Kebahagiaan tetaplah perasaan yang merupakan rahasiaNya. Sampai akhir masa bumi ini, kita tetap sebagai manusiaNya yang lemah. Meskipun di zaman sekarang ini kita termasuk dari bagian sekelompok manusia yang merasa pandai karena telah dapat menggapai langit dan menggali bumi sekalipun.
Satu-satunya cara untuk memahami ini adalah dengan memberdayakan anugerah yang telah diberikan kepada kita sebagai manusia, yaitu akal dan nurani. Dengan memberdayakan anugerah itu, kita akan menemukan bahan perenungan yang dengan pemahaman mendalam akan terbaca sebuah makna, bahwa pada akhirnya kebahagiaan sejati tetaplah sesuatu yang dilandasi dengan keyakinan akan takdir, sehingga akan menggiring kita ke arah ketabahan, kepasrahan, keteduhan hati dan keikhlasan.
Takkan ada sesal dan keterpurukan berlebihan dalam hidup jika setiap apa yang kita lakukan di bumi adalah tingkah laku yang menyorotkan cahaya kesabaran dan kepasrahan, dan itu tentu akan membuat kita selalu yakin akan keridhaan Ilahi yang akan selalu ada bagi hambaNya yang berserah diri secara ihklas.
Kesabaran dan kepasrahan tentunya bukan seperti makna yang sering diselewengkan oleh banyak manusia di zaman sekarang ini. Kesabaran bukan berarti tanpa berbuat apa-apa, dan kepasrahan bukanya menyerah pada keadaan. Kesabaran adalah ketahanan terhadap cobaan dan ujian yang terjadi dalam hidup, dapat selalu tegar dan terus berusaha melakukan apa bisa dilakukan sebaik mungkin. Karena sesungguhnya jika kita mau memahami, dengan kesabaran terhadap setiap cobaan, maka kita akan dapat memetik pelajaran dari setiap kejadian tersebut. Meski di hari sekarang, itu hanya pelajaran yang secuil, tapi suatu saat di kehidupan nanti dapat saja memberi arti yang besar.
Kepasrahan adalah selalu yakin bahwa setiap kejadian semenjak kita terlahir hingga ajal menjemput nanti adalah apa yang telah digariskan olehNya, hingga dari hal itu kitapun yakin bahwa Dia Maha Adil dan Maha Tahu apa yang pantas diterima oleh hambaNya. Dan kepasrahan itu menjadikan kita selalu bersyukur atas segala apa yang telah diberikanNya, serta tulus ihklas menerimanya.
Tanpa ada penyesalan berlebihan jika apa yang telah digariskan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, karena sesungguhnya kita sama sekali tidak pernah tahu secara pasti akan apa yang terjadi di waktu yang akan datang, meski jika itu hanya berselang 3 detik dari sekarang. Tapi yang dimaksudkan kepasrahan tentunya bukan tanpa berbuat apa-apa dan tinggal menerima apa adanya. Kita juga sedikit berperan dengan takdir yang akan kita terima, yaitu dengan bagaimana dan apa yang dapat kita perbuat. Karena dari hal itulah takdirNya tergurat, tentang apa yang pantas kita terima dari apa yang telah kita lakukan.
Kita tidak akan pernah dapat merubah apa yang telah menjadi takdirNya tapi juga tidak pernah tahu seperti apa takdir kita yang digariskan. Untuk itu, kepasrahan haruslah juga diiringi dengan melakukan berbagai hal yang terbaik untuk diri kita serta diridhoi olehNya. Tak ada takdir yang buruk bagi setiap manusia, karena aku yakin Allah tidak akan menyengsarakan hambaNya dengan berbagai kesalahan dalam melakukan pilihan hidup. Bukankah semua pedoman yang lurus dan benar telah diturunkanNya ke bumi ini. Kita saja yang pura-pura tidak memahami itu.
Maka itu semua dikarenakan diri kita sendiri, yang diciptakan sebagai mahkluk sempurna disertai berbagai perangkat kedirian kita. Kita yang memang bisa menjadi lebih pintar dari sebelumnya, kemudian bisa menjadi manusia dengan banyak pertanyaan. Pertanyaan yang bukan untuk semakin mengerti tapi meragukan garis takdirNya. Kemudian merasa bisa hidup sendiri, tak percaya dan tak ingin pasrah padaNya, Maka dengan begitu, sudah bisa dipastikan “buruklah nasip kita”, karena menuai apa yang telah kita lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar