Itulah beberapa kisah yang pernah kualami dan dianggap penting bagiku. Mungkin masih ada beberapa kisah yang terlupa, atau sengaja tidak ingin kusampaikan dalam tulisan ini. InsyaAllah masih ada esok hari, di saat aku kembali berimajinasi untuk mengungkit kembali kisah lampau yang bisa menjadi sumber inspirasi.
Aku yang sekarang adalah seorang mahasiswa tingkat lanjut, di salah satu universitas swasta yang ada di Jakarta. Berbagai pengalaman yang pernah kualami memang menjadi guru, dan menanamkan pelajaran berarti pada tabiatku yang sekarang ini.
Kegagalanku pertama kali ketika menginjak kota Jakarta adalah gagal dalam lulus seleksi untuk masuk ke universitas negeri. Aku tidak tahu apakah itu kesalahan ku sendiri, ataukah takdir yang memang harus kuturuti. Tapi, setiap manusia tentunya harus berusaha untuk mencapai keinginan dan mimpinya. Sedangkan aku pernah merasa, mimpi dan cita-cita ku sirna akibat keteledoran ku sendiri.
Aku ke Jakarta datang dari sebuah pelosok negeri tempat aku dibesarkan. Waktu itu aku sama sekali tidak menyiapkan diri layaknya kesungguhan seorang pelajar yang ingin meraih mimpi dan masa depanya di kota besar. Seharusnya aku sadar, di kota besar banyak persaingan.
Jika susah bersaing secara bersih, aku harus punya otak kotor. Dan biasanya itu terjadi pada anak-anak manja dari kedua orang tua kaya. Tapi, aku ini kan hanyalah anak manusia yang sedari kecil hidup dalam naungan kemiskinan. Tidak pernah aku terlatih untuk berpikiran kotor, seperti suap-menyuap. Karena untuk bisa seperti itu, kedua orang tuaku harus punya banyak uang. Dalam kenyataanya, untuk makan sehari-hari saja mereka harus membanting tulang siang dan malam.
Modal satu-satunya yang kumiliki hanyalah bekal ilmu yang kudapat sebelumnya dari sekolahku terdahulu. Tapi itupun sirna oleh keangkuhanku ketika menginjak kota Jakarta, kebanggaan masa lalu membuat aku meremehkan hal penting untuk masa depan. Tidak ada persiapan, hingga akhirnya aku gagal lulus SPMB.
Tapi itu hanyalah kisah kegagalan masa lalu, meskipun dibalik kata “kegagalan” masih tersembunyi kata “seandainya saja”, yang selalu menyimpan penyesalan jika diingat-ingat lagi. Tapi apa guna aku terus jatuh dalam lembah penyesalan, jika sekarang ini aku tetap bisa menjadi seorang mahasiswa, yang masih tetap bisa memilih bidang jurusan yang diminati.
Seharusnya mahasiswalah yang dapat mencerahkan masa depanya sendiri, berdasarkan daya serap pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliahan. Bukan dari nama besar kampus tempat dia menuntut ilmu.
Setelah merenung sebentar, aku yang sekarang ini juga sangat bersyukur, karena dari kehidupan di kampusku ini aku banyak mengalami pengalaman baru. Di kampus ini aku bisa bertemu teman-teman sejurusan yang memiliki solidaritas begitu tinggi, karena memang itu kebanggaan yang dihidupkan dalam hubungan pertemanan kami.
Di kampus ini aku dapat menemukan tempat mencurahkan kecintaanku pada hobby, sekaligus bertemu teman-teman yang masing-masing pribadi mempunyai keistimewaan tersendiri. Sedikit banyak, karena hobby dan teman-temanku ini aku mengalami beberapa pristiwa yang menambah pengalaman hidup, aku juga banyak belajar dari mereka tentang cara menata hidup ke arah yang lebih baik.
Aku juga tak kenal letih berpetualang mencari penambat hati, ketika hidup sebagai seorang mahasiwa di kampus ini. Beberapa kisah ikut mewarnai manis dan getir kehidupan cinta yang pernah kualami. Meski aku lebih sering jatuh dan tabah menahan getir, dibandingkan mengecap rasa manis yang kudapat dari cinta. Mungkin itulah resiko diriku sebagai seseorang yang mudah jatuh cinta, tapi disisi lain belum dapat menjanjikan masa depan dari keberhasilanku sebagai seorang mahasiswa.
Kampus ini yang memberikan waktu bebas bagiku sebagai seorang mahasiswa. Yang selain untuk menuntut ilmu juga untuk bebas mengembangkan kreatifitas dan aktifitas membangun. Paling tidak, selama di kampus ini aku tidak pernah mengalami kendala berarti yang meruwetkan pikiranku.
Mungkin saja aku dan keegoisanku sekarang ini, sedang memakai pernak-pernik dan kelengkapan layaknya seorang mahasiswa pintar yang introvert, angkuh serta selalu berapi-api membicarakan politik. Jika seandainya tidak berada di kampusku yang sekarang ini.
Jika bukan di kampus ini, melainkan masuk di kampus negeri yang diseberang sana, bisa saja sikap bebas membuatku tidak akan sanggup bertahan dalam persaingan mahasiswa-mahasiswa pintar yang penuh aturan dan tata krama. Kemudian aku bisa saja frustasi dan semakin membuat orang tua ku kecewa. Bisa saja…
Jadi, cukuplah aku sebagai seorang mahasiswa biasa di kampus biasa-biasa saja, meski dulu selalu bercita-cita menjadi mahasiwa luar biasa di kampus yang istimewa. Setidaknya cita-cita itu, telah menjadi motivasi yang membuat aku selalu ingin membuktikan kepada mereka, seperti apa masa depanku nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar