My Adsense

17 Jan 2009

Untaian pertanyaan suci karena Delisa



Ya Allah, apakah itu benar-benar pertandaMu yang nyata. Apakah kau sungguh-sungguh akan menolak sujud sempurna dari Delisa ?. Ini pertanyaan ku yang pertama.

Ya Allah, lihatlah ! Gadis kecil itu sungguh ingin sujud kepadaMu, sungguh hanya ingin sujud kepadaMu dengan sempurna untuk pertama kalinya. Tetapi, sekarang ini tak bisa melakukanya. Ya Allah, bukankah banyak sekali orang-orang jahat, orang-orang munafik, orang-orang fasik yang bisa semaunya melakukan hal-hal buruk di dunia ini. Engkau sungguh tak menghalanginya ! Tetapi Delisa ! Ya Allah, Delisa justru hendak sujud kepadaMu, kenapa kau membuatnya pingsan sebelum ia sempat melakukanya, aku bertanya…aku butuh penjelasan.

Seribu malaikat bertasbih, seribu malaikat mengukung langit Nhok Nga (Aceh), turun menatap semua itu, dan mereka tidak melakukan apa-apa !

Ya Allah, padahal banyak sekali manusia yang katanya mahkluk terbaik ciptaanmu, bahkan memiliki berjuta bilah papan. Tapi lihatlah, mereka yang waktu itu terhanyut tsunami dan mencoba menyelamatkan diri, ada yang hanya punya sebilah papan, bergantung pada sebilah nyawa yang akan diselamatkan.

Seribu malaikat mengukung langit Lhok Nga, memuji namaMu. Ya Allah, menyebut asmamu, tak pernah seperti itu semenjak raja Aceh dahulu turun dari tahtanya, meninggalkan seluruh kenikmatan dunia demi berbagi di kerajaan Samudra Pasai. Seribu Malaikat mengucapkan salam.

Ya Allah, bahkan anak-anak kecil dari belahan dunia lain tahu apa yang mereka lakukan. Bahkan mereka tahu ikut merasakan, berbagi. Ya Allah, sungguh ada banyak sekali orang-orang yang bahkan tidak tahu buat apa mereka hidup di duia ini, tidak tahu Kau akan bertanya banyak kelak di ujung pengadilan. Tidak tahu akan diminta seluruh pertanggung jawaban kelak. Tidak tahu semuanya pasti mendapatkan balas walau setitik dzarah.

Ya Allah, lihatlah ! Delisa baru 6 tahun, bahkan belum mengerti makna kematian, derita. Banyak sekali ciptaan di dunia yang sungguh bermewah-mewah dengan hidup. Lupa dengan kematian, padahal mereka mengerti. Menciptakan berjuta penderitaan bagi orang lain, padahal mereka memahami. Tetapi, mengapa Delisa yang harus menyaksikan semuanya. Mengapa harus melalui mata hijaunya yang bening kami harus mengerti Ayat-ayat Mu. Aku tak mengerti…

Ya Allah, bahkan banyak sekali orang yang lalai, fasik, munafik, jahat, yang tak pernah lupa atas rencana jahat mereka. Tidak pernah terlupakan. Bagaimana Delisa yang hendak Shalat padamu ? Delisa yang dalam badan menggenaskan, ingin Shalat padaMu dengan sempurna, dan Kau buat ia lupa. Bagaimana kalau esok, lusa ia tidak sempat menyetor bacaan itu ?.

Ketika Delisa kelu menyadari fakta itu, dia terjebak kebingungan, seribu malaikat sedang menyiapkan istana indah untuknya di surga, terukir namanya dengan huruf besar di pigura depan “Alisa Delisa”.

Bahkan perbuatan terbaik tak pernah membuat celah kaku wajahku bercahaya, apakah hati ini begitu kotornya ?. Apakah tak ada sisa kebaikan yang ada di hati ini agar bisa menyinari jalan kebaikan bagi orang lain. Apakah semuanya tinggal bongkah daging hitam kelam?. Tanpa perasaan lagi…

Ya Allah, bahkan wajahku tak pernah sedikitpun menginspirasikan orang lain untuk berbuat baik, untuk berubah. Tapi istana itu semakin mudah buat Delisa, karena orang asing itu dapat memeluk Islam hanya ketika melihat wajah teduhnya, setelah menyelamatkan Delisa yang hampir hilang tertelan Tsunami.

Semua kesedihan ini bahkan cukup untuk membuat bagaimana perang paling perkasa pun tertunduk menangis. Sayangnya, ketahuilah wahai penduduk bumi, kesedihan tidak mengenal derajat kehidupan, tidak pernah berbelas kasih dengan standar kehidupan. Kesedihan hanya mengenal ukuran yang Engkau sampaikan lewat Ayat-ayatMu. Kesedihan seorang sungguh sekerasnya kegembiraan baginya, yang boleh jadi hakikatnya kesedihan terbesar baginya. Hanya untuk orang-orang berpikir…

Maha Suci Engkau Ya Allah, yang telah menciptakan perasaan. Maha besar Engkau Ya Allah, yang telah menciptakan ada dan tiada. Hidup ini adalah penghambaan. Tarian penghambaan yang sempurna, tak ada milik dan pemilik selain Engkau. Tak punya dan mempunyai selain Engkau.

Tetapi, mengapa engkau harus menciptakan perasaan ? Mengapa kau harus memasukan bongkah yang disebut dengan “perasaan” itu pada mahkluk ciptaanya ?. Perasaan kehilangan, memiliki, mencintai…

Kami tak melihat, kau berikan mata. Kami tak mendengar, kau beri telinga. Kami tak bergerak, kau beri kaki. Kau berikan berpuluh-puluh nikmat lainya. Jelas sekali, semuanya berguna ! Tetapi mengapa kau harus menciptakan bongkah itu ? mengapa kau letakkan bongkah perasaan yang seringkali menjadi penghianat sejati dalam diriku.

Engkaulah alasan semua kehidupan ini. Engkaulah penjelasan atas semua kehidupan ini. Perasaan itu datang dariMu, dan akan kembali padaMu. Kami hanya menerima titipan dan semua itu sungguh karenaMu.

Katakanlah wahai semua pencinta di dunia. Katakanlah ikrar cinta itu hanya karenaNya. Katakanlah semua getar rasa itu hanya karena Allah. Dan semoga Allah yang maha mencinta yang menciptakan dunia dan kasih sayang mengajarkan kita tentang cinta sejati.

Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan hakikatnya. Semoga Allah sungguh memberi kesempatan pada kita untuk memandang wajahNya. Wajah yang akan membuat semua cinta dunia layu, bagai kecambah yang tidak pernah tumbuh. Layu bagai api yang tidak pernah panas membakar. Layu bagai sebongkah es yang tidak membeku.

Tetapi Ya Allah, Delisa baru 6 tahun, kanak-kanak yang seharusnya diisi dengan hari-hari bermain. Bukan masa untuk bertanya, pertanyaan yang entah kapan akan mampu menjawabnya. Jikapun ada jawaban entah kapan ia memahaminya, jikapun menerimanya, entah kapan…

Engkau langsung menghukumnya. Delisa langsung “direndam” dalam panasnya bara pengampunan. Entahlah ! Baik atau tidak bagi Delisa. Sedangkan banyak sekali orang-orang jahat yang kau tunda penghukumanya. Orang-orang jahat yang kau biarkan tertawa, bahkan kau berikan jalan untuk dengan mudah melanjutkan bejat perangai mereka. Tengik prilakunya, kau berikan jalan agar apa yang mereka lakukan malah terlihat baik di mata dunia.

Ukuran kehidupan yang kami ciptakan memang keterlaluan sekali Ya Allah. Kami malu jika berjalan ke tempat umum tanpa alas kaki. Padahal apa salahnya ? kami justru tidak malu kalau berdusta, kami tidak malu setelah melakukan maksiat.
Ukuran pemahaman yang kami buat memang keterlaluan sekali Ya Allah. Kami takut tidak memiliki harta, cemas bila esok tiada harapan menambah pundi, sementara teman kami sudah sedemikian menterengnya. Padahal apa salahnya ? kami justru tidak malu membenarkan hal hal yang keliru. Kami lupa, kalau peraturan manusia bilang demikian, apa lantas peraturanMu bilang sama ?. Kami lupa, ukuran yang benar adalah ukuranMu, bukan ukuran yang sengaja kami ciptakan untuk menelikungMu, bukan pemufakatan yang kami lakukan untuk membuat peraturan tersebut.

Bagaimana kah jadinya andai Delisa tidak terselamatkan ?. Ya Allah, apakah hukuman untuk pembangkanganya ? Bukankah banyak mahkluk ciptaanMu yang sepanjang hidup tak pernah nurut AyatMu, tidak pernah melakukan kebaikan, tetapi kau biarkan mereka hidup dalam kenikmatan.

Bukankah banyak sekali hambamu yang culas, durhaka zalim. Sepanjang hidupnya begitu. Tak pernah Kau Hukum. Dan ketika penghujung hidupnya mereka sedetik saja insyaf dan bertobat, seketika Kau maafkan.

Ya Allah, bukankah Delisa sebaliknya. Di penghujung semua kebaikanya, ia
hanya sekali membangkang. Dan langsung Kau hukum. Bagaimana mungkin berguguran semua kebaikanya.

Ya Allah, kami bodoh tidak mengerti apa takdirMu. Lantas apa pembangkangan jika kami berkata tidak ! apakah salah jika Delisa juga berkata tidak ? kaulah yang menciptakan bongkah perasaan itu dan kami lemah untuk memahami berbagai perasaan tersebut, teramat lmah. Bantulah kami.

Bahkan nabi-nabi dan orang-orang terbaik pilihanmu pun sering bertanya, meminta penjelasan dan pemahaman. Mereka adalah orang yang istiqamah, orang yang mampu membersihkan hati dari bercak kemunafikan.

Sedangkan hamba jauh dari memadai untuk bertanya. Tapi, terimalah berbagai pertanyaan, pengaduan, keluh kesah ini. Ampunkan jika tidak pantas. Dan semoga dengan itu hamba bisa berkesempatan mendapatkan remah-remah penjelasan. Dan semoga dengan itu hamba bisa ikut merasakan sisa pemahaman.

Sungguh hamba rindu dengan tingkatan yang lebih tinggi. Meski hati hamba masih mendua, takut, dengan harga dunia yang harus dibayar atas tingkatan tersebut.

Aku cemburu ketika meresapi keanggunan kisah ini. Gadis kesil itu baru 6 tahun. Tak mengerti kehidupan, tak paham kematian. Umurku saat ini 23 tahun. Bergelimang bangga dengan berbagai ilmu yang hanya secuil makna. Beserta pemahaman yang dangkal. Kenapa masih saja aku bangga dengan hal semu itu.

Setelah sekian lama, tak pernah kudapatkan hakikat penjelasan itu Ya Allah ?. Sementara Delisa, kau beri kesempatan yang luar biasa. Apa kah hati ini terlalu kotor, munafik, terlalu dangkal untuk menangkap penjelasanMu. Semua penjelasanMu yang tergurat di bumi, terlukis di langit, apakah hatiku lemah untuk mengerti ?.

Bahkan setelah sekian lama, hati ini masih kaya bertanya, apa arti kehidupan ? apa makan kematian ?. Dan mulai kutemukan sedikit pemahaman berarti setelah membaca novel ini. Terimakasih “Delisa”.

Tidak ada komentar: