Masa remaja saya habiskan di salah satu pulau yang terletak di salah satu bagian ujung timur negeri ini. Dan bagaimana keadaan masa remaja saya waktu itu, mungkin tidak ingin saya uraikan panjang lebar dalam tulisan ini. Saya hanya ingin mengambil salah satu bagian yang cukup dikenang, tentang masa remaja saya waktu itu yang pernah ikut dalam kepengurusan remaja mesjid. Saya cukup mengenang akan masa-masa itu, dimana daerah tersebut hanya memiliki satu-satunya mesjid. Dan rata-rata umat muslim disana adalah kaum pendatang dari berbagai pulau lain yang ada di seberang.
Maka, saya dan beberapa kawan lain yang menjadi remaja pengurus mesjid ini tentunya adalah anak-anak dari kaum pendatang tersebut. Dari sini akhirnya kami menjadi kawan baik sebagai sesama anak perantau. Rasa kekeluargaan antar sesama pendatang di daerah ini memang sangat kuat jika dibandingkan dengan apa yang ada di
Aktifitas kami sebagai remaja mesjid dikala itu, adalah dikala sore hingga menjelang maghrib yang terjadi beberapa hari dalam seminggu, kami selalu menyempatkan diri untuk berkumpul di mesjid tercinta kami. Dengan berkumpulnya kami di mesjid, pastinya selalu diisi dengan kegiatan bermanfaat yang mencerminkan kami sebagai seorang remaja pengurus mesjid.
Kadangkalanya diadakan pengajian bersama, kegiatan gotong-royong, ceramah tentang seputar kehidupan remaja, atau mengadakan rapat-rapat pembentukan panitia sehubungan akan diadakanya acara yang berkaitan dengan hari besar Islam, seperti Mauld Nabi, Isra Mi’raj, Hari Raya kurban, buka puasa bersama, dan lain sebagainya. Kegiatan seperti ini yang sangat terasa manfaat ke depanya bagi kami, selain belajar tentang Islam kami juga dididik untuk dapat berorganisasi. Sesekali kegiatan perkumpulan remaja mesjid kami juga diselingi dengan kegiatan olahraga atau rekreasi ke suatu tempat. Saat-saat seperti ini juga yang akan selalu kami kenang, tentang kebersamaan dan canda gurau masa-masa remaja antar sesama kawan, bahkan juga ada kisah cinta remaja yang terjadi disini. Dengan eratnya ikatan perkumpulan remaja mesjid kami ini, seluruh anggota organisasi sudah dianggap sebagai keluarga dan mesjid seperti rumah kedua bagi kami.
Tapi, meskipun kami disebut remaja mesjid, rasanya tetap belum lengkap jika yang namanya masa remaja tidak disertai dengan sedikit ulah nakal dan liar kami, khususnya bagi remaja lelaki Di bagian belakang mesjid ini, ada satu ruangan cukup luas yang dikhususkan untuk mengisi kegiatan remaja mesjid, tempat kami berkumpul. Sesekali karena keasyikan berkumpul, kami sering lupa untuk pulang ke rumah. Ruangan itu bisa kami jadikan tempat tidur-tiduran, nongkrong dan mengobrolkan hal lain di luar organisasi. Bahkan sempat berencana untuk membuatnya seperti kamar sendiri.
Orang tua memang sangat mendukung dengan kegiatan kami sebagai remaja mesjid, tapi tentunya mereka kurang setuju jika yang terjadi adalah kami malah terlalu berlebihan menganggap mesjid sebagai rumah, tanpa ingat untuk pulang ke rumah sebenarnya. Dan untuk hal ini saya punya kenangan tersendiri, karena mungkin hanya sayalah dari semua kawan-kawan yang paling sering menginap di mesjid, sering diomeli orang tua, bahkan sampai dijemput untuk disuruh pulang. Itu adalah salah satu masa-masa remaja yang tidak akan saya lupakan.
Entah kenapa, saya seperti betah bahkan hingga sampai berhari-hari tinggal di mesjid. Selain ke sekolah, kegiatan yang lebih sering saya lakukan adalah di mesjid. Tiap hari pasti ada saja teman yang datang berkumpul, makanan pun pasti tersedia dengan cara menyumbang bersama-sama, segala sarana dan prasarana olahraga yang meski sederhana tapi ada juga di sini. Dan yang paling penting bagi saya, jika berada di mesjid maka sangat jarang bagi saya untuk terlambat dalam menunaikan ibadah shalat. Sesekali pada tengah malam jika sedang menginap di mesjid, saya juga sempatkan untuk mengaji, tahajud, berdzikir atau sekedar merenung segala kejadian yang telah dilewati dalam sehari. Aktifitas keagamaan yang sekarang ini kerap saya lupakan, mungkin karena usia saya waktu itu masih remaja, dan niat beraktifitas untuk ibadah tersebut muncul dengan sendirinya, terdorong oleh situasi dan kondisi yang saya pilih waktu itu. Selain itu saya juga kerap senang hati membantu penjaga mesjid untuk membersihkan lingkup sekitar mesjid, itu memang tak ada upahnya tapi seperti ada kepuasan dan rasa tersendiri bagi saya. Dengan pernah tinggal di mesjid saya anggap sebagai kehidupan pesantren kecil bagi saya.
Waktupun berlalu seiring usia remaja saya yang kian bertambah menuju kedewasaan, faktor pendidikan akhirnya mengharuskan saya untuk pindah ke daerah lain. Tidak hanya saya, tapi begitu juga dengan kawan-kawan lain. Kami memang sudah waktunya pergi meninggalkan semua kenangan tempat kami dibesarkan, itu adalah
Di daerah yang baru, saya tinggal di
Saya sangat mensukuri banyaknya terdapat mesjid di daerah tempat tinggal baruku ini, semoga itu juga selaras dengan niat beribadah dari masyarakat sekitarnya, termasuk saya sendiri. Karena cukuplah kelihatan damai rasanya seperti di mesjid kami dulu, meski mesjid itu hanya pantas dikatakan mushola, walau merupakan satu-satunya, tapi selalu diramaikan para jamaah tiap kali tiba waktunya shalat.
Di daerah baru yang banyak terdpat mesjid ini, sayapun terkenang akan masa remaja saya dulu, terkenang mesjid kami dengan segala kegiatan remaja mesjidnya. Dan apakah remaja-remaja mesjid di daerah baruku ini juga sama halnya dengan remaja mesjid kami dulu ?. Secara sengaja aku akhirnya sering memperhatikan setiap mesjid yang kudatangi, coba melihat-lihat aktifitas lain apa lagi yang ada selain ibadah ritual seperti shalat, mengaji dan lain sebagainya. Khususnya kegiatan yang dilakukan oleh remaja mesjidnya.
Ternyata banyak terdapat perbedaan. Di daerah baruku ini, memang banyak terdapat mesjid, terdiri dari bangunan yang megah, tapi yang kerap kulihat ternyata banyak mesjid yang lebih sering diramaikan oleh orang-orang tuanya saja, mereka memang sering berkumpul mendiskusikan masalah agama diantara mereka. Tapi hal baru yang kutemukan adalah tentang kaum musafir yang entah dari mana daerah tepatnya mereka berasal, tapi dari cara berpakaian yang serba gamis mungkin mereka berasal dari negara lain, meski sebagian dari mereka ada juga yang berwajah pribumi. Selain berpakaian gamis secorak yang biasanya hitam, mereka juga bersorban, serta ciri wajah yang sangat melekat, bekas hitam di kening dan di bagian bawah kedua belah mata.
Sebagai musafir, mereka memang tinggal beberapa saat di mesjid itu, sering kulihat menjadi pembicara atau penceramah dalam perkumpulan beberapa orang-orang tua tadi. Biasanya aku senang mendengar ceramah, tapi kenapa agak enggan untuk ceramah dalam perkumpulan seperti itu, apalagi dalam keseharian mereka lebih banyak diam dan jarang bertegur sapa dengan masyarakat sekitar. Mungkin karena usiaku yang masih muda dan belum tahu apa-apa tentang agama, titak tahu tentang orang-orang seperti mereka. Tapi aku hanya membandingkan seperti apa yang terjadi di mesjid tempatku dulu, untuk hal-hal yang menyangkut agama seperti ini, orang-orangnya, penceramah atau pemuka agamanyanya memang selalu terlihat wajar-wajar atau biasa-biasa saja layaknya bagaimana cara seorang muslim berpakaian dan bersikap.
Dari beberapa mesjid yang kukunjungi di daerah baruku ini, yang menjadi penjaga mesjidnya juga lebih banyak merupakan orang yang sudah berusia lanjut atau bahkan sangat lanjut. Padahal di mesjid daerahku sebelumnya, malah orang-orang muda yang menjadi penjaga mesjid, mereka bahkan merangkap sebagai pelajar atau orang yang punya pekerjaan lain, mereka adalah kawan-kawan atau saya sendiri yang tergabung dalam ikatan remaja mesjid.
Bukankah orang muda biasanya lebih cekatan dan bertenaga untuk mengurus dan melakukan kegiatan seperti bersih-bersih mesjid. Mungkin saja di daerah baruku ini penjaga mesjid haruslah dari orang tua, mungkin karena mereka sudah lebih mengerti tentang agama, dan nantinya tugas mereka bukan hanya mengatur dan mengurus kebersihan mesjid saja, atau karena orang-orang seperti mereka yang tidak punya cara lain dalam sisa hidupnya selain mengabdikan diri ke mesjid. Sedangkan para remajanya adalah anak-anak zaman sekarang yang sibuk dengan segala aktifitas mereka, mungkin menurut pemikiran mereka mesjid hanya sekedar tempat beribadah saja, meski itu juga jarang dilakukan.
Kegiatan seperti remaja mesjid dan lain sebagainya dianggap sudah ketinggalan dan tidak mempunyai nilai lebih untuk remaja zaman sekarang. Padahal pada usia seperti mereka itulah adalah tahap menanamkan fondasi agama yang kokoh, usia yang dapat memunculkan berbagai ide kreatif, meramaikan mesjid secara positif dan sesuai dengan nilai keIslaman, itu semua seperti apa yang pernah kami lakukan dulu sebagai remaja mesjid. Kami dulu adalah remaja modern juga, meski tinggal di daerah kecil tapi kami mengerti juga tentang segala kemajuan zaman, namun disebalik itu semua kami tetap cinta segala aktifitas yang berhubungan dengan agama kami, kami cinta mesjid kami, dan dengan usia remaja yang masih panas itu membuat kami berpikir bagaimana cara menjadi remaja sekarang tanpa melupakan diri sebagai remaja mesjid.
Apa mungkin seiring bertambahnya zaman hingga membuat remaja mesjidpun hilang dan tak dikenal lagi, atau itu hanya ada di daerah seperti daerah kecilku dulu. Para remajanya yang masih teramat jauh dari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar