Pernah tahu tentang seseorang yang perlu menyendiri, berjam-jam tiap harinya? Yang gemar mengobrol tentang ide-ide, tentang perasaan? Yang kadang-kadang bisa mempresentasikan sesuatu dengan hebat di hadapan banyak orang, tapi begitu canggung saat berada di kelompok yang lebih kecil? Yang musti ditarik-tarik untuk datang ke pesta, lalu perlu seharian penuh untuk ‘penyegaran kembali’?. Apakah kita menjulukinya ‘orang serius’, Menganggapnya penyendiri, sombong, dan tak sopan? Yang kita musti berjuang keras hanya untuk mengajaknya keluar?
Bila jawaban kita ‘ya’, besar kemungkinan kita telah bertemu dengan seorang introvert, dan rupanya banyak yg tidak bisa memahami itu. Sains telah belajar banyak tentang perilaku dan kebutuhan orang-orang introvert. Sains menemukan misalnya, lewat pemindaian otak, bahwa introvert memproses informasi dengan cara yang berbeda dari orang-orang umumnnya.
Introvert bukannya pemurung, atau tidak suka dengan orang. Pada dasarnya, mereka jauh dari pemalu. Mereka memang menyukai obrolan panjang tentang pemikiran yang mendalam, tentang eksplorasi hal-hal yang menarik. Dan paling tidak mereka memiliki kepercayaan diri, dan pergi keluar dengan teman-teman. Sebenarnya dengan cara inilah mereka bisa lepas dari stereotipe dan kesalahpahaman yang menyakitkan.
Dan kini apa yang musti kita ketahui, dalam memahami anggota keluarga kita, teman, atau sejawat yang introvert. Ingat, seseorang yang kita kenal baik, yang kita hormati, bisa jadi seorang introvert, dan bisa jadi pula kita akan ‘menyiksanya’ bila kita tak paham beberapa tanda-tanda.
Kaum introvert tidak selamanya pemalu. Orang-orang pemalu adalah mereka yang cemas atau takut atau menampik diri dari lingkungan sosial, introvert pada umumnya tidak seperti itu. Orang introvert juga tidak anti orang lain, Lebih tepatnya, introvert adalah mereka yang merasa bahwa basa-basi itu adalah sesuatu yang melelahkan.
Ekstrovert, sebaliknya, terpacu karena keberadaan orang lain, dan menjadi ‘layu’ atau ‘pudar’ bila sendirian. Mereka kerap bosan dengan dirinya. Coba tinggalkan ekstrovert sendirian selama dua menit dan ia akan mulai mencari dan memencet-mencet handphone-nya. Sebaliknya, kaum introvert, setelah satu atau dua jam bersosialisasi, perlu off sejenak dan ‘mengisi batere’ kembali. Formula mereka adalah 2 jam menyendiri untuk setiap jam sosialisasi. Ini bukan anti-sosial. Bukan gejala depresi, dan bukan sinyal untuk darurat medis. Bagi kaum introvert, menyendiri itu sama menyegarkannya dengan tidur, makan, atau merawat diri. Motto kami: “saya baik-baik saja, kamu baik-baik saja — dalam dosis tertentu.”
Sangat sukar bagi seorang ekstrovert untuk memahami introvert. Kaum ekstrovert tidaklah sukar untuk dipahami oleh mereka yang introvert, karena ekstrovert menghabiskan banyak waktunya dengan banyak berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka kesana kemari seperti meloncat-loncat. Namun jalan tidak selamanya dua arah. Ekstrovert tak punya pemahaman yang cukup tentang introversion. Mereka menganggap bahwa rekannya ini akan selalu dengan senang hati menyambut baik dan membukakan pintu. Mereka tak bisa membayangkan bahwa ada orang yang perlu menyendiri; bahkan tidak jarang merasa tersinggung bilamana ada yang berniat seperti itu.
Introvert bukan orang sombong. Rasanya kesalahpahaman ini lantaran karakter introvert yang lebih cerdas, lebih reflektif, lebih independen, lebih berkepala dingin, lebih halus dan sensitif dibandingkan ekstrovert. Mungkin juga karena sedikitnya kaum introvert berbicara, suatu kelemahan yang kerap dicela oleh mereka yang ekstrovert. Introvert cenderung berpikir lebih dulu sebelum berbicara, sementara ekstrovert berpikir ketika berbicara.
“Saya introvert. Anda orang hebat dan saya menyukai anda. Tapi mohon sekarang diamlah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar