Bayangkanlah…
Tak pernah terpkirkah oleh kita rasa yang teramat pilu nantinya,
Disaat mereka pergi selamanya tingalkan kita sendiri.
Apalagi jika hanya sesal di kemudian,
mereka pergi tanpa sempat mengecap arti kita.
Waktu itu, kita hanya menangis di bawah batu nisan
Kita sandarkan tangis yang percuma.
Kasih sayang yang mereka berikan begitu dalam.
Sungguh kita tak sanggup, jika itu terjadi
Karena kita sungguh mencintai mereka.
Anggaplah ini saat ini terakhir kita melihat mereka,
Agar kita selalu berusaha membuat mereka tersenyum.
Jangan tunggu derai air mata,
Untuk ucapkan selamat jalan.
Sesungguhnya satu hari saja semua bisa binasa,
Untuk itu, berbuatlah yang terbaik bagi mereka yang kita cintai.
Bagi kita,
jika sesal itu terjadi,
Hancurlah hati sepanjang hidup.
Wahai Ibu,
jejak derita telah kau tapaki,
telah lama kau acuhkan berbagai aral demi kami anak-anakmu.
Kini pun Ibuku tersayang, tak kenal letih untuk terus berjalan.
Sadarkah kalian anak-anaknya,…
tapak kaki Ibu penuh luka dan derita.
Sedangkan tetap udara kasih yang dia berikan.
Kapankah kita mampu membalas ibu….
Aku yang jauh disini, …
Ingin mendekap dan menangis di pangkuanmu Ibu.
Sampai aku tertidur dan bermimpi kembali ke masa kecil ku dulu.
Aku yang pernah menorehkan luka,
tidak pernah kau pendam sakit hati itu.
karena “Aku Anak yang kau cintai”.
Kau selalu balas dengan “doa” ,
yang menjadi teman dalam kehidupanku.
Dengan apa aku membalas sebegitu besar kasih mu itu ibu…
Ayah…
Kau adalah sumber nafas kami…
Yang menjaga hidup kami.
Kau yang ajarkan aku menjadi lelaki,
Kau tak pernah lelah,
sebagai penopang dalam tiang rumah kecil kita.
Semua petuahmu kuanggap yang terbaik
Tapi, Aku hanya memanggil mu Ayah, di saat aku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu Ayah, jika aku telah jauh dari mu.
Hingga kini aku tahu, hanya Kaulah panutanku.
“Pandailah berkawan”, itulah nasehatmu…
Tanpamu, aku bukan yang sekarang.
Aku berani hidup jauh, karena anak dari seorang perantau tangguh.
Tetap tegar ku terjal aral, karena begitulah dirimu dulu.
Ragamu tak lagi sekokoh dulu,
Usia dan rautmu semakin renta,
Tapi kau selalu tetap Ayahku…
Lelaki tegar sederhana yang mewarisi pengalaman berarti…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar