Kejadian ini sebenarnya sudah sering kulihat, semenjak aku mulai bekerja di daerah ibu kota. Lokasi tempat tinggalku yang cukup jauh mengharuskan aku menggunakan sarana transportasi kereta api untuk menuju tempat kerja. Secara umum masyarakat di kota ini pasti sudah tahu bagaimana hiruk pikuk aktifitas pagi para pekerja yang biasa berangkat kerja menggunakan transportasi kereta api, dan saya termasuk salah satu orang yang sudah terbiasa dengan hal tersebut. Apakah kalian ingin tahu kejadian apa yang ingin saya ceritakan dalam tulisan ini. Sebenarnya mungkin hanya hal sepele dan biasa saja, tidak ada arti apa-apa bagi kalian yang sudah terbiasa dengan situasi dan kondisi ibu kota ini. Tapi tidak bagi saya, untuk itu saya menulisnya.
Setiap keluar dari pintu stasiun kota, kita pasti banyak menjumpai banyak pedagang kaki lima yang menjajakan aneka rupa dagangan mereka dengan berbagai cara. Sebagian dari kalian pasti sudah sangat memakluminya, karena itu juga hanya sebagian dari aktifitas mencari nafkah sekelompok masyarakat kecil yang hidup di kota ini. Tapi tidak bagi saya, saya mempunyai kesan yang berbeda setiap melihat para pedagang kaki lima.
Pada suatu ketika, masih di sekitar pintu keluar stasiun kota. Di pinggiran jalan itu, tempat para pedagang kaki lima menjajakan dagangan mereka. Mataku tertuju pada seorang anak kecil, dia duduk di hamparan terpal yang ukuranya tidak terlalu lebar. Sedangkan ibunya tampak sedang merapikan dagangan-daganganya di hamparan terpal tersebut. Tingkah anak kecil itu selayak anak seusianya, di raut wajahnya yang lugu terlihat keceriaan, sedangkan ibunya terlihat sibuk mempersiapkan dagangan yang akan dijajakan. Pagi ini sinar matahari cukup terik menyinari mereka yang tanpa diteduhi apapun.
Sesekali anak itu bicara pada ibunya, mungkin karena sibuk si ibu seperti tidak terlalu mengacuhkan tapi dia masih memberikan senyum pada anaknya. Itu sudah cukup membuat si anak senang dan dia kembali sibuk dengan dunianya sendiri. Saya melihat kejadian itu dari jauh dan tiba-tiba ikut tersenyum. Itu hanya kejadian sepintas, bisa saja dikatakan mengandung sedikit arti tentang seorang ibu pedagang kaki lima dan anaknya, tapi ada sesuatu yang lain saya rasakan dari kejadian itu. Pikiran saya terbayang-bayang ke kajadian masa lampau yang pernah saya alami.
Kedua orang tua saya hingga sekarang masih mencari nafkah dengan cara yang tidak jauh beda dengan si Ibu tadi. Saya juga adalah seorang anak dari pedagang kaki lima, dan dengan itu mereka menghidupi kami sekeluarga sampai sekarang. Meski sudah sangat lama kedua orang tua saya tidak lagi menjadi pedagang kaki lima di kota ini, tapi mereka tetap pedagang kecil. Mereka pernah merasakan bagaimana hidup sebagai pedagang kaki lima di kota besar ini. Jadi wajarlah jika selalu ada kesan yang berbeda pada diri saya jika melihat para pedagang kaki lima.
Saya pernah mengalami kejadian yang hampir sama persis seperti anak kecil tadi, duduk manis di tempat ibu saya menghamparkan dagangan yang akan dijualnya. Biasanya ibu berjualan dari pagi hingga petang, dan saya turut bersama ibu saya. Di usia saya waktu itu belum saatnya untuk masuk sekolah, sedangkan di rumah hanya ibu seorang yang merawat saya, jadi tidak ada cara lain selain saya ikut ibu berjualan di pasar. Kejadian itu terjadi setiap hari karena itulah kehidupan saya sebagai anak dari pedagang kaki lima, jadi pantas jika sangat terekam dalam ingatan saya.
Sedari kecil saya sudah biasa dengan suka duka kehidupan keluarga pedagang kaki lima, sering membaca dari raut wajah ibu sedari pagi hingga petang apabila daganganya sepi dari pembeli. Tapi jarang bahkan mungkin tidak pernah ibu menunjukkan keluhanya secara langsung pada saya, mungkin karna waktu itu usia saya masih kanak-kanak yang dianggap belum mengerti apa-apa. Meskipun ternyata justru pristiwa masa kanak-kanak saya seperti itu yang kemudian terekam, teringat kembali apabila saya melihat hal-hal yang hampir mirip di masa sekarang ini.
Cerita ini mungkin memang hal yang sepele tidak berkesan apa-apa, tapi pantaslah tidak bagi saya. Karena setiap orang pastinya menyimpan kisah yang berbeda, dan tanpa dipengerahui pendapat orang lain setiap kisah itu tentu ada yang mempengaruhi kehidupan mereka masing-masing. Apapun itu….
Lantas bagaimanakah seorang anak pedagang kaki lima melihat kehidupan para pedagang kaki lima di kota besar ini, yang sering tidak jelas akan nasip dan kelanjutan aktifitas mereka dalam mencari nafkah ?. Mereka sering dikejar-kejar petugas karena dianggap tak disiplin dan melanggar aturan, mereka sering juga mendapat kekerasan karena anggapan tersebut. Alasan mereka sederhana “Kami hanya cari makani”.
Tentu saja saya miris dan terharu karena saya adalah anak dari pedagang kaki lima. Dan saya yang anak dari pedagang kaki lima ini Alhamdullilah juga bisa bersekolah, hinga kalau boleh memberikan pendapat……
“Hal paling penting dari peraturan adalah harus dipahami oleh orang yang diberi aturan, dan dapatkah peraturan itu dipahami jika yang diatur juga bingung karena kadang peraturan itu bisa lemah dan kuat tergantung dari sikon tertentu. Diantara mereka akhirnya harus selalu sigap mensiasati sikon, hingga menjadi cerdik dan licik dalam hidup yang sebenarnya sudah susah. Ada juga sebagian dari mereka tetap nurut dan manut, terlalu jujur untuk licik hingga kalah dan akhirnya hidup jadi makin susah. Lantas apa yang bisa mereka perbuat ??, dan siapa yang sebenarnya yang salah…???”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar