bangsa ini.

Tidak ada komentar: